World Teacher Chap 29 B. Indonesia
Chapter 29 Siswa Dibawah Standar yang Beratribut Air*
Diterjemahkan oleh
[Kata aslinya itu Irregular (rettousei) tapi saya gak bisa mikir arti yg pas -_- ]
Bagian 1
"Rasakan ini, Tak kompeten!!"
Seseorang tiba mengayunkan turun pedang kayu dari belakang, saya mengelak dengan satu kali langkah mundur dan berputar setengah lingkaran. Tatapan kamipun bertemu.
Mungkin ia mengira akan tidak mungkin untuk menghindari serangan mengendap-endap dari belakang. Wajahnya diwarnai dengan kejutan dikala kepalan tinjuku meresap ke dalam perutnya.
"Gahkg?! I-Ini...."
Sebelum orang itu terjatuh, saya mengambil langkah selanjutnya.
Aku memungut pedang kayu laki-laki itu dan melemparkannya ke orang lain pada dikala bersamaan, namun orang tersebut berhasil membelokkan pedang kayu yang dilemparkan secara reflek. Ketika fokusnya mulai beralih padaku, saya bergerak kesamping dan berpindah ke belakangnya sambil tetap menjaga jarak semoga tetap pendek. Pihak lain pun kehilangan pandangannya terhadap diriku.
"Hei, saya di sini"
Aku menekan gerakannya dengan melingkarkan lenganku pribadi ke leher. Ini bukan klarifikasi yang akurat, namun akan lebih gampang dimengerti jikalau saya digambarkan sedang membuat seseorang tersedak.
Di keadaan ini lawan tak bisa lepas dengan mudah, bahkan dalam masalah yang lebih ekstrim akan lebih tidak mungkin lagi untuk bisa lolos. Misalkan jikalau kedua kakinya terjegal, tapi kali ini saya hanya menangkap lehernya. Lama-kelamaan ia niscaya akan lebih memberontak, jadi semoga dirinya mengerti saya mulai berbisik ditelinganya.
"Apa kamu ingin berhenti?"
Meski mau menjawab, laki-laki ini tak bisa berbicara apapun lantaran lehernya yang tertahan, ia kemudian mangangguk-anggukan kepala sedikit. Ngomong-ngomong, kedua petugas disisi lain membuat keributan dengan berteriak bahwa saya pengecut dan sebagainya, hanya saja mereka tidak bertindak sama sekali. Pengecut ya....Aku ingin mengembalikan kata itu kepada mereka.
"Jika kamu ingin saya berhenti, ketuk tanganku dua kali. Tapi---....."
Sebelum mulutku selesai berucap, tanganku sudah diketuk. Oi oi, kemenangan serasa sia-sia lantaran kamu tidak terlalu menantang. Sesuai janji, saya melepaskan apitan lenganku. Dia kemudian tertawa sambil menoleh ke belakang.
"Kau bodoh---Owaaa?!?!"
Sebelum sempat mengayunkan pedang kayunya lagi, saya membuatnya jatuh dengan sapuan kaki. Kau meremehkanku lantaran mengira saya takkan pernah memprediksi itu. Selanjutnya, saya mengambil pedang kayunya yang tergeletak di tanah, dan menyodorkannya ke wajah orang yang terjatuh.
"Hiii?!"
Tentu saja, saya tidak menusuk dengan serius. Pedang ini menembus ke tanah tepat di sebelah matanya, menggores kulit sedikit. Bilahnya setengah terkubur di tanah, ia akan mengerti apa yang akan terjadi jikalau saya menusukkan ini dengan kekuatan penuh. Misalnya, jikalau pedang kayu ini mengenai kepalanya langsung, tak peduli apakah ini pedang kayu atau bukan, kehidupannya akan lenyap seketika.
"....Takkan ada lain kali"
"A....AAAAHHH?!?!...."
Mengatakan itu sambil menatapnya, saya bisa melihat bola matanya berputar menjadi putih dan pingsan lantaran ketakutan. Mungkin terlalu berlebihan, tapi rasa takut cenderung membuat lawan yang kolot memahami ini lebih jelas. Rasa takutnya memang akan memudar seiring berjalannya waktu, hanya saja ia takkan sadar untuk sementara.
"Orang ini....apa ini sungguhan?"
"Oi, bagaimana dengan kalian?"
Karena dua petarung mereka tak bisa melanjutkan, sisa kemenangan kedua hampir petugas lenyap begitu saja. Ketika saya mendekat sambil tersenyum, keduanya gemetar oleh kekesalan.
"Sementara saya menahannya, gunakan sihirmu!!"
"Baiklah!!"
Oi, oi, mengucapkan rencanamu begitu santai dihadapan lawanmu?
Selagi diriku takjub, salah seorang petugas berbegas kemari dan menyerang, namun saya menghindarinya dengan mudah. Aku bisa mengincar kelemahan pada perut yang celahnya terbuka lebar, hanya saja kurasa saya akan mendidik kalian sedikit. Sekalipun kamu bangsawan, sihir tak boleh dipakai secara berlebihan di sekolah....ya kan?
"Ayoooo!!! Apa yang terjadi dengan kekuatan itu sekarang, haa?"
Meski seorang bangsawan, kurasa ia punya pengalaman lantaran gerakannya tidaklah buruk.
Sambil berusaha menghindar setipis mungkin, saya mengingat ini seperti pertempuran antipersonel. Kemudian, anak di belakang akibatnya telah selesai memantrai.
"Lepaskan panah api....{Flame Arrow}, pergi! Habislah kau!!!"
{Flame Arrow} dan [Flame Lance] merupakam sihir atribut api tingkat menengah. {Flame Arrow} yaitu api tipis yang mempunyai panjang kira-kira 50 sentimeter, namun kekuatannya rendah. Jika dipakai dengan buruk, ini bisa menyebabkan efek serius ibarat luka bakar dan benturan, jadi bukan sihir yang bisa dipakai dengan santai. Karena panah yang ia lepaskan menuju pribadi ke arah sini, ia kemudian mengisyaratkan semoga rekannya menghindar.
"Aku menger---guaa?!"
---Hanya saja, saya menangkap kerah orang yang hendak tiarap dan melemparkannya ke arah {Flame Arrow}.
"Be-Berhenti!!!!"
"Aahh?!?!"
Tangan yang melambai ke bawah itu takkan bisa berhenti. Seorang petugas dan {Flame Arrow}-pun bertabrakan di udara, dengan efek pribadi diiring bunyi ledakan kecil, anak itu berguling-guling ditanah. Nah ini sebagai pelajaran, jikalau kamu menggunakan sihir secara serampangan, itu mungkin akan meleset dan malah mengenai temanmu sendiri....yah, begitulah.
Jika ini yaitu pakaian biasa, hal itu akan menyebabkan luka serius. Namun, baju yang disediakan oleh sekolah kami begitu kokoh dan mempunyai ketahanan yang sangat bagus terhadap sihir. Sedangkan untuk {Flame Arrow}, luka bakar dan memar kurasa cukup untuk menyadarkan mereka.
"Brengsek!!! Aku memohon, kekuatan besar yang berfungsi sebagai inkarnasi api...."
"Haa?"
Apa yang kamu pikirkan? Tak ada lagi penyerang garis depan atau apapun yang bertugas sebagai tamengmu. Apa kamu membuat ini ibarat dagelan lantaran terlalu panik? Aku kemudian berdiri di depan petugas yang nampaknya masih mengantuk itu dan memukul pipinya pelan.
"Geh?! Apa yang kamu lakukan?!"
"Tidak, hanya saja kamu penuh dengan celah"
"Berisik!! Jatuhlah, Tak Kompeten!!"
Karena mantranya terputus, ia mengayunkan tinjunya, akupun menghindar dengan ringan. Kupikir ia akan mendatangiku lagi, namun ia malah mulai mengucapkan mantra untuk kedua kalinya.
"Aku memohon, penjelmaan api....buuu?!"
Tentu saja mantrannya terhenti. Karena tamparanku sedikit lebih kuat, ia terhuyung-huyung dan hampir roboh.
"Si-Sialannn...."
"Ada banyak celah....apa kamu bodoh?"
"Berisik! Jika sihirku berhasil mengenaimu, kamu akan...."
"Ini yaitu dampak, {Impact}*"
[Shokugeki yo, {Impact}]
Sebuah peluru kejut meluncur menggores pipinya, dan menusuk pohon di belakang. Ketika ia menengok kesana untuk mencari asal bunyi kehancuran itu, wajah yang awalnya merah padam kini menjelma pucat pasi.
"Lain kali saya takkan melenceng. Berikutnya yaitu perut....atau mungkin saja wajah"
"K-Kau....Apa kamu kira bisa melaksanakan hal ibarat ini dan lolos begitu saja?"
"Eh? Bukankah kita sedang bertarung? Dan menurutmu apa yang akan dilakukan oleh Mark, master kalian, jikalau ia tahu perihal situasi ini?"
Karena ia tahu huruf Mark, maka akan bisa dimengerti. Jika situasi ini dilaporkan, kamu akan dihukum. Dan jikalau kepala keluarga yang mengetahuinya, posisimu akan terancam.
"Mula-mula, bagaimana kamu akan menjelaskan insiden ini? 'Aku bersama rekan-rekanku yang bersenjata menantang si Tak Kompeten yang tak bersenjata'....seperti itu?
"Guh....gugu...."
"Jika apa yang terjadi di sini menyebar, posisimu akan sangat jatuh. Para aristokrat akan menertawakan kekalahanmu oleh seorang Tak Kompeten, bahkan rakyak jelata akan menjelek-jelekkanmu lantaran masih kalah walaupun menggunakan trik pengecut"
"Si....SIALAANN!!!"
Dia tak mempunyai apapun untuk membalas, hanya bisa memukulkan tinjunya ke tanah dengan lemah. Karena ia benar-benar putus asa, saya akan menyebut ini sebagai kemenangan gemilang.
"Kalau begitu, saya permisi dulu. Aku tidak mempunyai kebiasaan untuk mengembangkan rumor, tapi akan kupastikan kekalahan kalian ini semoga tidak bocor"
Aku memunggungi mereka dan kembali ke tujuan semula. Untuk berjaga-jaga, saya memusatkan kewaspadaan ke punggungku, tapi mereka tidak mengejar dan hanya terdiam.
☆☆☆☆
Sambil mendorong cabang-cabang pohon ke samping untuk kembali, saya melihat Emilia berlari dijalan menuju pondok berlian. Ketika ia menyadari keberadaanku, ia melesat dengan ekornya yang melambai-lambai menuju kemari.
"Sirius-sama! Apa yang kamu lakukan di daerah ibarat ini?"
"Hanya berjalan-jalan sebentar....Emilia juga, apa semuanya baik-baik saja?"
"Ya, lantaran Reese telah kembali ke asrama, saya menjelaskan isi dari upacara masuk tadi"
Dia berbaris di kiriku, kamipun menuju ke Pondok Berlian bersama. Jika dilihat lebih dekat, di sedang membawa tas besar yang berbeda dari sebelumnya. Disaat ia mengetahui tatapanku, gadis ini mulai memperlihatkan potongan dalamnya.
"Ini yaitu pakaian pelayan"
"Yah, jadi....kenapa pakaian pelayan?"
"Karena ini merupakan pakaian formal untuk melayani Sirius-sama. Bagiku, ini yaitu pakaian tempur"
Dengan kata lain, begitu hingga di Pondok Berlian ia akan berganti menjadi pakaian ini, dan kemudian berganti lagi ke seragam sekaligus jubah sekolah dikala kembali ke asrama siswa. Tidak heran....tidak, ini mungkin merupakan kebanggaannya sebagai petugasku. Ayo kita hormati itu.
"Anikiii!!!"
Reus juga menyusul dalam perjalanan dan kami berkumpul dalam gugusan yang biasa. Dia berbaris ke kananku dan tampak bahagia sambil memegang pedang kayunya.
"Aku sudah berlatih tanding dengan semua orang, tapi sangat sulit untuk tidak berlebihan"
"Mereka tidak terluka, kan?"
"Semuanya baik-baik saja, Nee-chan. Ketika mereka kembali ke asrama, mereka bisa berjalan dengan baik. Ngomong-ngomong Aniki, yang tadi masih belum memuaskan...."
"Aku tahu. Aku akan menjadi lawan tandingmu dikala kita kembali"
"Seperti yang dibutuhkan dari Aniki!!"
Di sinari oleh mentari terbenam, kami berjalan ke Pondok Berlian diiringi bayangan kami yang memanjang.
Sepertinya insiden penyeranganku ini telah belakang layar menutup tirainya---....tidak, topik itu masih berlanjut.
☆☆☆☆
Bagian 2
Keesokan harinya, sambil menunggu guru di kelas pagi, Mark masuk ke kelas sendirian, mendekat kemudian menundukkan kepala tepat dihadapanku. Sementara lingkungan menjadi mulai berisik, saya memintanya untuk mengangkat kepala dan menanyakan alasannya.
"Sungguh....aku sangat menyesal"
"Tidak, saya mengerti. Tapi daripada meminta maaf, saya ingin kamu menjelaskan situasinya padaku terlebih dahulu"
"Ah, hal pertama yang seharusnya kukatakan semenjak dikala itu, kurasa saya sudah memahaminya. Namun, mereka tetaplah petugasku"
Kudengar, kedua orang itu dibawa ke ruang perawatan lantaran sempat dicari. Mark begitu terkejut ketika ia mengetahui salah satu petugasnya mendapatkan luka bakar dan menanyakan alasannya. Dia dengan paksa menginterogasi kedua anak yang enggan, dan terkejut ketika mengetahuinya.
Bagi mereka yang tergabung dalam keluarga Holtia, sangatlah memalukan untuk menantang seorang rakyak biasa, seorang anak, sekaligus seorang tanpa warna dengan beberapa orang. Dia tidak tahu lagi kemana ia harus menghempaskan kemarahannya. Pada akhirnya, emosi Mark mencapai titik dimana ia tak peduli pada mereka lagi.
Dia berkata telah mengirim pesan ke rumahnya di Elysion pada hari yang sama, dan melaporkan semuanya, termasuk tindakan tercela mereka di masa lalu. Mereka pun dipanggil pagi-pagi sekali dan menunggu pengasingan bersama orang renta masin-masing. Itulah sebabnya ia sendirian hari ini.
"Setiap hari bertingkah ibarat itu. Dengan reputasi buruk ini, saya tidak bisa lagi menutupi kekecawaanku lagi dan memutuskan melepaskan mereka"
"Tindakanmu jelas-jelas dibenarkan. Namun, ini tampaknya tanggapan atas kepribadian mereka"
"Aku bersumpah atas nama keluargaku, bahwa saya berjanji akan mencegah insiden yang sama terulang kembali. Mereka sudah dikirim ke daerah yang jauh untuk bekerja secara sukarela. Setidaknya, mereka tidak akan berada di kota ini lagi"
"Kalau begitu, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Benar kan?"
"Sekali lagi, saya sangat menyesal. Namun, begitu melegakan lantaran Sirius-kun tidak terluka. Sebenarnya, saya ingin memberi sesuatu sebagai bentuk undangan maaf. Apa ada hal yang kamu butuhkan? Jika itu uang, saya akan menawarkan uang sakuku sendiri"
Mark mulai merogoh sakunya dan menumpuk koin emas di depanku. Hentikan! Hentikan!! Permintaan maafmu sudah cukup!! Dengan panik, saya menghentikan tindakannya dan mengembalikan koin-koin itu.
"Karena saya tidak terluka, semuanya baik-baik saja. Jika kamu bersikeras ingin meminta maaf....anggap saja ini sebagai hutang"
"Hutang?"
"Yah, jikalau saya tertimpa duduk masalah lagi yang bekerjasama dengan para bangsawan, saya ingin kamu membantuku, tentu saja dalam rentang yang bisa kamu lakukan. Tapi, kalau itu terlalu berlebihan, saya akan melupakannya"
"Huhu....alangkah baiknya. Biarkan saya mengulurkan tangan jikalau saya bisa melaksanakan itu"
Aku berjabat tangan dengan Mark. Cerita inipun akibatnya benar-benar berakhir.
☆☆☆☆
Kesampingkan itu....aku mengetahui kabar ini di awal masuk sekolah. Sepertinya ada rumor bahwa saya yaitu orang yang bisa membuat para aristokrat menundukkan kepala dan mengambil uang mereka secara paksa.
Selain itu....
""""""Selamat pagi, Aniki*! Oya-bun!""""""
[Aniki disini maksudnya si Reus. Sedangkan oya-bun untuk Sirius]
"Oh!! Selamat pagi!!"
Semua ras hewan yang berlatih tanding dengan Reus kemarin telah terlempar, dan kini mereka menjadi bawahannya. Apa-apaan ras hewan ini? Apa kalian bodoh?
Aku bahkan tidak melaksanakan apapun. Kuharap anak ini bisa mengurus hal itu, jikalau perlu tanpa disuruh.
"Mengerti, Aniki. Aku akan membuat mereka babak belur hingga takkan ada lagi yang mau jadi bawahan"
Tidak, ini dan itu berbeda, namun entah kenapa saya mempunyai firasat bahwa ia bisa melakukannya.
Tak berapa usang kemudian, sebuah faksi disekolah yang berjulukan Kelompok Berlian akibatnya terbentuk. Malangnya, saya berperan sebagai Taishou*....hanya saja, lebih baik lagi jikalau mereka tidak hingga melaksanakan itu. Tidak, sungguh....
[Jenderal perang XD ]
☆☆☆☆
Tiga haripun berlalu semenjak diriku memasuki Akademi.
Disini, kegiatan praktek lebih utama daripada berguru teori, tapi itu bukanlah hal yang memilih dirimu ketika sudah lulus. Sekolah hanya menjadi daerah sumbangan untuk individu berlatih hingga akhir....seperti itulah yang dikatakan Rodwell ketika upacara masuk.
Namun, seseorang takkan berkembang jikalau diberikan terlalu banyak kebebasan. Karenanya, mereka diharuskan untuk memutuskan jalan mana yang mereka akan pilih.
Ini juga tergantung pada kebijakan guru wali kelas. Misalnya, dalam masalah seseorang beratribut api, jikalau mereka bisa mengeluarkan sihir {Flame Lance} dan bisa memanfaatkannya, mereka akan mendapatkan sesuatu ibarat sertifikat ketika lulus.
Jika tak bisa melakukannya, atau malah menggunakannya untuk suatu hal buruk. Maka, mereka akan di usir sebelum lima tahun dan tak diperbolehkan mengambil pendidikan di daerah lain.
Seseorang akan mendapatkan perhargaan ketika ia telah mencapai sasaran yang ditetapkan oleh guru wali kelasnya dikala lulus nanti. Untuk itulah mereka akan bekerja keras. Namun....aku sama sekali tidak memperdulikannya.
Tentu saya tiba ke sekolah untuk mempelajari banyak sekali hal. Hanya saja tujuan utamaku yaitu untuk menghabiskan waktu dengan kondusif di daerah terlindung. Entah sedang bepergian atau tidak, kamu bisa mendaftar di Serikat Petualang, yang merupakan kunci untuk mendapatkan honor tetap di usia 13 tahun. Kurasa itu masihlah usang lantaran kini saya masih 9 tahun.
Aku juga akan berusaha semoga pengetahuan dan kemampuanku yang sesungguhnya tidak ketahuan. Sambil berpura-pura polos, saya akan menghabiskan durasi 5 tahun ini. Jika 5 tahun sudah terlewati, dalam masalah terburuk, takkan ada duduk masalah bahkan kalau saya keluar.
☆☆☆☆
Dan, di pelajaran pagi.
Magna-sensei menjelaskan perihal dasar-dasar sihir. Sementara siswa-siswi lain berfokus untuk mendengarkan, saya malah menulis diatas kertas.
Aku mengetahui dasar-dasar sihir hingga batas tertentu dari buku. Sejujurnya, ini terkesan gila. Sihir merupakan suatu hal yang tidaklah masuk akal, jadi mendengarkan klarifikasi sensei yaitu tindakan yang tidak perlu. Oleh lantaran itu, saya mempelajari gugusan bundar sihir secara belajar sendiri semoga bisa memanfaatkannya seefisien mungkin.
Reus juga dalam situasi yang sama di mana ia sedang melaksanakan latihan berimajinasi. Sedangkan Emilia juga sedang menulis sambil terlihat mempertimbangkan banyak sekali cara untuk membuat sihir angin baru.
Memang sangat tidak sopan lantaran kami tidak mendengarkan pelajaran dari Magna-sensei hingga kelas pagi berakhir. Setelah itu, kami berkumpul di kantin ibarat biasa dan makan siang bersama.
"Aku sudah ketagihan dengan kuliner Aniki dan Dee-nii. Tapi kuliner disini ternyata juga lezat"
"Kau benar, Reus. Mungkinkah bahannya berbeda?"
"Hmmm....Seperti yang katakan Emilia, daging ini agak berbeda"
Irisan daging ini sudah tepat dan sangat empuk. Hal yang disayangkan yaitu banyak minyak dagingnya yang terbuang hingga membuat rasanya berkurang. Sambil berpikir bahwa kokinya tidak terlalu terampil, kami selesai makan siang.
"Haruskah kita bertanya kepada kokinya jenis daging apa yang ia gunakan? Aku pikir dagingnya lebih enak direbus daripada dipanggang"
"Hore!! Aku mengharapkan kuliner gres dari Aniki!!"
"Aku juga menantikannya---Ah....bukankah itu Reese? Hai, Reese!"
Emilia mengangkat bunyi dikala melihat kenalannya, tapi orang yang dimaksud terlihat begitu jauh. Kantin ini cukup luas, ditambah lagi ada banyak orang yang saling melemparkan obrolan. Suaranya tidak akan hingga jikalau ibarat ini.
"Ada apa? Kau menemukan Reese?"
"Aku menemukannya, tapi entah kenapa ia terlihat agak murung. Padahal pagi ini ia baik-baik saja...."
"Jika kamu menghawatirkannya, lebih baik kamu menghampirinya. Masih ada waktu pada istirahat makan siang"
"Terima kasih banyak, Sirius-sama. Aku akan pergi"
Karena saya tidak tahu ibarat apa penampilan anak berjulukan Reese ini, saya mengikuti sosok Emilia untuk memeriksanya. Sayangnya, dalam sekejap saya telah kehilangan pandangan lantaran keramaian.
"Aku bisa mengenalkan temanku segera. Tapi saya juga belum berkenalan dengan sahabat Nee-chan"
Tidak, itu bukan teman, melainkan bawahan. Hanya kamu yang menganggap mereka teman.
"Aku juga belum. Mungkin Emilia akan memperkenalkannya pada kita"
Beberapa menit kemudia Emilia kembali, tapi sayangnya hanya ia sendiri yang datang. Sebelum pergi ia dipenuhi oleh senyuman, namun kini gadis ini tampak gelisah.
"Sirius-sama...."
"Wajahmu suram, apa yang terjadi? Kalian bertengkar?"
"Tidak, bukan begitu. Sebenarnya, Reese tampaknya bermasalah. Ketika mendengarkan ceritanya, tanpa berpikir panjang saya pribadi memberitahu semoga ia berkonsultasi dengan Sirius-sama. Aku telah bertindak egois tanpa izin dari master, saya sangat menyesal"
"Kau tidak perlu khawatir perihal itu. Apakah sulit untuk menyampaikan masalahnya di sini?"
"Ya, ia ingin membicarakannya di daerah di mana hanya ada sedikit orang. Apa itu boleh?"
"Aku akan mendengarkannya. Jika berbicara perihal daerah yang sepi, itu yaitu Pondok Berlian. Bagaimana kalau kamu mengundangnya kesana sehabis pulang sekolah?"
Emilia yaitu anak yang peduli dengan orang lain. Aku ingin membantu jikalau bisa.
Pondok berlian yaitu daerah tinggalku yang belum pernah dikunjungi siapapun kecuali kedua bersaudara. Inilah daerah yang tepat untuk membicarakan sesuatu yang kamu tak ingin bocorkan kepada orang lain.
"Terima kasih banyak. Aku akan memberitahunya untuk segera datang"
Wajah gelisahnya menghilang, dan ia kembali ke arah Reese berada sambil tersenyum. Meski isi konsultasi belum terdengar, ia membuat wajah seolah semuanya telah terpecahkan.
"Baguslah, Nee-chan. Jika kita mempercayakan ini pada Aniki, itu sama saja dengan hampir selesai"
"Kalian, andai ini duduk masalah unik para perempuan, misal konsultasi perihal hal romantis atau pembicaraan para gadis. Aku takkan bisa berbuat apapun, kamu tahu?"
"Karena ini yaitu Aniki, maka tidak apa-apa!"
Atas dasar apa kamu menyampaikan begitu? Jika perihal fisiologi perempuan yang diperbincangkan, saya mungkin hanya akan terlihat sebagai orang mesum. Kalau dipikir-pikir, kamu bisa menyampaikan itu lantaran saya mempunyai pengetahuan dalam bidang medis, tapi....ini bukan alasan untuk mengobrolkan hal semacam itu.
Setelahnya, ketika saya sedang berbicara dengan Reus perihal cara bertempur sambil menghabiskan waktu, Emilia kembali seusai membuat kesepakatan untuk bertemu.
"Kelas Reese yaitu kelas Aion, jam pelajaran mereka agak tertinggal dengan kita, jadi saya membuat kesepakatan untuk bertemu di perpustakaan"
"Itu bagus. Istirahat makan siang akan segera selesai, haruskah kita kembali ke kelas?"
Dengan begitu, kami telah membuat kesepakatan bertemu dengan Reese. Istirahat makan siangpun berakhir.
☆☆☆☆
Kelas dari siang hari yaitu pelajaran keterampilan praktek.
Pergi keluar dari kelas, semua orang memperlihatkan sihir terbaik mereka. Hanya saja hampir semua siswa yaitu penyihir ditingkat pemula. Terlepas dari diriku yang merupakan orang asing, para aristokrat dan jelata sanggup mengaktifkan sihir dengan cukup hebat.
Sementara itu, Mark melepaskan sihir {Flame Lance}, memperlihatkan perbedaannya dengan orang lain ke lingkungan sekitar. Meski ia mungkin mempunyai talenta semenjak awal, ia merupakan orang yang memperoleh hasil yang kini berkat perjuangan sendiri. Dia tampaknya terus berlatih tanpa terganggu oleh kekaguman dari sekitar.
"Mark, kamu menakjubkan. Untuk menggunakan sihir keren sejauh itu, niscaya disebabkan oleh banyaknya latihan"
"Tidak sehebat itu. Aku pikir Sirius-kun lebih menakjubkan. Sungguh luar biasa lantaran kamu bisa menggunakan semua atribut di umur ini meski tanpa bakat"
Ada waktu dimana saya mengaktifkan sihir semua atribut menggunakan bundar sihir lantaran undangan Magna-sensei. Dengan sengaja menunjukkannya, nampaknya guru menginginkan diriku bisa menjadi teladan hasil dari perjuangan keras, bahkan jikalau kamu tak berwarna atau tidak berbakat. Jika mereka sadar kalau diri mereka kalah dalam atribut terbaik masing-masing, itu akan membuat harga diri mereka jatuh. Fakta itu akan memotivasi setiap orang semoga lebih mengembangkan diri.
"Itu yaitu hasil lantaran mempunyai pendukung yang disebut Peralatan Sihir. Jika tidak, saya bahkan takkan bisa mengaktifkan sihir pemula dengan benar"
"Kau bisa pribadi mengaktifkan sihir begitu selesai menarik polanya. Aku pernah melihat teknisi sihir lainnya, tapi belum pernah menyaksikan orang yang melaksanakan improvisasi ibarat dirimu"
"Begitukah? Sayangnya saya tidak tahu lantaran belum pernah melihat teknisi sihir lainnya"
Aku jadi ingin ia memberi tahuku perihal teknisi gugusan sihir itu. Sementara kami berdua mengobrol, sorak sorai disisi lain meningkat ketika dua siswa terlihat melepaskan sihir secara berurutan.
"Wahai angin, robeklah. {Air Slash}"
"Nyalakanlah api mengelilingi tinjuku. {Flame Knuckle}"
Sebagai sentra perhatian, kedua bersaudara menggunakan sihir yang mereka pakai dikala wawancara. Targetpun porak-poranda sehabis terkena pisau angin dan tinju api. Sementara orang lain tercengang, mereka dengan gembira melambai padaku.
"....Hebat. Tidakkah Sirius-kun besar hati mempunyai petugas ibarat mereka?"
"Yah. Aku mempunyai dua orang yang lebih dari layak untuk diriku"
Kedua bersaudatara dikelilingi oleh sahabat sekelas mereka dan ditanyai perihal sihir barusan. Aaah....omong kosong. Aku bisa membaca kemana arus insiden ini akan pergi.
"Sungguh menakjubkan! Bagaimana kamu bisa mengaktifkan sihir ibarat itu?"
"Mantranya sangat singkat. Ini juga pertama kalinya saya melihat sihir Reus, siapa yang mengajari kalian?"
"Tentu saja, master kami. Sirius-sama"
"Wajar saja jikalau kami berhasil lantaran menjadi siswa aniki. Bahkan ilmu pedangku juga diajarkan olehnya"
"Hebat! Sirius-kun, kami juga ingin menjadi siswamu---....ehhh?"
Aku sudah lenyap.
Terdapat guru yang sesungguhnya didepan kalian, jadi saya meminta maaf. Mula-mula, latihanku tidaklah normal. Makara saya tidak yakin apakah ini bisa dipelajari oleh orang biasa atau tidak. Dalam masalah kedua bersaudara, mereka tidak mempunyai pilihan lain selain menjadi kuat. Untuk itulah mereka sama sekali tidak mengabaikan perjuangan demi mencapai tujuan.
Disaat sahabat sekelas mencariku, Reus tampaknya mengingat sesuatu dan menceritakannya pada semua orang.
"Ah. Tapi, latihannya sangat sulit. Misalnya, di pagi hari...."
Berlari pagi pagi sekali. Makan kemudian berlari. Berlari seusai belajar....Setelah berbicara perihal isi latihan pada dikala berada di rumah yang dulu, rona wajah sahabat sekelas kami menjelma biru dan mengalah berguru padaku. Itu memang reaksi masyarakat pada umumnya, kedua bersaudara yang tidak normal hanya bisa memiringkan kepala.
Mereka mempunyai bakat, itulah yang biasanya kamu pikirkan.
Namun....kekuatan kedua anak ini bergotong-royong berasal dari upaya tanpa henti.
☆☆☆☆
Sekolah hari inipun berakhir, kami kemudian hingga di perpustakaan.
Ini merupakan kota metropolitan satu-satunya di benua, tak heran jikalau perpustakaannya sangat luas dengan banyak materi. Sejumlah buku tersebar pada rak yang tinggi untuk dilihat. Meski teknologi penjilidan masih belum berkembang jauh, saya pikir bagus untuk mengkompilasi semua buku ini.
Sangatlah tidak mempunyai kegunaan jikalau melewatkan berguru disaat kami telah memasuki sekolah dengan perjuangan keras. Itu sebabnya, ini sudah menjadi rutinitas sehari-hari dimana saya kemari ketika sekolah berakhir sebelum diriku kembali ke Pondok Berlian.
Inilah daerah yang cocok untuk pertemuan. Hanya saja, kelas Aion cenderung mempunyai durasi pelajaran yang lebih lama. Makara saya menghabiskan waktu sambil membaca buku.
"Sirius-sama, kita akan segera bertemu Reese"
Ketika membaca sebuah potongan yang menarik sambil mencatatnya, Emilia menyampaikan itu dan berdiri dari daerah duduk. Hmmm, apakah sudah waktunya? Aku mulai merapikan diri dikala mengalihkan pandangan ke arah Reus.
"Aniki, saya mempunyai {Flame Knuckle}. Tapi, menurutmu bagaimana saya bisa mengaktifkan {Flame Lance} yang kulihat hari ini?"
"Oh, kamu sungguh memperhatikan itu dengan teliti ya....ah, lakukan saja sambil membayangkan api yang terbang"
"Membayangkannya begitu sulit. Tapi kenapa Aniki bisa begitu lancar ketika melakukannya?"
"Itu sebuah rahasia"
Ini lantaran di kehidupan dulu, saya pernah melihat dan menggunakan hal yang sebenarnya.
Reus ibarat belum dewasa yang gelisah (sebenarnya saya juga anak kecil), tapi ia tidaklah kolot lantaran sempat mendapatkan pendidikan dari kaa-san dan diriku. Jadi, memahami isi suatu buku bukanlah hal yang sulit untuknya. Hanya saja....dia terlalu menonjol dibidang pedang, masuk akal baginya untuk dilihat sebagai orang idiot. Karena termakan oleh Lior juga, saya pikir akan lebih baik untuk memberinya pelajaran sedikit lebih banyak ketika saya mempunyai waktu.
Perpustakaan merupakan daerah terlarang untuk menggunakan sihir. Sambil melihat Reus yang sedang melaksanakan training imajinasi dengan buku mantra api disatu tangan, Emilia tiba kembali bersama seseorang.
"Sirius-sama, saya akan mengenalkannya. Namanya yaitu Reese, ia yaitu sahabat sekamar sekaligus sahabat yang seumuran denganku"
"Se-Senang bertemu denganmu. Namaku Reese"
Seperti yang dijelaskan oleh Emilia, ia yaitu seorang gadis bagus dengan rambut biru mengkilap yang memanjang hingga ke pinggang. Itu merupakan gaya rambut yang agak sederhana, namun masih melengkapi kemanisannya. Matanya menjiplak Aquamarine, murni sekaligus transparan. Hidung dan mulutnya juga berfitur bagus. Dia niscaya akan menjadi sangat bagus dimasa depan.
"Sama juga disini, bahagia bertemu denganmu. Kau mungkin sudah pernah mendengar ini dari Emilia, tapi akulah Sirius"
"Aku Reus"
"Ya, saya mendengar itu dari Emilia setiap hari bahwa kamu yaitu orang yang sangat luar biasa"
"Aku pikir ini agak berlebihan. Namun jikalau menurutmu itu merepotkan, katakan saja kapanpun"
"Tidak, malah saya bahagia lantaran bisa mendengarkan banyak kisah yang menarik....Ah, maafkan aku. Apakah kamu di tengah-tengah membaca? Aku tidak keberatan menunggu hingga kamu selesai. Lanjutkan saja"
"Oh, tidak apa-apa. Lagipula, saya sudah selesai"
Alasan obrolan semacam ini muncul mungkin lantaran ia melihat buku dan kertas memo yang tersebar. Dia sangat perhatian, gadis baik yang bisa memahami suasana.
Yang saya lakukan hanyalah hobi untuk melewatkan waktu. Takkan duduk masalah bahkan jikalau berhenti ditengah jalan, ayo kembalikan ini ke rak dengan cepat.
Ketika melakukannya, Reese sempat melihat judul buku-buku ini dan terkejut. Namun, kenapa ia terkejut?
"Kalau begitu, lantaran tidak akan ada orang lain kecuali kita, ayo pergi ke Pondok Berlian. Apakah Reese tidak keberatan untuk mengikutiku, yang merupakan orang asing?"
"Aku tidak khawatir lantaran kamu yaitu master Emilia. Lagipula, ia tidak akan menyarankanku ibarat ini jikalau kamu bukan orang yang baik"
"Kalau soal laki-laki, saya juga di sini, kamu tahu?"
"Reus-kun....kan? Kau merupakan saudara Emilia jadi saya tidak cemas"
"Begitu kah? Hei, lantaran kamu seumuran dengan Nee-chan, apa boleh saya memanggilmu Reese-ane?"
"Tidak apa-apa. Huhu, ini ibarat saya mendapatkan adik laki-laki"
Dia tanpa ragu menawarkan senyuman sederhana. Tampaknya gadis ini sungguh mempercayai kami. Kesopanan itu memperlihatkan bahwa ia mempunyai hati yang sangat lembut lantaran tidak membedakan dengan siapa ia berhadapan, entah ras hewan atau bukan....seperti hati pemaaf Emilia.
"Karena harus menurunkan bunyi jikalau berbincang di sini. Bagaimana kalau kita pergi Pondok Berlian?"
"Benar sekali. Reese tidak keberatan kan?"
"Tidak apa-apa"
"Kalau begitu, ayo pergi!!"
☆☆☆☆
Bagian 3
Kami terus menapaki jalan gunung bersama Reese menuju ke Pondok Berlian. Sementara itu kami telah selesai memperkenalkan diri kepadanya.
"Apakah Reese-sama seorang bangsawan? Aku sangat meminta maaf lantaran tidak menggunakan sebutan kehormatan beberapa dikala yang lalu"
"Ah, tidak apa-apa! Aku tidak begitu peduli dengan hal semacam itu dan jangan keberatan untuk berbicara normal denganku. Hanya baru-baru ini saja saya menjadi seorang bangsawan, saya malah lebih terbiasa dengan menjadi jelata, jadi saya akan bahagia jikalau kamu memperlakukanku begitu"
Ucapan sopan yang bagus dan sikap yang elegan seolah bangsawan. Tapi ternyata ia merasa harus melakukannya lantaran perpindahan posisi*.
[Dia mencoba bertindak ibarat aristokrat lantaran perubahan status mendadak]
"Dengan kata lain, seorang aristokrat yang berasal dari rakyat jelata? Aku kira kamu sudah tertimpa banyak sekali hal"
"Ada banyak yang terjadi. Sebelumnya, saya tinggal di sebuah desa bersama ibuku. Tapi, sehabis ibu meninggal lantaran penyakit setahun yang lalu, seseorang tiba dan mengaku sebagai utusan ayahku. Dia kemudian membawaku Elysion. Disaat itulah saya pertama kali diberitahu bahwa ibuku yaitu seorang selir bangsawan. Dan ketika menyadarinya, saya telah menjadi anggota bangsawan"
"Hei hei, apa boleh memberitahuku, seseorang yang gres saja kamu temui? Lagi pula, apa boleh untuk tidak terlalu formal?"
"Aku sudah berbicara dengan Emilia sebelumnya, jadi tidak apa-apa. Cara berbicaraku ini yaitu berkat pendidikan ibuku jadi jangan terlalu khawatir. Kalau dipikir-pikir lagi, kupikir ibu yang ketat padaku lantaran untuk mengantisipasi hal ini"
"Aku minta maaf. Itu membuatmu mengingat hal-hal perihal ibumu"
"Karena sudah terang sekarang, tidak masalah. Selain itu, dibandingkan dengan Emilia dan Reus-kun....aku...."
"Apa kamu membicarakannya, Emilia?"
Ketika saya melihat Emilia yang berada di sebelah, ia bertingkah ibarat anak kecil yang menyembunyikan rahasia dan menggantungkan kepalanya. Apa menurutmu saya akan murka lantaran kamu berbicara egois? Ketika saya berpikir untuk tidak menggalinya lebih dalam, Reese mencoba melindunginya dengan tergesa-gesa.
"Tolong tunggu! Emilia hanya membicarakan masa lalunya. Dia tidak membahas apapun kecuali membual perihal Sirius-kun. Tolong jangan marahi dia!"
Gadis ini menilainya dari samping, mengira bahwa sedang terjadi duduk masalah antara master dan petugasnya, ia kemudian ikut campur untuk melindungi Emilia. Aku tidak bisa menahan diri ketika memikirkan kebaikan hatinya, mulutku pun melonggar.
"Aku tidak perlu memarahi dia, ya kan? Emilia sudah bisa berpikir dan berbicara untuk dirinya sendiri. Itu tanda bahwa ia bahagia lantaran mempunyai sahabat yang tepercaya, tidak mungkin saya akan memarahinya. Hei, angkat wajahmu kemari"
"Sirius-sama....hehehe"
Meski ia berbicara perihal masa laluku, kata-kata yang akan ia keluarkan takkan berubah. Disaat saya membelai kepalanya, Reus di samping menarik lengan bajuku, akupun juga mengelus kepala anak itu. Ya ampun, begitu manjanya.
"Fufu....Sirius-kun, kamu terlihat ibarat ibu daripada master mereka. Aku merasa mengerti alasan kenapa Emilia sangat menyayangimu"
"Yah, maafkan saya lantaran mempunyai belum dewasa hebat di usia ini"
Namun, dari usia jiwaku, mereka memang seolah anak sendiri. Emilia sedikit aib sedangkan Reus mendapatkan semua belaian tanpa khawatir. Aku memperhatikan mereka dengan Reese dan tertawa bersama.
☆☆☆☆
Kami kemudian hingga di kediamanku, Pondok Berlian.
"Anu....kudengar daerah ini yaitu reruntuhan yang telah diabaiakan selama bertahun-tahun"
"Ya, sebelumnya memang reruntuhan. Tapi kami telah melaksanakan banyak sekali hal"
Reese tertegun melihat potongan luar Pondok Berlian.
Rumput liar dan pepohonan yang sebelumnya mengelilingi bangunan, telah terpotong rapi oleh Reus. Dinding dan atapnya yang bobrok sudah dilukis indah menggunakan cat putih. Sumurnya yang juga terbengkalai telah dipulihkan dan dipompa menggunakan sebuah alat sihir.
Penampilannya hampir setara dengan vila aristokrat di tingkat rendah.
Apa yang ia ketahui mungkin ini yang seharusnya yaitu bangunan terbengkalai. Bahkan hingga membuatnya mengira kalau kami tiba ke daerah yang berbeda.
"Jangan melamun begitu, bagaimana kalau masuk dulu? Emilia sudah didalam sana, kamu tahu"
"Y-Ya! Kalau begitu, maaf mengganggu"
"Reese-ane yaitu tamu pertama, kan?"
Ketika pintu masuk terbuka, Emilia yang mengenakan pakaian pelayan berdiri di sana. Dia menyambut kami dengan bungkukan indah.
"Selamat tiba kembali, Sirius-sama, Reus. Dan selamat datang, Reese"
"Ehh! Hah? Beberapa dikala yang kemudian kamu masih mengenakan seragam sekolah....kenapa kini kamu menggunakan pakaian pelayan?"
"Karena saya yaitu seorang petugas. Silakan masuk, Sirius-sama. Ah, Reese juga, ini sandalmu. Aku ingin kamu melepas sepatu dan mengenakan ini dikala masuk ke dalam"
"Y-Ya, saya mengerti. Apakah dihentikan menggunakan sepatu?"
"Itu merupakan aturan di Pondok Berlian yang diputuskan oleh Aniki. Pada awalnya, saya juga keheranan. Tapi begitu kamu terbiasa, ini akan menjadi mudah"
"Karena tidak mengotori lantai, pembersihannya akan gampang dan menghemat waktu ya?"
Untuk menjelaskannya, dunia ini mempunyai kebiasaan menggunakan sepatu bahkan hingga di dalam rumah. Rumah daerah diriku lahir merupakan wilayah ayahku, jadi hal itu serasa wajar. Namun, disini yaitu rumah baruku. Akupun berpikir untuk melaksanakan apapun yang kuinginkan. Salah satunya yaitu melarang pemakaian sepatu.
"Bagaimanapun, selamat tiba di Pondok Berlian. Bagaimana kalau minum secangkir teh dulu?"
"Si-Silakan"
Ini tampaknya membuat Reese tertekan, tirai menuju dunia yang gres baginya telah terbuka.
☆☆☆☆
Di tengah ruang makan, empat orang duduk pada sebuah meja besar daerah dimana mereka menikmati teh hitam. Kami juga menyajikan kue-kue untuk melengkapi program minum teh.
"Ini kuliner ringan....ya kan?"
"Ini disebut kue, Sirius-sama yang membuatnya. Potonglah dengan garpu dan makanlah"
"Ini....kue? Sama sekali berbeda dari apa yang saya tahu!"
"Tidak apa-apa, makanlah! Ini sangat lezat, Reese-ane!"
"Y-Ya....umm?!"
Ketika membawa potongan seukuran satu gigitan ke mulut, wajahnya pribadi berubah dari ekspresi kehati-hatian menjadi dipenuhi senyuman. Dia seolah direndam oleh cita rasa sambil memegangi kedua pipinya.
"Sangat manis....dan lembut....ini yaitu pertama kalinya"
"Semua orang bereaksi sama ketika memakannya! Noel-nee juga begitu!"
"Ini sangat enak. Aku ingin lebih banyak memakannya"
"Jika terlalu banyak, kamu akan gemuk. Ini terasa enak lantaran hanya sesekali dimakan"
Meski begitu, Reese tidak kembali ke kenyataan hingga sehabis selesai makan kue. Akhirnya, ia sadar sehabis menelan potongan terakhir. Kemudian ia merasa aib dan menunduk sambil meminum teh.
"Aku memakan apa yang telah kamu siapkan tanpa berkata apapun....aku minta maaf"
"Aku bisa memahaminya lantaran melihat kesanmu. Selama kamu menyukainya, jangan sungkan"
"Reese, kamu mau minum secangkir lagi?"
"....Itadakimasu"
Saat minuman yang tersisa di cangkir telah menjadi suam-suam kuku, suasana berubah ketika teh gres disiapkan. Dari sinilah, topik utamanya muncul.
"Pertama-tama, terima kasih dikarenakan telah mengundang diriku"
"Ahh, lantaran ini pertama kalinya kami menerima pengunjung disini, jangan ragu untuk memberitahu apa yang mengganjal di kehidupanmu. Jadi....aku dengar dari Emilia bahwa kamu ingin berkonsultasi perihal sesuatu?"
"Iya. Sebenarnya....aku ingin berlatih sihirku"
"....Ceritakan lebih detail"
"Aku pikir masuk akal saja jikalau kamu tahu. Tapi tahukah kamu sihir dasar dari empat atribut?"
"Ya, {Flame}, {Aqua}, {Wind}, dan {Earth}. Ya kan?"
{Flame} membuat sejenis bola api. Digunakan sebagai pengganti lampu dan obor.
{Aqua} membuat air yang mempunyai banyak sekali kegunaan ibarat air untuk keperluan sehari-hari atau memadamkan api.
{Wind} bisa dipakai untuk meniuapkan angin dan mengembangkan udara. Fungsinya ibarat kipas angin.
{Earth} bisa untuk membuat dinding maupun lubang dengan ukuran bervariasi pada tanah yang ditunjuk. Bisa juga dipakai untuk perawatan jalan.
Sihir-sihir dasar diatas sanggup diaktifkan dengan gampang jikalau atributnya tepat. Meski atributnya tak sesuai, sihir dasar masih bisa dilakukan dengan sedikit latihan.
"Di kelasku, guru berkata kalau mereka yang tidak bisa menggunakan sihir dasar yaitu sampah"
"Guru wali kelas Reese, kelas Aion....Gregory, kan?"
"Iya, benar. Gregory itu"
"Harus kukatakan, Gregory sendirilah yang sampah!!"
"Memanggil tanpa kehormatan*?! Emm....yah, lantaran saya satu-satunya yang tidak bisa melaksanakan itu, semua orang di kelas menunjuk jari mereka padaku dan tertawa"
[Maksudnya, Reese terkejut lantaran mereka hanya memanggil Gregory bukan Gregory-sensei]
Siswa kelas Aion direkrut oleh Gregory yang sombong itu sendiri yang berprasangka buruk terhadap orang awam.
Ketika ada seorang siswa dibawah standar di sebuah kelas yang penuh dengan aristokrat sombong, maka bisa dibayangkan kata-kata buruk apa yang akan mereka lontarkan padanya
"Lebih baik saya yang ditertawakan. Aku takkan tahan jikalau ibuku, orang yang tidak bersangkutan juga diejek. Hanya satu atribut yang tak bisa ku gunakan, tapi....kenapa hingga ibarat ini...."
Dia mengepalkan telapaknya, dengan frustasi berusaha menahan butiran air mata yang hendak tumpah. Sambil diriku mengawasi adegan ini, Emilia mengulurkan saputangan untuk menghiburnya. Lalu, suatu pemikiran terlintas dibenakku.
"Menurutku tak ada yang salah dengan Reese. Aku tidak suka pada orang yang berlatih hanya untuk menjaga harga dirinya*, lagipula kupikir ada orang lain selain dirimu yang juga tak bisa melakukannya"
[我侭な連中ってのは練習嫌いが多いし. Kok bingungin ya ?_? ]
"Siswa memang diperbolehkan menentang jikalau berdasarkan mereka itu salah....namun kelihatannya tak ada yang mau mengkritiknya"
"Haaaahh...."
Ya ampun....entah guru wali kelas maupun para siswanya sama-sama sampah. Lalu kenapa ia masih ingin gadis ini semoga berada di kelasnya? Tidak....ayo kita tunda menuntaskan masalahnya.
"Aku kini mengerti alasannya. Tapi Reese, apa atribut yang tak bisa kamu gunakan?"
"Itu {Flame}. Tak peduli berapa kali saya mencoba, bola api yang kumunculkan tak bisa bertahan usang dan menghilang"
"Kalau begitu, bagaimana dengan atribut aslimu? Aku ingin tahu juga semahir apa kamu menggunakannya"
"Atributku yaitu air. Aku bisa menggunakan hingga sihir tingkat menengah. Aku juga cerdik dalam hal sihir pemulihan"
Apa lantaran api yaitu kebalikan dari air? Aku mendengarkan ceritanya sambil berpikir perihal kontradiktifnya kedua atribut itu. Hanya saja, seharusnya kamu masih bisa mengaktifkan sihir dasarnya.
Aku pikir latihan saja tidaklah cukup ketika mendengar gaya bertarungnya dari Emilia.
"Seperti yang diharapkan, akan lebih gampang dimengerti ketika melihatnya langsung. Bisakah kamu menunjukkannya padaku di luar?"
"Ya, tentu"
Setelah itu kami keluar dari Pondok Berlian, Reese memperlihatkan sihirnya di halaman depan rumah.
Pertama yaitu {Earth}. Dia membuat banyak lubang kecil pada tanah didepannya tanpa kendala.
Berikutnya yaitu {Wind}. Dia menghembuskan angin yang ibarat dengan tingkat output maksimum kipas angin rumahan dari kehidupanku sebelumnya. Meskipun bukan atribut aslinya, ia masih bisa menggunakan itu hingga sejauh ini. Dia mempunyai Mana yang cukup banyak.
Ngomong-ngomong, ketika Emilia yang beratribut angin menggunakan {Wind} dengan serius, itu memang tidak akan berlangsung lama, tapi sudah cukup untuk menghempaskan Pondok Berlian.
Dan kemudian, {Aqua} yang merupakan sihir dari atribut terbaiknya....kekuatannya lebih dari yang diharapkan.
{Aqua} yaitu sihir yang membuat bola air berukuran tiga puluh sentimeter. Tapi ketika Reese yang menggunakan, ukurannya menjadi dua kali lipat. Dia juga dengan gampang mengontrolnya di udara.
"Hebat! Sepertinya menyenangkan dikala kamu melompatinya ibarat ini!"
"Menakjubkan, Reese. Aku belum pernah melihat {Aqua} seindah itu"
"Aku hanya sedikit lebih cerdik dalam memanfaatkan atribut air. Jika kalian terluka, beritahukan saja padaku. Aku akan menyembuhkannya"
"Mengagumkan. Kalau begitu, kini cobalah gunakan {Flame}"
Reese melepaskan sihir air, dan mulai mengucapkan mantra sihir {Flame} yang merupakan masalahnya. Sepanjang mantra, saya mengaktifkan {Search} pada gadis itu. Hanya saja, aliran Mana-nya sudah sempurna. Juga, tak ada duduk masalah pada kata-kata mantra.
"{Flame}"
Namun, api hanya muncul untuk sekejap, meninggalkan asap dan lenyap tanpa bekas.
Dia jatuh berlutut kemudian menatapku dengan mata sedih.
"Itu yaitu {Flame} milikku. Tak peduli berapa kali saya mencoba....itulah hasilnya"
Akhirnya, tanpa bisa menahan lagi, tetesan mulai merembes dari sudut matanya.
Emilia memegangi pundak gadis ini sambil melihatnya. Sedangkan Reus menatapku seolah dirinya lah yang mencicipi penyesalan.
"Sirius-sama...."
"Aniki...."
Keduanya seolah mengemis untuk meminta sesuatu.
Kesampingkan Emilia, meski Reus gres saja bertemu dengannya, ia sangat mengkhawatirkan gadis itu. Kakak beradik ini sudah tumbuh dengan sangat baik.
Terus terang....aku mengetahui penyebabnya.
Namun, saya masih ragu apakah harus mengatakannya atau tidak. Ini bukan sesuatu yang perlu dipublikasikan. Selama kamu terus melatih atributmu yang asli, suatu hari kamu mungkin akan di hargai.
"Bisakah Sirius-sama membantunya?"
"Aku tidak tahan melihat ini....Aniki"
Tatapan mereka begitu menusuk
Haahh....aku terlalu memanjakan para siswaku. Aku tidak punya pilihan selain memutuskannya sekarang.
Aku tidak tahu apakah ia sudah menyadari ini atau tidak, sehabis memastikan tak ada orang lain disekitar, mulutku berucap.
"Reese....kau bisa melihat roh, kan?"
☆☆☆Chapter 29 berakhir disini☆☆☆
>Catatan Penerjemah : Entah knapa saya pusing mikirin artian yg cocok buat Irregular (Rettousei) -_-
Ke Halaman utama World Teacher
Ke Chapter selanjutnya
Sumber http://ifunnovel.blogspot.com/
Diterjemahkan oleh
[Kata aslinya itu Irregular (rettousei) tapi saya gak bisa mikir arti yg pas -_- ]
Bagian 1
"Rasakan ini, Tak kompeten!!"
Seseorang tiba mengayunkan turun pedang kayu dari belakang, saya mengelak dengan satu kali langkah mundur dan berputar setengah lingkaran. Tatapan kamipun bertemu.
Mungkin ia mengira akan tidak mungkin untuk menghindari serangan mengendap-endap dari belakang. Wajahnya diwarnai dengan kejutan dikala kepalan tinjuku meresap ke dalam perutnya.
"Gahkg?! I-Ini...."
Sebelum orang itu terjatuh, saya mengambil langkah selanjutnya.
Aku memungut pedang kayu laki-laki itu dan melemparkannya ke orang lain pada dikala bersamaan, namun orang tersebut berhasil membelokkan pedang kayu yang dilemparkan secara reflek. Ketika fokusnya mulai beralih padaku, saya bergerak kesamping dan berpindah ke belakangnya sambil tetap menjaga jarak semoga tetap pendek. Pihak lain pun kehilangan pandangannya terhadap diriku.
"Hei, saya di sini"
Aku menekan gerakannya dengan melingkarkan lenganku pribadi ke leher. Ini bukan klarifikasi yang akurat, namun akan lebih gampang dimengerti jikalau saya digambarkan sedang membuat seseorang tersedak.
Di keadaan ini lawan tak bisa lepas dengan mudah, bahkan dalam masalah yang lebih ekstrim akan lebih tidak mungkin lagi untuk bisa lolos. Misalkan jikalau kedua kakinya terjegal, tapi kali ini saya hanya menangkap lehernya. Lama-kelamaan ia niscaya akan lebih memberontak, jadi semoga dirinya mengerti saya mulai berbisik ditelinganya.
"Apa kamu ingin berhenti?"
Meski mau menjawab, laki-laki ini tak bisa berbicara apapun lantaran lehernya yang tertahan, ia kemudian mangangguk-anggukan kepala sedikit. Ngomong-ngomong, kedua petugas disisi lain membuat keributan dengan berteriak bahwa saya pengecut dan sebagainya, hanya saja mereka tidak bertindak sama sekali. Pengecut ya....Aku ingin mengembalikan kata itu kepada mereka.
"Jika kamu ingin saya berhenti, ketuk tanganku dua kali. Tapi---....."
Sebelum mulutku selesai berucap, tanganku sudah diketuk. Oi oi, kemenangan serasa sia-sia lantaran kamu tidak terlalu menantang. Sesuai janji, saya melepaskan apitan lenganku. Dia kemudian tertawa sambil menoleh ke belakang.
"Kau bodoh---Owaaa?!?!"
Sebelum sempat mengayunkan pedang kayunya lagi, saya membuatnya jatuh dengan sapuan kaki. Kau meremehkanku lantaran mengira saya takkan pernah memprediksi itu. Selanjutnya, saya mengambil pedang kayunya yang tergeletak di tanah, dan menyodorkannya ke wajah orang yang terjatuh.
"Hiii?!"
Tentu saja, saya tidak menusuk dengan serius. Pedang ini menembus ke tanah tepat di sebelah matanya, menggores kulit sedikit. Bilahnya setengah terkubur di tanah, ia akan mengerti apa yang akan terjadi jikalau saya menusukkan ini dengan kekuatan penuh. Misalnya, jikalau pedang kayu ini mengenai kepalanya langsung, tak peduli apakah ini pedang kayu atau bukan, kehidupannya akan lenyap seketika.
"....Takkan ada lain kali"
"A....AAAAHHH?!?!...."
Mengatakan itu sambil menatapnya, saya bisa melihat bola matanya berputar menjadi putih dan pingsan lantaran ketakutan. Mungkin terlalu berlebihan, tapi rasa takut cenderung membuat lawan yang kolot memahami ini lebih jelas. Rasa takutnya memang akan memudar seiring berjalannya waktu, hanya saja ia takkan sadar untuk sementara.
"Orang ini....apa ini sungguhan?"
"Oi, bagaimana dengan kalian?"
Karena dua petarung mereka tak bisa melanjutkan, sisa kemenangan kedua hampir petugas lenyap begitu saja. Ketika saya mendekat sambil tersenyum, keduanya gemetar oleh kekesalan.
"Sementara saya menahannya, gunakan sihirmu!!"
"Baiklah!!"
Oi, oi, mengucapkan rencanamu begitu santai dihadapan lawanmu?
Selagi diriku takjub, salah seorang petugas berbegas kemari dan menyerang, namun saya menghindarinya dengan mudah. Aku bisa mengincar kelemahan pada perut yang celahnya terbuka lebar, hanya saja kurasa saya akan mendidik kalian sedikit. Sekalipun kamu bangsawan, sihir tak boleh dipakai secara berlebihan di sekolah....ya kan?
"Ayoooo!!! Apa yang terjadi dengan kekuatan itu sekarang, haa?"
Meski seorang bangsawan, kurasa ia punya pengalaman lantaran gerakannya tidaklah buruk.
Sambil berusaha menghindar setipis mungkin, saya mengingat ini seperti pertempuran antipersonel. Kemudian, anak di belakang akibatnya telah selesai memantrai.
"Lepaskan panah api....{Flame Arrow}, pergi! Habislah kau!!!"
{Flame Arrow} dan [Flame Lance] merupakam sihir atribut api tingkat menengah. {Flame Arrow} yaitu api tipis yang mempunyai panjang kira-kira 50 sentimeter, namun kekuatannya rendah. Jika dipakai dengan buruk, ini bisa menyebabkan efek serius ibarat luka bakar dan benturan, jadi bukan sihir yang bisa dipakai dengan santai. Karena panah yang ia lepaskan menuju pribadi ke arah sini, ia kemudian mengisyaratkan semoga rekannya menghindar.
"Aku menger---guaa?!"
---Hanya saja, saya menangkap kerah orang yang hendak tiarap dan melemparkannya ke arah {Flame Arrow}.
"Be-Berhenti!!!!"
"Aahh?!?!"
Tangan yang melambai ke bawah itu takkan bisa berhenti. Seorang petugas dan {Flame Arrow}-pun bertabrakan di udara, dengan efek pribadi diiring bunyi ledakan kecil, anak itu berguling-guling ditanah. Nah ini sebagai pelajaran, jikalau kamu menggunakan sihir secara serampangan, itu mungkin akan meleset dan malah mengenai temanmu sendiri....yah, begitulah.
Jika ini yaitu pakaian biasa, hal itu akan menyebabkan luka serius. Namun, baju yang disediakan oleh sekolah kami begitu kokoh dan mempunyai ketahanan yang sangat bagus terhadap sihir. Sedangkan untuk {Flame Arrow}, luka bakar dan memar kurasa cukup untuk menyadarkan mereka.
"Brengsek!!! Aku memohon, kekuatan besar yang berfungsi sebagai inkarnasi api...."
"Haa?"
Apa yang kamu pikirkan? Tak ada lagi penyerang garis depan atau apapun yang bertugas sebagai tamengmu. Apa kamu membuat ini ibarat dagelan lantaran terlalu panik? Aku kemudian berdiri di depan petugas yang nampaknya masih mengantuk itu dan memukul pipinya pelan.
"Geh?! Apa yang kamu lakukan?!"
"Tidak, hanya saja kamu penuh dengan celah"
"Berisik!! Jatuhlah, Tak Kompeten!!"
Karena mantranya terputus, ia mengayunkan tinjunya, akupun menghindar dengan ringan. Kupikir ia akan mendatangiku lagi, namun ia malah mulai mengucapkan mantra untuk kedua kalinya.
"Aku memohon, penjelmaan api....buuu?!"
Tentu saja mantrannya terhenti. Karena tamparanku sedikit lebih kuat, ia terhuyung-huyung dan hampir roboh.
"Si-Sialannn...."
"Ada banyak celah....apa kamu bodoh?"
"Berisik! Jika sihirku berhasil mengenaimu, kamu akan...."
"Ini yaitu dampak, {Impact}*"
[Shokugeki yo, {Impact}]
Sebuah peluru kejut meluncur menggores pipinya, dan menusuk pohon di belakang. Ketika ia menengok kesana untuk mencari asal bunyi kehancuran itu, wajah yang awalnya merah padam kini menjelma pucat pasi.
"Lain kali saya takkan melenceng. Berikutnya yaitu perut....atau mungkin saja wajah"
"K-Kau....Apa kamu kira bisa melaksanakan hal ibarat ini dan lolos begitu saja?"
"Eh? Bukankah kita sedang bertarung? Dan menurutmu apa yang akan dilakukan oleh Mark, master kalian, jikalau ia tahu perihal situasi ini?"
Karena ia tahu huruf Mark, maka akan bisa dimengerti. Jika situasi ini dilaporkan, kamu akan dihukum. Dan jikalau kepala keluarga yang mengetahuinya, posisimu akan terancam.
"Mula-mula, bagaimana kamu akan menjelaskan insiden ini? 'Aku bersama rekan-rekanku yang bersenjata menantang si Tak Kompeten yang tak bersenjata'....seperti itu?
"Guh....gugu...."
"Jika apa yang terjadi di sini menyebar, posisimu akan sangat jatuh. Para aristokrat akan menertawakan kekalahanmu oleh seorang Tak Kompeten, bahkan rakyak jelata akan menjelek-jelekkanmu lantaran masih kalah walaupun menggunakan trik pengecut"
"Si....SIALAANN!!!"
Dia tak mempunyai apapun untuk membalas, hanya bisa memukulkan tinjunya ke tanah dengan lemah. Karena ia benar-benar putus asa, saya akan menyebut ini sebagai kemenangan gemilang.
"Kalau begitu, saya permisi dulu. Aku tidak mempunyai kebiasaan untuk mengembangkan rumor, tapi akan kupastikan kekalahan kalian ini semoga tidak bocor"
Aku memunggungi mereka dan kembali ke tujuan semula. Untuk berjaga-jaga, saya memusatkan kewaspadaan ke punggungku, tapi mereka tidak mengejar dan hanya terdiam.
☆☆☆☆
Sambil mendorong cabang-cabang pohon ke samping untuk kembali, saya melihat Emilia berlari dijalan menuju pondok berlian. Ketika ia menyadari keberadaanku, ia melesat dengan ekornya yang melambai-lambai menuju kemari.
"Sirius-sama! Apa yang kamu lakukan di daerah ibarat ini?"
"Hanya berjalan-jalan sebentar....Emilia juga, apa semuanya baik-baik saja?"
"Ya, lantaran Reese telah kembali ke asrama, saya menjelaskan isi dari upacara masuk tadi"
Dia berbaris di kiriku, kamipun menuju ke Pondok Berlian bersama. Jika dilihat lebih dekat, di sedang membawa tas besar yang berbeda dari sebelumnya. Disaat ia mengetahui tatapanku, gadis ini mulai memperlihatkan potongan dalamnya.
"Ini yaitu pakaian pelayan"
"Yah, jadi....kenapa pakaian pelayan?"
"Karena ini merupakan pakaian formal untuk melayani Sirius-sama. Bagiku, ini yaitu pakaian tempur"
Dengan kata lain, begitu hingga di Pondok Berlian ia akan berganti menjadi pakaian ini, dan kemudian berganti lagi ke seragam sekaligus jubah sekolah dikala kembali ke asrama siswa. Tidak heran....tidak, ini mungkin merupakan kebanggaannya sebagai petugasku. Ayo kita hormati itu.
"Anikiii!!!"
Reus juga menyusul dalam perjalanan dan kami berkumpul dalam gugusan yang biasa. Dia berbaris ke kananku dan tampak bahagia sambil memegang pedang kayunya.
"Aku sudah berlatih tanding dengan semua orang, tapi sangat sulit untuk tidak berlebihan"
"Mereka tidak terluka, kan?"
"Semuanya baik-baik saja, Nee-chan. Ketika mereka kembali ke asrama, mereka bisa berjalan dengan baik. Ngomong-ngomong Aniki, yang tadi masih belum memuaskan...."
"Aku tahu. Aku akan menjadi lawan tandingmu dikala kita kembali"
"Seperti yang dibutuhkan dari Aniki!!"
Di sinari oleh mentari terbenam, kami berjalan ke Pondok Berlian diiringi bayangan kami yang memanjang.
Sepertinya insiden penyeranganku ini telah belakang layar menutup tirainya---....tidak, topik itu masih berlanjut.
☆☆☆☆
Bagian 2
Keesokan harinya, sambil menunggu guru di kelas pagi, Mark masuk ke kelas sendirian, mendekat kemudian menundukkan kepala tepat dihadapanku. Sementara lingkungan menjadi mulai berisik, saya memintanya untuk mengangkat kepala dan menanyakan alasannya.
"Sungguh....aku sangat menyesal"
"Tidak, saya mengerti. Tapi daripada meminta maaf, saya ingin kamu menjelaskan situasinya padaku terlebih dahulu"
"Ah, hal pertama yang seharusnya kukatakan semenjak dikala itu, kurasa saya sudah memahaminya. Namun, mereka tetaplah petugasku"
Kudengar, kedua orang itu dibawa ke ruang perawatan lantaran sempat dicari. Mark begitu terkejut ketika ia mengetahui salah satu petugasnya mendapatkan luka bakar dan menanyakan alasannya. Dia dengan paksa menginterogasi kedua anak yang enggan, dan terkejut ketika mengetahuinya.
Bagi mereka yang tergabung dalam keluarga Holtia, sangatlah memalukan untuk menantang seorang rakyak biasa, seorang anak, sekaligus seorang tanpa warna dengan beberapa orang. Dia tidak tahu lagi kemana ia harus menghempaskan kemarahannya. Pada akhirnya, emosi Mark mencapai titik dimana ia tak peduli pada mereka lagi.
Dia berkata telah mengirim pesan ke rumahnya di Elysion pada hari yang sama, dan melaporkan semuanya, termasuk tindakan tercela mereka di masa lalu. Mereka pun dipanggil pagi-pagi sekali dan menunggu pengasingan bersama orang renta masin-masing. Itulah sebabnya ia sendirian hari ini.
"Setiap hari bertingkah ibarat itu. Dengan reputasi buruk ini, saya tidak bisa lagi menutupi kekecawaanku lagi dan memutuskan melepaskan mereka"
"Tindakanmu jelas-jelas dibenarkan. Namun, ini tampaknya tanggapan atas kepribadian mereka"
"Aku bersumpah atas nama keluargaku, bahwa saya berjanji akan mencegah insiden yang sama terulang kembali. Mereka sudah dikirim ke daerah yang jauh untuk bekerja secara sukarela. Setidaknya, mereka tidak akan berada di kota ini lagi"
"Kalau begitu, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Benar kan?"
"Sekali lagi, saya sangat menyesal. Namun, begitu melegakan lantaran Sirius-kun tidak terluka. Sebenarnya, saya ingin memberi sesuatu sebagai bentuk undangan maaf. Apa ada hal yang kamu butuhkan? Jika itu uang, saya akan menawarkan uang sakuku sendiri"
Mark mulai merogoh sakunya dan menumpuk koin emas di depanku. Hentikan! Hentikan!! Permintaan maafmu sudah cukup!! Dengan panik, saya menghentikan tindakannya dan mengembalikan koin-koin itu.
"Karena saya tidak terluka, semuanya baik-baik saja. Jika kamu bersikeras ingin meminta maaf....anggap saja ini sebagai hutang"
"Hutang?"
"Yah, jikalau saya tertimpa duduk masalah lagi yang bekerjasama dengan para bangsawan, saya ingin kamu membantuku, tentu saja dalam rentang yang bisa kamu lakukan. Tapi, kalau itu terlalu berlebihan, saya akan melupakannya"
"Huhu....alangkah baiknya. Biarkan saya mengulurkan tangan jikalau saya bisa melaksanakan itu"
Aku berjabat tangan dengan Mark. Cerita inipun akibatnya benar-benar berakhir.
☆☆☆☆
Kesampingkan itu....aku mengetahui kabar ini di awal masuk sekolah. Sepertinya ada rumor bahwa saya yaitu orang yang bisa membuat para aristokrat menundukkan kepala dan mengambil uang mereka secara paksa.
Selain itu....
""""""Selamat pagi, Aniki*! Oya-bun!""""""
[Aniki disini maksudnya si Reus. Sedangkan oya-bun untuk Sirius]
"Oh!! Selamat pagi!!"
Semua ras hewan yang berlatih tanding dengan Reus kemarin telah terlempar, dan kini mereka menjadi bawahannya. Apa-apaan ras hewan ini? Apa kalian bodoh?
Aku bahkan tidak melaksanakan apapun. Kuharap anak ini bisa mengurus hal itu, jikalau perlu tanpa disuruh.
"Mengerti, Aniki. Aku akan membuat mereka babak belur hingga takkan ada lagi yang mau jadi bawahan"
Tidak, ini dan itu berbeda, namun entah kenapa saya mempunyai firasat bahwa ia bisa melakukannya.
Tak berapa usang kemudian, sebuah faksi disekolah yang berjulukan Kelompok Berlian akibatnya terbentuk. Malangnya, saya berperan sebagai Taishou*....hanya saja, lebih baik lagi jikalau mereka tidak hingga melaksanakan itu. Tidak, sungguh....
[Jenderal perang XD ]
☆☆☆☆
Tiga haripun berlalu semenjak diriku memasuki Akademi.
Disini, kegiatan praktek lebih utama daripada berguru teori, tapi itu bukanlah hal yang memilih dirimu ketika sudah lulus. Sekolah hanya menjadi daerah sumbangan untuk individu berlatih hingga akhir....seperti itulah yang dikatakan Rodwell ketika upacara masuk.
Namun, seseorang takkan berkembang jikalau diberikan terlalu banyak kebebasan. Karenanya, mereka diharuskan untuk memutuskan jalan mana yang mereka akan pilih.
Ini juga tergantung pada kebijakan guru wali kelas. Misalnya, dalam masalah seseorang beratribut api, jikalau mereka bisa mengeluarkan sihir {Flame Lance} dan bisa memanfaatkannya, mereka akan mendapatkan sesuatu ibarat sertifikat ketika lulus.
Jika tak bisa melakukannya, atau malah menggunakannya untuk suatu hal buruk. Maka, mereka akan di usir sebelum lima tahun dan tak diperbolehkan mengambil pendidikan di daerah lain.
Seseorang akan mendapatkan perhargaan ketika ia telah mencapai sasaran yang ditetapkan oleh guru wali kelasnya dikala lulus nanti. Untuk itulah mereka akan bekerja keras. Namun....aku sama sekali tidak memperdulikannya.
Tentu saya tiba ke sekolah untuk mempelajari banyak sekali hal. Hanya saja tujuan utamaku yaitu untuk menghabiskan waktu dengan kondusif di daerah terlindung. Entah sedang bepergian atau tidak, kamu bisa mendaftar di Serikat Petualang, yang merupakan kunci untuk mendapatkan honor tetap di usia 13 tahun. Kurasa itu masihlah usang lantaran kini saya masih 9 tahun.
Aku juga akan berusaha semoga pengetahuan dan kemampuanku yang sesungguhnya tidak ketahuan. Sambil berpura-pura polos, saya akan menghabiskan durasi 5 tahun ini. Jika 5 tahun sudah terlewati, dalam masalah terburuk, takkan ada duduk masalah bahkan kalau saya keluar.
☆☆☆☆
Dan, di pelajaran pagi.
Magna-sensei menjelaskan perihal dasar-dasar sihir. Sementara siswa-siswi lain berfokus untuk mendengarkan, saya malah menulis diatas kertas.
Aku mengetahui dasar-dasar sihir hingga batas tertentu dari buku. Sejujurnya, ini terkesan gila. Sihir merupakan suatu hal yang tidaklah masuk akal, jadi mendengarkan klarifikasi sensei yaitu tindakan yang tidak perlu. Oleh lantaran itu, saya mempelajari gugusan bundar sihir secara belajar sendiri semoga bisa memanfaatkannya seefisien mungkin.
Reus juga dalam situasi yang sama di mana ia sedang melaksanakan latihan berimajinasi. Sedangkan Emilia juga sedang menulis sambil terlihat mempertimbangkan banyak sekali cara untuk membuat sihir angin baru.
Memang sangat tidak sopan lantaran kami tidak mendengarkan pelajaran dari Magna-sensei hingga kelas pagi berakhir. Setelah itu, kami berkumpul di kantin ibarat biasa dan makan siang bersama.
"Aku sudah ketagihan dengan kuliner Aniki dan Dee-nii. Tapi kuliner disini ternyata juga lezat"
"Kau benar, Reus. Mungkinkah bahannya berbeda?"
"Hmmm....Seperti yang katakan Emilia, daging ini agak berbeda"
Irisan daging ini sudah tepat dan sangat empuk. Hal yang disayangkan yaitu banyak minyak dagingnya yang terbuang hingga membuat rasanya berkurang. Sambil berpikir bahwa kokinya tidak terlalu terampil, kami selesai makan siang.
"Haruskah kita bertanya kepada kokinya jenis daging apa yang ia gunakan? Aku pikir dagingnya lebih enak direbus daripada dipanggang"
"Hore!! Aku mengharapkan kuliner gres dari Aniki!!"
"Aku juga menantikannya---Ah....bukankah itu Reese? Hai, Reese!"
Emilia mengangkat bunyi dikala melihat kenalannya, tapi orang yang dimaksud terlihat begitu jauh. Kantin ini cukup luas, ditambah lagi ada banyak orang yang saling melemparkan obrolan. Suaranya tidak akan hingga jikalau ibarat ini.
"Ada apa? Kau menemukan Reese?"
"Aku menemukannya, tapi entah kenapa ia terlihat agak murung. Padahal pagi ini ia baik-baik saja...."
"Jika kamu menghawatirkannya, lebih baik kamu menghampirinya. Masih ada waktu pada istirahat makan siang"
"Terima kasih banyak, Sirius-sama. Aku akan pergi"
Karena saya tidak tahu ibarat apa penampilan anak berjulukan Reese ini, saya mengikuti sosok Emilia untuk memeriksanya. Sayangnya, dalam sekejap saya telah kehilangan pandangan lantaran keramaian.
"Aku bisa mengenalkan temanku segera. Tapi saya juga belum berkenalan dengan sahabat Nee-chan"
Tidak, itu bukan teman, melainkan bawahan. Hanya kamu yang menganggap mereka teman.
"Aku juga belum. Mungkin Emilia akan memperkenalkannya pada kita"
Beberapa menit kemudia Emilia kembali, tapi sayangnya hanya ia sendiri yang datang. Sebelum pergi ia dipenuhi oleh senyuman, namun kini gadis ini tampak gelisah.
"Sirius-sama...."
"Wajahmu suram, apa yang terjadi? Kalian bertengkar?"
"Tidak, bukan begitu. Sebenarnya, Reese tampaknya bermasalah. Ketika mendengarkan ceritanya, tanpa berpikir panjang saya pribadi memberitahu semoga ia berkonsultasi dengan Sirius-sama. Aku telah bertindak egois tanpa izin dari master, saya sangat menyesal"
"Kau tidak perlu khawatir perihal itu. Apakah sulit untuk menyampaikan masalahnya di sini?"
"Ya, ia ingin membicarakannya di daerah di mana hanya ada sedikit orang. Apa itu boleh?"
"Aku akan mendengarkannya. Jika berbicara perihal daerah yang sepi, itu yaitu Pondok Berlian. Bagaimana kalau kamu mengundangnya kesana sehabis pulang sekolah?"
Emilia yaitu anak yang peduli dengan orang lain. Aku ingin membantu jikalau bisa.
Pondok berlian yaitu daerah tinggalku yang belum pernah dikunjungi siapapun kecuali kedua bersaudara. Inilah daerah yang tepat untuk membicarakan sesuatu yang kamu tak ingin bocorkan kepada orang lain.
"Terima kasih banyak. Aku akan memberitahunya untuk segera datang"
Wajah gelisahnya menghilang, dan ia kembali ke arah Reese berada sambil tersenyum. Meski isi konsultasi belum terdengar, ia membuat wajah seolah semuanya telah terpecahkan.
"Baguslah, Nee-chan. Jika kita mempercayakan ini pada Aniki, itu sama saja dengan hampir selesai"
"Kalian, andai ini duduk masalah unik para perempuan, misal konsultasi perihal hal romantis atau pembicaraan para gadis. Aku takkan bisa berbuat apapun, kamu tahu?"
"Karena ini yaitu Aniki, maka tidak apa-apa!"
Atas dasar apa kamu menyampaikan begitu? Jika perihal fisiologi perempuan yang diperbincangkan, saya mungkin hanya akan terlihat sebagai orang mesum. Kalau dipikir-pikir, kamu bisa menyampaikan itu lantaran saya mempunyai pengetahuan dalam bidang medis, tapi....ini bukan alasan untuk mengobrolkan hal semacam itu.
Setelahnya, ketika saya sedang berbicara dengan Reus perihal cara bertempur sambil menghabiskan waktu, Emilia kembali seusai membuat kesepakatan untuk bertemu.
"Kelas Reese yaitu kelas Aion, jam pelajaran mereka agak tertinggal dengan kita, jadi saya membuat kesepakatan untuk bertemu di perpustakaan"
"Itu bagus. Istirahat makan siang akan segera selesai, haruskah kita kembali ke kelas?"
Dengan begitu, kami telah membuat kesepakatan bertemu dengan Reese. Istirahat makan siangpun berakhir.
☆☆☆☆
Kelas dari siang hari yaitu pelajaran keterampilan praktek.
Pergi keluar dari kelas, semua orang memperlihatkan sihir terbaik mereka. Hanya saja hampir semua siswa yaitu penyihir ditingkat pemula. Terlepas dari diriku yang merupakan orang asing, para aristokrat dan jelata sanggup mengaktifkan sihir dengan cukup hebat.
Sementara itu, Mark melepaskan sihir {Flame Lance}, memperlihatkan perbedaannya dengan orang lain ke lingkungan sekitar. Meski ia mungkin mempunyai talenta semenjak awal, ia merupakan orang yang memperoleh hasil yang kini berkat perjuangan sendiri. Dia tampaknya terus berlatih tanpa terganggu oleh kekaguman dari sekitar.
"Mark, kamu menakjubkan. Untuk menggunakan sihir keren sejauh itu, niscaya disebabkan oleh banyaknya latihan"
"Tidak sehebat itu. Aku pikir Sirius-kun lebih menakjubkan. Sungguh luar biasa lantaran kamu bisa menggunakan semua atribut di umur ini meski tanpa bakat"
Ada waktu dimana saya mengaktifkan sihir semua atribut menggunakan bundar sihir lantaran undangan Magna-sensei. Dengan sengaja menunjukkannya, nampaknya guru menginginkan diriku bisa menjadi teladan hasil dari perjuangan keras, bahkan jikalau kamu tak berwarna atau tidak berbakat. Jika mereka sadar kalau diri mereka kalah dalam atribut terbaik masing-masing, itu akan membuat harga diri mereka jatuh. Fakta itu akan memotivasi setiap orang semoga lebih mengembangkan diri.
"Itu yaitu hasil lantaran mempunyai pendukung yang disebut Peralatan Sihir. Jika tidak, saya bahkan takkan bisa mengaktifkan sihir pemula dengan benar"
"Kau bisa pribadi mengaktifkan sihir begitu selesai menarik polanya. Aku pernah melihat teknisi sihir lainnya, tapi belum pernah menyaksikan orang yang melaksanakan improvisasi ibarat dirimu"
"Begitukah? Sayangnya saya tidak tahu lantaran belum pernah melihat teknisi sihir lainnya"
Aku jadi ingin ia memberi tahuku perihal teknisi gugusan sihir itu. Sementara kami berdua mengobrol, sorak sorai disisi lain meningkat ketika dua siswa terlihat melepaskan sihir secara berurutan.
"Wahai angin, robeklah. {Air Slash}"
"Nyalakanlah api mengelilingi tinjuku. {Flame Knuckle}"
Sebagai sentra perhatian, kedua bersaudara menggunakan sihir yang mereka pakai dikala wawancara. Targetpun porak-poranda sehabis terkena pisau angin dan tinju api. Sementara orang lain tercengang, mereka dengan gembira melambai padaku.
"....Hebat. Tidakkah Sirius-kun besar hati mempunyai petugas ibarat mereka?"
"Yah. Aku mempunyai dua orang yang lebih dari layak untuk diriku"
Kedua bersaudatara dikelilingi oleh sahabat sekelas mereka dan ditanyai perihal sihir barusan. Aaah....omong kosong. Aku bisa membaca kemana arus insiden ini akan pergi.
"Sungguh menakjubkan! Bagaimana kamu bisa mengaktifkan sihir ibarat itu?"
"Mantranya sangat singkat. Ini juga pertama kalinya saya melihat sihir Reus, siapa yang mengajari kalian?"
"Tentu saja, master kami. Sirius-sama"
"Wajar saja jikalau kami berhasil lantaran menjadi siswa aniki. Bahkan ilmu pedangku juga diajarkan olehnya"
"Hebat! Sirius-kun, kami juga ingin menjadi siswamu---....ehhh?"
Aku sudah lenyap.
Terdapat guru yang sesungguhnya didepan kalian, jadi saya meminta maaf. Mula-mula, latihanku tidaklah normal. Makara saya tidak yakin apakah ini bisa dipelajari oleh orang biasa atau tidak. Dalam masalah kedua bersaudara, mereka tidak mempunyai pilihan lain selain menjadi kuat. Untuk itulah mereka sama sekali tidak mengabaikan perjuangan demi mencapai tujuan.
Disaat sahabat sekelas mencariku, Reus tampaknya mengingat sesuatu dan menceritakannya pada semua orang.
"Ah. Tapi, latihannya sangat sulit. Misalnya, di pagi hari...."
Berlari pagi pagi sekali. Makan kemudian berlari. Berlari seusai belajar....Setelah berbicara perihal isi latihan pada dikala berada di rumah yang dulu, rona wajah sahabat sekelas kami menjelma biru dan mengalah berguru padaku. Itu memang reaksi masyarakat pada umumnya, kedua bersaudara yang tidak normal hanya bisa memiringkan kepala.
Mereka mempunyai bakat, itulah yang biasanya kamu pikirkan.
Namun....kekuatan kedua anak ini bergotong-royong berasal dari upaya tanpa henti.
☆☆☆☆
Sekolah hari inipun berakhir, kami kemudian hingga di perpustakaan.
Ini merupakan kota metropolitan satu-satunya di benua, tak heran jikalau perpustakaannya sangat luas dengan banyak materi. Sejumlah buku tersebar pada rak yang tinggi untuk dilihat. Meski teknologi penjilidan masih belum berkembang jauh, saya pikir bagus untuk mengkompilasi semua buku ini.
Sangatlah tidak mempunyai kegunaan jikalau melewatkan berguru disaat kami telah memasuki sekolah dengan perjuangan keras. Itu sebabnya, ini sudah menjadi rutinitas sehari-hari dimana saya kemari ketika sekolah berakhir sebelum diriku kembali ke Pondok Berlian.
Inilah daerah yang cocok untuk pertemuan. Hanya saja, kelas Aion cenderung mempunyai durasi pelajaran yang lebih lama. Makara saya menghabiskan waktu sambil membaca buku.
"Sirius-sama, kita akan segera bertemu Reese"
Ketika membaca sebuah potongan yang menarik sambil mencatatnya, Emilia menyampaikan itu dan berdiri dari daerah duduk. Hmmm, apakah sudah waktunya? Aku mulai merapikan diri dikala mengalihkan pandangan ke arah Reus.
"Aniki, saya mempunyai {Flame Knuckle}. Tapi, menurutmu bagaimana saya bisa mengaktifkan {Flame Lance} yang kulihat hari ini?"
"Oh, kamu sungguh memperhatikan itu dengan teliti ya....ah, lakukan saja sambil membayangkan api yang terbang"
"Membayangkannya begitu sulit. Tapi kenapa Aniki bisa begitu lancar ketika melakukannya?"
"Itu sebuah rahasia"
Ini lantaran di kehidupan dulu, saya pernah melihat dan menggunakan hal yang sebenarnya.
Reus ibarat belum dewasa yang gelisah (sebenarnya saya juga anak kecil), tapi ia tidaklah kolot lantaran sempat mendapatkan pendidikan dari kaa-san dan diriku. Jadi, memahami isi suatu buku bukanlah hal yang sulit untuknya. Hanya saja....dia terlalu menonjol dibidang pedang, masuk akal baginya untuk dilihat sebagai orang idiot. Karena termakan oleh Lior juga, saya pikir akan lebih baik untuk memberinya pelajaran sedikit lebih banyak ketika saya mempunyai waktu.
Perpustakaan merupakan daerah terlarang untuk menggunakan sihir. Sambil melihat Reus yang sedang melaksanakan training imajinasi dengan buku mantra api disatu tangan, Emilia tiba kembali bersama seseorang.
"Sirius-sama, saya akan mengenalkannya. Namanya yaitu Reese, ia yaitu sahabat sekamar sekaligus sahabat yang seumuran denganku"
"Se-Senang bertemu denganmu. Namaku Reese"
Seperti yang dijelaskan oleh Emilia, ia yaitu seorang gadis bagus dengan rambut biru mengkilap yang memanjang hingga ke pinggang. Itu merupakan gaya rambut yang agak sederhana, namun masih melengkapi kemanisannya. Matanya menjiplak Aquamarine, murni sekaligus transparan. Hidung dan mulutnya juga berfitur bagus. Dia niscaya akan menjadi sangat bagus dimasa depan.
"Sama juga disini, bahagia bertemu denganmu. Kau mungkin sudah pernah mendengar ini dari Emilia, tapi akulah Sirius"
"Aku Reus"
"Ya, saya mendengar itu dari Emilia setiap hari bahwa kamu yaitu orang yang sangat luar biasa"
"Aku pikir ini agak berlebihan. Namun jikalau menurutmu itu merepotkan, katakan saja kapanpun"
"Tidak, malah saya bahagia lantaran bisa mendengarkan banyak kisah yang menarik....Ah, maafkan aku. Apakah kamu di tengah-tengah membaca? Aku tidak keberatan menunggu hingga kamu selesai. Lanjutkan saja"
"Oh, tidak apa-apa. Lagipula, saya sudah selesai"
Alasan obrolan semacam ini muncul mungkin lantaran ia melihat buku dan kertas memo yang tersebar. Dia sangat perhatian, gadis baik yang bisa memahami suasana.
Yang saya lakukan hanyalah hobi untuk melewatkan waktu. Takkan duduk masalah bahkan jikalau berhenti ditengah jalan, ayo kembalikan ini ke rak dengan cepat.
Ketika melakukannya, Reese sempat melihat judul buku-buku ini dan terkejut. Namun, kenapa ia terkejut?
"Kalau begitu, lantaran tidak akan ada orang lain kecuali kita, ayo pergi ke Pondok Berlian. Apakah Reese tidak keberatan untuk mengikutiku, yang merupakan orang asing?"
"Aku tidak khawatir lantaran kamu yaitu master Emilia. Lagipula, ia tidak akan menyarankanku ibarat ini jikalau kamu bukan orang yang baik"
"Kalau soal laki-laki, saya juga di sini, kamu tahu?"
"Reus-kun....kan? Kau merupakan saudara Emilia jadi saya tidak cemas"
"Begitu kah? Hei, lantaran kamu seumuran dengan Nee-chan, apa boleh saya memanggilmu Reese-ane?"
"Tidak apa-apa. Huhu, ini ibarat saya mendapatkan adik laki-laki"
Dia tanpa ragu menawarkan senyuman sederhana. Tampaknya gadis ini sungguh mempercayai kami. Kesopanan itu memperlihatkan bahwa ia mempunyai hati yang sangat lembut lantaran tidak membedakan dengan siapa ia berhadapan, entah ras hewan atau bukan....seperti hati pemaaf Emilia.
"Karena harus menurunkan bunyi jikalau berbincang di sini. Bagaimana kalau kita pergi Pondok Berlian?"
"Benar sekali. Reese tidak keberatan kan?"
"Tidak apa-apa"
"Kalau begitu, ayo pergi!!"
☆☆☆☆
Bagian 3
Kami terus menapaki jalan gunung bersama Reese menuju ke Pondok Berlian. Sementara itu kami telah selesai memperkenalkan diri kepadanya.
"Apakah Reese-sama seorang bangsawan? Aku sangat meminta maaf lantaran tidak menggunakan sebutan kehormatan beberapa dikala yang lalu"
"Ah, tidak apa-apa! Aku tidak begitu peduli dengan hal semacam itu dan jangan keberatan untuk berbicara normal denganku. Hanya baru-baru ini saja saya menjadi seorang bangsawan, saya malah lebih terbiasa dengan menjadi jelata, jadi saya akan bahagia jikalau kamu memperlakukanku begitu"
Ucapan sopan yang bagus dan sikap yang elegan seolah bangsawan. Tapi ternyata ia merasa harus melakukannya lantaran perpindahan posisi*.
[Dia mencoba bertindak ibarat aristokrat lantaran perubahan status mendadak]
"Dengan kata lain, seorang aristokrat yang berasal dari rakyat jelata? Aku kira kamu sudah tertimpa banyak sekali hal"
"Ada banyak yang terjadi. Sebelumnya, saya tinggal di sebuah desa bersama ibuku. Tapi, sehabis ibu meninggal lantaran penyakit setahun yang lalu, seseorang tiba dan mengaku sebagai utusan ayahku. Dia kemudian membawaku Elysion. Disaat itulah saya pertama kali diberitahu bahwa ibuku yaitu seorang selir bangsawan. Dan ketika menyadarinya, saya telah menjadi anggota bangsawan"
"Hei hei, apa boleh memberitahuku, seseorang yang gres saja kamu temui? Lagi pula, apa boleh untuk tidak terlalu formal?"
"Aku sudah berbicara dengan Emilia sebelumnya, jadi tidak apa-apa. Cara berbicaraku ini yaitu berkat pendidikan ibuku jadi jangan terlalu khawatir. Kalau dipikir-pikir lagi, kupikir ibu yang ketat padaku lantaran untuk mengantisipasi hal ini"
"Aku minta maaf. Itu membuatmu mengingat hal-hal perihal ibumu"
"Karena sudah terang sekarang, tidak masalah. Selain itu, dibandingkan dengan Emilia dan Reus-kun....aku...."
"Apa kamu membicarakannya, Emilia?"
Ketika saya melihat Emilia yang berada di sebelah, ia bertingkah ibarat anak kecil yang menyembunyikan rahasia dan menggantungkan kepalanya. Apa menurutmu saya akan murka lantaran kamu berbicara egois? Ketika saya berpikir untuk tidak menggalinya lebih dalam, Reese mencoba melindunginya dengan tergesa-gesa.
"Tolong tunggu! Emilia hanya membicarakan masa lalunya. Dia tidak membahas apapun kecuali membual perihal Sirius-kun. Tolong jangan marahi dia!"
Gadis ini menilainya dari samping, mengira bahwa sedang terjadi duduk masalah antara master dan petugasnya, ia kemudian ikut campur untuk melindungi Emilia. Aku tidak bisa menahan diri ketika memikirkan kebaikan hatinya, mulutku pun melonggar.
"Aku tidak perlu memarahi dia, ya kan? Emilia sudah bisa berpikir dan berbicara untuk dirinya sendiri. Itu tanda bahwa ia bahagia lantaran mempunyai sahabat yang tepercaya, tidak mungkin saya akan memarahinya. Hei, angkat wajahmu kemari"
"Sirius-sama....hehehe"
Meski ia berbicara perihal masa laluku, kata-kata yang akan ia keluarkan takkan berubah. Disaat saya membelai kepalanya, Reus di samping menarik lengan bajuku, akupun juga mengelus kepala anak itu. Ya ampun, begitu manjanya.
"Fufu....Sirius-kun, kamu terlihat ibarat ibu daripada master mereka. Aku merasa mengerti alasan kenapa Emilia sangat menyayangimu"
"Yah, maafkan saya lantaran mempunyai belum dewasa hebat di usia ini"
Namun, dari usia jiwaku, mereka memang seolah anak sendiri. Emilia sedikit aib sedangkan Reus mendapatkan semua belaian tanpa khawatir. Aku memperhatikan mereka dengan Reese dan tertawa bersama.
☆☆☆☆
Kami kemudian hingga di kediamanku, Pondok Berlian.
"Anu....kudengar daerah ini yaitu reruntuhan yang telah diabaiakan selama bertahun-tahun"
"Ya, sebelumnya memang reruntuhan. Tapi kami telah melaksanakan banyak sekali hal"
Reese tertegun melihat potongan luar Pondok Berlian.
Rumput liar dan pepohonan yang sebelumnya mengelilingi bangunan, telah terpotong rapi oleh Reus. Dinding dan atapnya yang bobrok sudah dilukis indah menggunakan cat putih. Sumurnya yang juga terbengkalai telah dipulihkan dan dipompa menggunakan sebuah alat sihir.
Penampilannya hampir setara dengan vila aristokrat di tingkat rendah.
Apa yang ia ketahui mungkin ini yang seharusnya yaitu bangunan terbengkalai. Bahkan hingga membuatnya mengira kalau kami tiba ke daerah yang berbeda.
"Jangan melamun begitu, bagaimana kalau masuk dulu? Emilia sudah didalam sana, kamu tahu"
"Y-Ya! Kalau begitu, maaf mengganggu"
"Reese-ane yaitu tamu pertama, kan?"
Ketika pintu masuk terbuka, Emilia yang mengenakan pakaian pelayan berdiri di sana. Dia menyambut kami dengan bungkukan indah.
"Selamat tiba kembali, Sirius-sama, Reus. Dan selamat datang, Reese"
"Ehh! Hah? Beberapa dikala yang kemudian kamu masih mengenakan seragam sekolah....kenapa kini kamu menggunakan pakaian pelayan?"
"Karena saya yaitu seorang petugas. Silakan masuk, Sirius-sama. Ah, Reese juga, ini sandalmu. Aku ingin kamu melepas sepatu dan mengenakan ini dikala masuk ke dalam"
"Y-Ya, saya mengerti. Apakah dihentikan menggunakan sepatu?"
"Itu merupakan aturan di Pondok Berlian yang diputuskan oleh Aniki. Pada awalnya, saya juga keheranan. Tapi begitu kamu terbiasa, ini akan menjadi mudah"
"Karena tidak mengotori lantai, pembersihannya akan gampang dan menghemat waktu ya?"
Untuk menjelaskannya, dunia ini mempunyai kebiasaan menggunakan sepatu bahkan hingga di dalam rumah. Rumah daerah diriku lahir merupakan wilayah ayahku, jadi hal itu serasa wajar. Namun, disini yaitu rumah baruku. Akupun berpikir untuk melaksanakan apapun yang kuinginkan. Salah satunya yaitu melarang pemakaian sepatu.
"Bagaimanapun, selamat tiba di Pondok Berlian. Bagaimana kalau minum secangkir teh dulu?"
"Si-Silakan"
Ini tampaknya membuat Reese tertekan, tirai menuju dunia yang gres baginya telah terbuka.
☆☆☆☆
Di tengah ruang makan, empat orang duduk pada sebuah meja besar daerah dimana mereka menikmati teh hitam. Kami juga menyajikan kue-kue untuk melengkapi program minum teh.
"Ini kuliner ringan....ya kan?"
"Ini disebut kue, Sirius-sama yang membuatnya. Potonglah dengan garpu dan makanlah"
"Ini....kue? Sama sekali berbeda dari apa yang saya tahu!"
"Tidak apa-apa, makanlah! Ini sangat lezat, Reese-ane!"
"Y-Ya....umm?!"
Ketika membawa potongan seukuran satu gigitan ke mulut, wajahnya pribadi berubah dari ekspresi kehati-hatian menjadi dipenuhi senyuman. Dia seolah direndam oleh cita rasa sambil memegangi kedua pipinya.
"Sangat manis....dan lembut....ini yaitu pertama kalinya"
"Semua orang bereaksi sama ketika memakannya! Noel-nee juga begitu!"
"Ini sangat enak. Aku ingin lebih banyak memakannya"
"Jika terlalu banyak, kamu akan gemuk. Ini terasa enak lantaran hanya sesekali dimakan"
Meski begitu, Reese tidak kembali ke kenyataan hingga sehabis selesai makan kue. Akhirnya, ia sadar sehabis menelan potongan terakhir. Kemudian ia merasa aib dan menunduk sambil meminum teh.
"Aku memakan apa yang telah kamu siapkan tanpa berkata apapun....aku minta maaf"
"Aku bisa memahaminya lantaran melihat kesanmu. Selama kamu menyukainya, jangan sungkan"
"Reese, kamu mau minum secangkir lagi?"
"....Itadakimasu"
Saat minuman yang tersisa di cangkir telah menjadi suam-suam kuku, suasana berubah ketika teh gres disiapkan. Dari sinilah, topik utamanya muncul.
"Pertama-tama, terima kasih dikarenakan telah mengundang diriku"
"Ahh, lantaran ini pertama kalinya kami menerima pengunjung disini, jangan ragu untuk memberitahu apa yang mengganjal di kehidupanmu. Jadi....aku dengar dari Emilia bahwa kamu ingin berkonsultasi perihal sesuatu?"
"Iya. Sebenarnya....aku ingin berlatih sihirku"
"....Ceritakan lebih detail"
"Aku pikir masuk akal saja jikalau kamu tahu. Tapi tahukah kamu sihir dasar dari empat atribut?"
"Ya, {Flame}, {Aqua}, {Wind}, dan {Earth}. Ya kan?"
{Flame} membuat sejenis bola api. Digunakan sebagai pengganti lampu dan obor.
{Aqua} membuat air yang mempunyai banyak sekali kegunaan ibarat air untuk keperluan sehari-hari atau memadamkan api.
{Wind} bisa dipakai untuk meniuapkan angin dan mengembangkan udara. Fungsinya ibarat kipas angin.
{Earth} bisa untuk membuat dinding maupun lubang dengan ukuran bervariasi pada tanah yang ditunjuk. Bisa juga dipakai untuk perawatan jalan.
Sihir-sihir dasar diatas sanggup diaktifkan dengan gampang jikalau atributnya tepat. Meski atributnya tak sesuai, sihir dasar masih bisa dilakukan dengan sedikit latihan.
"Di kelasku, guru berkata kalau mereka yang tidak bisa menggunakan sihir dasar yaitu sampah"
"Guru wali kelas Reese, kelas Aion....Gregory, kan?"
"Iya, benar. Gregory itu"
"Harus kukatakan, Gregory sendirilah yang sampah!!"
"Memanggil tanpa kehormatan*?! Emm....yah, lantaran saya satu-satunya yang tidak bisa melaksanakan itu, semua orang di kelas menunjuk jari mereka padaku dan tertawa"
[Maksudnya, Reese terkejut lantaran mereka hanya memanggil Gregory bukan Gregory-sensei]
Siswa kelas Aion direkrut oleh Gregory yang sombong itu sendiri yang berprasangka buruk terhadap orang awam.
Ketika ada seorang siswa dibawah standar di sebuah kelas yang penuh dengan aristokrat sombong, maka bisa dibayangkan kata-kata buruk apa yang akan mereka lontarkan padanya
"Lebih baik saya yang ditertawakan. Aku takkan tahan jikalau ibuku, orang yang tidak bersangkutan juga diejek. Hanya satu atribut yang tak bisa ku gunakan, tapi....kenapa hingga ibarat ini...."
Dia mengepalkan telapaknya, dengan frustasi berusaha menahan butiran air mata yang hendak tumpah. Sambil diriku mengawasi adegan ini, Emilia mengulurkan saputangan untuk menghiburnya. Lalu, suatu pemikiran terlintas dibenakku.
"Menurutku tak ada yang salah dengan Reese. Aku tidak suka pada orang yang berlatih hanya untuk menjaga harga dirinya*, lagipula kupikir ada orang lain selain dirimu yang juga tak bisa melakukannya"
[我侭な連中ってのは練習嫌いが多いし. Kok bingungin ya ?_? ]
"Siswa memang diperbolehkan menentang jikalau berdasarkan mereka itu salah....namun kelihatannya tak ada yang mau mengkritiknya"
"Haaaahh...."
Ya ampun....entah guru wali kelas maupun para siswanya sama-sama sampah. Lalu kenapa ia masih ingin gadis ini semoga berada di kelasnya? Tidak....ayo kita tunda menuntaskan masalahnya.
"Aku kini mengerti alasannya. Tapi Reese, apa atribut yang tak bisa kamu gunakan?"
"Itu {Flame}. Tak peduli berapa kali saya mencoba, bola api yang kumunculkan tak bisa bertahan usang dan menghilang"
"Kalau begitu, bagaimana dengan atribut aslimu? Aku ingin tahu juga semahir apa kamu menggunakannya"
"Atributku yaitu air. Aku bisa menggunakan hingga sihir tingkat menengah. Aku juga cerdik dalam hal sihir pemulihan"
Apa lantaran api yaitu kebalikan dari air? Aku mendengarkan ceritanya sambil berpikir perihal kontradiktifnya kedua atribut itu. Hanya saja, seharusnya kamu masih bisa mengaktifkan sihir dasarnya.
Aku pikir latihan saja tidaklah cukup ketika mendengar gaya bertarungnya dari Emilia.
"Seperti yang diharapkan, akan lebih gampang dimengerti ketika melihatnya langsung. Bisakah kamu menunjukkannya padaku di luar?"
"Ya, tentu"
Setelah itu kami keluar dari Pondok Berlian, Reese memperlihatkan sihirnya di halaman depan rumah.
Pertama yaitu {Earth}. Dia membuat banyak lubang kecil pada tanah didepannya tanpa kendala.
Berikutnya yaitu {Wind}. Dia menghembuskan angin yang ibarat dengan tingkat output maksimum kipas angin rumahan dari kehidupanku sebelumnya. Meskipun bukan atribut aslinya, ia masih bisa menggunakan itu hingga sejauh ini. Dia mempunyai Mana yang cukup banyak.
Ngomong-ngomong, ketika Emilia yang beratribut angin menggunakan {Wind} dengan serius, itu memang tidak akan berlangsung lama, tapi sudah cukup untuk menghempaskan Pondok Berlian.
Dan kemudian, {Aqua} yang merupakan sihir dari atribut terbaiknya....kekuatannya lebih dari yang diharapkan.
{Aqua} yaitu sihir yang membuat bola air berukuran tiga puluh sentimeter. Tapi ketika Reese yang menggunakan, ukurannya menjadi dua kali lipat. Dia juga dengan gampang mengontrolnya di udara.
"Hebat! Sepertinya menyenangkan dikala kamu melompatinya ibarat ini!"
"Menakjubkan, Reese. Aku belum pernah melihat {Aqua} seindah itu"
"Aku hanya sedikit lebih cerdik dalam memanfaatkan atribut air. Jika kalian terluka, beritahukan saja padaku. Aku akan menyembuhkannya"
"Mengagumkan. Kalau begitu, kini cobalah gunakan {Flame}"
Reese melepaskan sihir air, dan mulai mengucapkan mantra sihir {Flame} yang merupakan masalahnya. Sepanjang mantra, saya mengaktifkan {Search} pada gadis itu. Hanya saja, aliran Mana-nya sudah sempurna. Juga, tak ada duduk masalah pada kata-kata mantra.
"{Flame}"
Namun, api hanya muncul untuk sekejap, meninggalkan asap dan lenyap tanpa bekas.
Dia jatuh berlutut kemudian menatapku dengan mata sedih.
"Itu yaitu {Flame} milikku. Tak peduli berapa kali saya mencoba....itulah hasilnya"
Akhirnya, tanpa bisa menahan lagi, tetesan mulai merembes dari sudut matanya.
Emilia memegangi pundak gadis ini sambil melihatnya. Sedangkan Reus menatapku seolah dirinya lah yang mencicipi penyesalan.
"Sirius-sama...."
"Aniki...."
Keduanya seolah mengemis untuk meminta sesuatu.
Kesampingkan Emilia, meski Reus gres saja bertemu dengannya, ia sangat mengkhawatirkan gadis itu. Kakak beradik ini sudah tumbuh dengan sangat baik.
Terus terang....aku mengetahui penyebabnya.
Namun, saya masih ragu apakah harus mengatakannya atau tidak. Ini bukan sesuatu yang perlu dipublikasikan. Selama kamu terus melatih atributmu yang asli, suatu hari kamu mungkin akan di hargai.
"Bisakah Sirius-sama membantunya?"
"Aku tidak tahan melihat ini....Aniki"
Tatapan mereka begitu menusuk
Haahh....aku terlalu memanjakan para siswaku. Aku tidak punya pilihan selain memutuskannya sekarang.
Aku tidak tahu apakah ia sudah menyadari ini atau tidak, sehabis memastikan tak ada orang lain disekitar, mulutku berucap.
"Reese....kau bisa melihat roh, kan?"
☆☆☆Chapter 29 berakhir disini☆☆☆
>Catatan Penerjemah : Entah knapa saya pusing mikirin artian yg cocok buat Irregular (Rettousei) -_-
Ke Halaman utama World Teacher
Ke Chapter selanjutnya
Sumber http://ifunnovel.blogspot.com/