Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

World Teacher Chap 28 B. Indonesia

Chapter 28 Awal Masuk Sekolah
Diterjemahkan oleh




Bagian 1

Tampaknya hanya ada sedikit perbedaan di dunia ini. Selama upacara masuk sekolah, kami masih mendengarkan pidato dari Kepala Sekolah, beberapa alumni, dan orang-orang populer lainnya.

Dua hari sehabis tes, seluruh siswa berkumpul di auditorium terbesar disini, kawasan dimana upacara masuk Akademi Elysion diadakan.

Aku sudah pernah melihatnya (dalam bentuk menyamar), tapi Kepala Sekolah Rodwell ada di sini untuk pertama kalinya dan tampil dihadapan para siswa-siswi baru.

Rodwell merupakan elf yang ganteng dengan ciri fisik berupa pendengaran panjang dan runcing. Kulit putih murni dan rambut pirang yang mempesona. Ikemen* dengan tampilan sempurna, sulit dipercaya bahwa beliau yaitu seorang yang berusia di atas empat ratus tahun.
[Pria tampan]

Orang yang menguasai sihir.

Master Sihir.

Itulah sebutan bagi Rodwell, penyihir terhebat di benua ini yang menguasai tiga atribut. Kecuali atribut api. Sang Triple.

Dialah si jenius yang bisa mengakibatkan badai, memanggil banjir, dan menghancurkan segalanya dengan gempa bumi. Bahkan kalau beliau kekuranganya yaitu atribut api, tingkatan kekuatan sihirnya berada di ranah luar biasa. Mengambil laba dari umur panjang elf, beliau terus memoles diri tanpa menjadi sombong selama ratusan tahun. Juga, telah mendapatkan gelar 'Petarung Sihir Terkuat' di Melifest.

Sebenarnya, ada banyak yang mendaftar ke perguruan tinggi lantaran rasa kagum padanya. Ketika beliau mulai muncul dan berpidato, para siswapun memancarkan tampilan berbinar-binar itu diwajah mereka.

"Apa yang ingin kalian pelajari di Akademi Elysion ini? Itu akan berbeda tergantung pada orangnya, tapi yang kuinginkan yaitu supaya kalian menggunakannya dalam arah yang benar. Sihir dan pengetahuan yang kalian pelajari akan bermacam-macam dan berkhasiat di banyak sekali bidang. Namun, juga bisa mengancam atau bahkan membunuh orang lain dengan mudah. Jangan pernah lupakan itu"

Hmm, di dunia manapun, Kepala Sekolah sering berbicara terlalu panjang lebar.

Ngomong-ngomong, sehabis melihat bentuk sesungguhnya dari Rodwell, saya sekali lagi yakin bahwa beliau yaitu orang yang sama ketika tes masuk tempo hari. Dia mungkin sangat kuat, tapi saya tidak berpikir beliau akan menjadi musuh. Mungkin baik-baik saja selama kami berinteraksi secukupnya.

"Fuwaaa "

"Jarang sekali melihatmu menguap, Emilia"

"Ah, itu....aku terjaga sepanjang malam lantaran berbicara dengan sahabat sekamarku"

Emilia yang berdiri* di sampingku, terlihat aib ketika berbicara dengan bunyi lirih.
[Ya, mereka berdiri]

Rupanya, beliau sudah bisa bergaul baik dengan sahabat sekamarnya. Menurut perkataan gadis ini, kamarnya yaitu kamar ganda, dan sahabat sekamarnya merupakan gadis insan yang tidak membenci ras binatang. Nampaknya, gadis yang mengobrol bersahabat dengan Emilia ini merupakan gadis baik hati.

"Namanya Reese, beliau gadis yang bagus dengan rambut berwarna biru"

"Sepertinya kamu sudah berteman dengan seseorang. Itu bagus"

"Iya! Dia temanku!"

Melihatnya yang tersenyum lepas, bisa diperkirakan bahwa kehidupan gadis ini di asrama siswa akan baik-baik saja. Sekalipun hanya untuk menyaksikannya gembira ibarat itu, kupikir tiba ke sekolah mempunyai sebuah arti.

"Aniki, ibarat yang diharapkan, sangat jelek untuk tertidur"

"Ahh, maaf"

Nama anak laki-laki dari ras rubah ini yaitu Rou, beliau tampaknya yaitu bawahan Reus.

Menurut dongeng Reus, beliau merupakan sahabat sekamarnya. Disaat mereka bertemu pertama kali di kamar asrama, sebuah perkelahian pecah dan Rou terlempar keluar.

"Hal ibarat itu....aku sungguh bukan musuh! Tolong biarkan saya menjadi bawahanmu!"

Aku tidak akan terganggu dengan masalah yang menyusahkan ibarat ini. Namun, lantaran berjanji akan bersikap baik, Reus pun mendapatkan Rou sebagai bawahan. Meskipun tertegun ketika pertama kali diperkenalkan, beliau yaitu orang yang bisa membaca suasana dan takkan mendekat kecuali diperlukan. Aku sempat berpikir bahwa itu mungkin disebabkan lantaran beliau sedang berhadapan dengan 'Aniki' dari Reus. Tapi itu bisa juga beliau sedang berhati-hati supaya tidak mengganggu Reus.

"Salam kenal, saya dipanggil Rou. Aku mempunyai keyakinan akan kelincahanku. Senang bertemu denganmu, Aniki!"

"Akulah satu-satunya yang bisa memanggil Aniki dengan sebutan Aniki!" (Reus)

"Hiii! Aku minta maaf, Oya-bun*! Senang bertemu denganmu, Oya-bun!"
[Artinya ya 'Bos', tapi lebih ke bos-bosnya preman. Bahkan, misal Yakuza]

Apa-apaan ini. Aku mendapat bawahan gres bahkan sebelum upacara masuk selesai.

Di lain hal, bangunan rumahku telah direnovasi hanya dalam dua hari hingga ke tingkat bisa ditinggali oleh seseorang.

Aku juga telah mendapatkan kasur dari penginapan dan kalau ada kebutuhan lain yang harus dibeli, kami tinggal menghitung biayanya. Sekarang kawasan itu layak disebut rumah daripada yang sebelumnya. Aku mulai mempertimbangkan apa yang harus dilakukan dengan kamar kosongnya. Pemikiran wacana merenovasinya secara sedikit demi sedikit sambil pergi ke sekolah perlahan mengalir.

"---Ada lebih banyak hal yang harus dikatakan. Selanjutnya, saya akan menjelaskan kurikulum di Akademi ini. Pertama, untuk para siswa dan siswi baru...."

Untuk meringkas pidato kepala sekolah, kurikulum di sekolah ini mempunyai rentang waktu hingga lima tahun ke depan.

Dua tahun pertama, kami akan berguru di ruang kelas reguler menggunakan semua mata pelajaran. Dan dari tahun ketiga, para siswa kemudian sanggup menentukan untuk mempelajari bidang khusus yang mereka sukai.

Dari keempat bidang di akademi, Reus mengkhususkan diri pada serpihan {Ilmu Pedang}, Emilia di {Sihir}, dan saya mengkhususkan diri dalam {Pembuatan Formasi Sihir}, serpihan dari bidang utama, yaitu {Teknik Sihir}.

"Kalau begitu, saya pikir akan membiarkan guru di setiap bidang memberi beberapa patah kata. Pertama-tama, saya ingin mengundang seorang andal dalam sihir bumi, Magna-sensei"

Setelah itu, para seorang andal yang bertugas sebagai guru di banyak sekali bidang ibarat sihir angin dan ilmu pedang pun diperkenalkan. Suasana kemudian berubah total ketika seorang laki-laki yang mengenakan mantel kuning dan merah muncul, berdiri di atas podium.

"Aku Gregory, yang mengkhususkan diri pada atribut api dan bumi. Aku merupakan seorang aristokrat sekaligus Double. Di kelasku, yang dicari yaitu para aristokrat yang kuat. Tidak ibarat ras binatang, aristokrat yang membanggakan harus tiba ke kelasku. Demi nama rumah dan gelarku sebagai Double, akan ku buat kalian menjadi semakin kuat"

Para ras hewan mengernyitkan alis sementara sebagian besar aristokrat dengan gembira bertepuk tangan ketika mendengar pernyataan itu.

Apa yang orang ini pikirkan? Wajarkah kalau membuat celah antara para aristokrat dan ras binatang? Mungkinkah beliau sejenis orang yang sombong dan membenci orang lain yang---seperti diriku---tanpa warna juga? Sepertinya kamu mempunyai waktu yang sulit lantaran mempekerjakan laki-laki semacam itu ya, Rodwell.

"....Bajingan itu yang mengolok-olok Aniki, kan?"

"Selama wawancara kami juga, tampaknya ada seseorang yang selalu menilai kami berdua dengan jijik. Ini merupakan hal yang harus kita waspadai"

"Akan merepotkan lantaran beliau tampaknya aristokrat yang kuat. Kurasa sulit menanganinya kalau beliau hingga tahu kemampuan kita yang sebenarnya"

Aku terus menatap Gregory sambil menenangkan Reus, yang tampaknya akan pribadi mendatanginya kapan pun. Mata orang itu....dimana saya melihatnya, ya?

"Ahem....pokoknya, upacara masuk telah selesai. Lihatlah pengaturan kelas yang telah diletakkan di luar, dan tolong pergi ke masing-masing bidang kalian"

Akhirnya, mengenyampingkan orang itu, upacara masuk bagi kamipun usai.

☆☆☆☆

Bagian 2

Begitu keluar dari auditorium, kami menemukan sebuah selebaran besar terpampang didepan papan untuk pengaturan kelas para siswa baru.

Reaksi para siswa juga berbeda-beda, ada yang segera mengusut keadaan kelas, beberapa di antaranya mengobrol, dan banyak juga yang bertanya wacana guru mereka yang tiba terlambat.

Sementara menunggu Reus yang pergi mengusut di kelas mana kami akan berada, saya menyaksikan pemandangan ini dengan linglung.

"Ada banyak sekali orang yang unik di sini, ya. Ini yaitu satu-satunya hal yang saya takkan mengerti ketika berada di desa dan rumah itu*"
[Maksudnya, rumah dimana mereka tinggal bersama Erina. Bukan rumah ortu nya]

Emilia, yang berdiri di sampingku mengenakan jubah dengan desain sekolah ini. Memakai itu wajib dengan pengecualian kegiatan praktek dan acara-acara Istimewa lainnya. Warna syal yang melekat pada jubah yaitu bukti nilai kami di sekolah. Ngomong-ngomong, kami yang yaitu siswa tahun pertama mengenakan jubah berwarna biru.

Kelihatannya saja yang sederhana dan gampang dibuat, tapi ini merupakan pakaian khusus yang ditenun oleh benang sihir langka. Ketika kamu menuangkan Mana, pakaian ini akan menjadi sekokoh besi tanpa bisa ditembus oleh tajamnya bilah pisau. Mengenakannya ke kota juga di izinkan, bahkan tampaknya kamu akan mendapatkan banyak sekali layanan ketika memakainya di toko-toko tertentu.

"....Sirius-sama? Apakah ada yang gila dengan bajuku?"

"Tidak, meski pakaian petugas juga bagus, saya gres saja berpikir kalau apa yang kamu kenakan kini sangat cocok untukmu. Emilia terlihat manis"

"Benarkah?! Aku bahagia"

Dia berbalik sambil melambaikan rambutnya yang panjang dan malu. Yah, beliau siswa yang memang manis mengenakan apapun.

Ada banyak gadis di Akademi ini, namun menurutku kemanisan Emilia berada di tingkat teratas. Selain penampilan fisik dan rambut perak yang bersinar memantulkan cahaya, beliau menarik perhatian banyak orang lantaran dadanya yang masih dalam masa pertumbuhan. Sebenarnya, beberapa siswa laki-laki melihat ke arah sini, bahkan para siswi pun terpesona dengan rambut peraknya yang bersinar.

"Ngomong-ngomong, siapa itu.... Reese? Dimana dia? Aku ingin bertemu dengannya walau hanya sekali"

"Sepertinya beliau dipanggil kembali ke rumahnya dan tak bisa tiba hari ini"

"Bukankah masalahnya cukup besar sampai-sampai beliau tidak menghadiri upacara masuk?"

"Aku juga tidak terlalu memahaminya. Tapi beliau tersenyum ketika berkata kalau dirinya baik-baik saja, beliau juga menjelaskan kalau sekolah sudah memberinya izin"

"Jika kamu berkata beliau baik-baik saja, masalah khususnya adalah---...."

"Ahh, kamu ternyata disini"

Sementara saya berpikir ingin bertemu Reese sebagai master Emilia, saya berbalik lantaran merasa dipanggil. Guru yang memberiku izin ketika ujian masuk ada di sini....ralat, itu Rodwell dalam bentuk penyamarannya, berdiri dengan wajah tersenyum.

"Sudah usang semenjak wawancara, bukan? Aku senang lantaran kalian bisa masuk sekolah dengan lancar"

"Yah, lancar atau tidaknya, mulai kini tolong jaga kami.....Hmm, apa yang Anda lakukan disini, kepala sekolah?"

Pertama-tama, mempertimbangkan tujuan laki-laki ini, saya berbicara menggunakan bunyi sekecil mungkin hingga tak ada yang bisa mendengarnya.

"Kau memang sudah tahu, ya? Aku biasanya menggunakan bentuk ini untuk berbicara dengan para siswa, sebagai guru biasa berjulukan Vile"

Yah, saya bisa mengerti kenapa kamu menyamarkan diri. Akan merepotkan kalau beliau berbicara dengan siswa biasa---apalagi sepertiku---memakai identitasnya sebagai kepala sekolah. Karena Emilia terlihat belum menyadarinya, ayo kita berjalan mengikuti alur yang ada.

"Jujur saja, saya mempunyai sesuatu untuk dikatakan padamu. Aku tiba untuk meminta maaf"

"'Maaf'? Anda telah membuatku lulus dan Vile-sensei cukup puas lantaran kemampuanku, kan?"

"Bukan itu, ini soal asrama. 'Dia' memutuskan dengan egois wacana kawasan dimana Sirius-kun akan tinggal sementara saya pergi"

Kupikir maksudnya yaitu Gregory. Orang itu membenci ras hewan dan rakyak jelata. Mungkin lantaran diriku yang yaitu 'Tak Berwarna', beliau begitu membenciku.

"Aku melewatkan itu ketika mengkonfirmasi pengaturannya. Aku akan segera membenarkannya, dan memindahkanmu ke kamar di asrama"

"Tidak, tidak apa-apa"

"Tapi, jarak dari sana ke sekolah cukup jauh. Selain itu, bangunannya sudah terbengkalai dan bobrok parah"

"Sejujurnya, saya telah mengubah kawasan itu supaya bisa dihuni. Karena atapnya rusak, saya menggantinya. Tak ada masalah lagi kan?"

"....Memang tidak. Tapi, kamu melakukannya dalam tiga hari?"

"Ya, lantaran saya mengetahui beberapa teknik konstruksi, saya mencoba melakukannya meskipun sebagai amatir. Daripada meminta maaf, boleh saya meminta sesuatu padamu?"

"Hmm, iya....tentu saja, kalau saya bisa melakukannya"

"Aku menginginkan izin untuk merenovasi bangunan itu dengan bebas. Aku tidak mau timbulnya keluhan lantaran sudah mengubah properti milik sekolah"

Tanpa izin Rodwell pun saya sanggup berbuat apapun, hanya saja kurasa niscaya akan ada masalah yang muncul kalau tidak memintanya. Mungkin ada yang melihat perbuatanmu, mereka mungkin akan melontarkan klarifikasi wacana merenovasi secara ilegal atau hal lainnya dan mengusirku. Aku juga tidak ingin merusak lingkungan yang sudah kubangun dengan baik, izin dari Kepala Sekolah sangat dibutuhkan.

"Aku mengerti. Lagipula, bangunan itu merupakan hal yang sudah usang diabaikan, anggap saja ibarat rumahmu sendiri. Aku akan mengembangkan perintah non-intervensi sehingga takkan ada yang mengganggu"

"Aku merasa sangat tertolong"

"Tidak, saya hanya tertarik melihat apa yang akan kamu perbuat. Namun, pihak sekolah tak sanggup memberi terlalu banyak keamanan atau tanggung jawab. Bisakah kamu menerimanya?"

"Ini saja sudah cukup. Dari awal saya memang berencana melaksanakan banyak pekerjaan. Lagipula, lantaran diriku merupakan orang biasa, kalau terdapat suatu insiden yang mengganggu keamanan ibarat pencurian, saya bisa bertindak sendirian"

"Akan menjadi masalah kalau ada pencurian di sekolah, tolong segera laporkan kalau hal ibarat itu terjadi. Namun, saya tidak ingin kamu bertindak terlalu berlebihan"

"Aku akan berhati-hati"

Ketika menilai dari samping, kamu akan melihat seorang siswa dan seorang guru melaksanakan pembicaraan akrab. Hanya saja, isi diskusi mereka tidak begitu jelas.

Sebagai kesimpulan, kawasan itu milikku, jadi boleh-boleh saja untuk membalas orang-orang yang tiba untuk mengganggu, kan? Pokoknya, ini sudah sepakat.

Ayo mempersiapkan hal-hal mulai hari ini. Aku suka membuat suatu perencanaan, walau agak sulit untuk membuat jebakan yang takkan membunuh.

"Apakah bangunan yang akan ditinggali oleh Sirius-sama mempunyai nama?"

"Tidak, tak ada. Mungkin akan merepotkan kalau tidak mempunyai nama. Makara Sirius-kun, bagaimana kalau kamu menamainya?"

"Kalau begitu....Pondok Berlian"

"Heh? Apa ada artian tertentu untuk nama itu?"

"Berlian tidak berwarna tapi merupakan pelengkap yang berharga. Ini yaitu pandangan gres sederhana yang saya inginkan"

"Tidak buruk. Tapi kupikir nilai Sirius-kun tak bisa di bandingkan dengan berlian. Kalau begitu, saya akan mengesahkannya....Oh ya, guru wali kelasmu yaitu Magna-sensei yang pribadi berada di bawah pengawasanku. Jadi, kalau ada sesuatu, beritahu saja dia"

Meski memberi nama pondok hampir seenaknya, beliau masih tertarik kepadaku, ini aneh. Setelah selesai dengan apa yang perlu dibicarakan, Vile-sensei melambaikan tangannya dan pergi. Emilia disebelahku, tersenyum dan tampaknya sedang dalam perasaan yang baik.

"Ada apa? Aku pikir perbincangan barusan bukan sesuatu yang menyenangkan"

"Tidak, saya hanya berpikir 'Ada orang yang mengerti wacana Sirius-sama'....Tapi kalau itu aku, bahkan pelengkap manapun takkan pernah bisa dibandingkan dengan Sirius-sama?"

Eksistensi semacam apa saya ini untukmu?....Aku ingin bertanya hal itu, namun tampaknya tanggapan yang akan muncul sudah jelas, jadi saya berhenti.

Setelah beberapa ketika menunggu, Reus muncul dari dalam kerumunan dan berteriak pada kami dengan wajah tersenyum.

"Aniki! Onee-chan! Kita berada di kelas yang sama!!"

Itu bagus. Namun, dengan wali kelas yang akan mengawasi kami, rasanya ada campur tangan dari kepala sekolah sendiri mengenai masalah pengaturan kelas.

Namun, lantaran kami bertiga bisa bersama, saya tidak mempunyai sesuatu untuk dikeluhkan.

Setelah menenangkan Reus yang melompat-lompat penuh kegembiraan, kami menuju kelas yang sudah ditetapkan.

Siswa-siswi gres terbagi ke beberapa kelas yang dinamai sesuai tokoh-tokoh hebat dimasa lalu. Masing-masing kelas terdiri dari sekitar tiga puluh siswa. Nama kelas kami disebut Carlisle, konon ini berdasarkan sebuah grup populer yang disebut Carlisle.

Ruang kelas berbentuk ibarat kipas, dengan susunan meja layaknya universitas-universitas pada duniaku sebelumnya, dimana itu berundak-undak ibarat tangga. Sebagian besar orang sudah memasuki kelas, bunyi bisingpun terdengar bahkan dari koridor.

Namun ketika kami memasuki kelas, kesunyian mendadak muncul. Tidak, lebih tepatnya yaitu ketika saya masuk.

"Hee....ini ruangan yang cukup besar. Dimana kita harus duduk, Onee-chan?"

"Yang manapun seharusnya bagus. Sirius-sama, disana tampaknya kosong"

Terlepas suasana kelas yang canggung, kedua anak ini tidak keberatan dan hanya pergi ke kawasan duduk yang Emilia tunjuk.

Para siswa di sekitar mulai berbisik. Semua yang mencapai pendengaran yaitu hal-hal tentangku ibarat 'Tidak Berwarna' atau 'Tidak Kompeten'. Aku pikir informasi itu mungkin bocor dari aristokrat yang mengikuti ujian bersamaku, namun ini tidak mengganggu lantaran pada alhasil hal itu pastinya akan terkuak.

Hal-hal ibarat tingkat sosial atau bagaimana diriku bisa bersekolah, pertanyaan semacam itu seolah takkan ada habisnya. Namun, saya tidak keberatan.

"Aniki, boleh saya menghajar mereka?"

"Akan lebih baik kalau verbal mereka dibungkam, ya kan?"

"Hei, hei, tenanglah. Aku sama sekali tidak terganggu, kalian tak perlu memperdulikannya"

Aku harus mengikuti keadaan dengan hal tidak berwarna ini. Bukannya saya tidak bisa menggunakan sihir, kami hanya harus mengabaikan diskriminasi itu.

Ketika saya duduk pada sebuah dingklik kosong, kedua bersaudara juga ikut dengan enggan di sampingku. Aku selalu melakukannya dengan santai, tapi ketika dipikir-pikir lagi, tampaknya ada peraturan mutlak di mana Emilia akan duduk di sebelah kiri dan Reus di sebelah kananku.

Setelah kami memutuskan posisi, para siswa juga mulai duduk sambil mengobrol. Tak usang kemudian, perlahan jumlah siswa bertambah hingga sesuai ibarat yang ditentukan untuk kelas ini.

Melihat rasio ras insan dengan ras binatang, ini kira-kira dibagi setengahnya, kan?

Tak banyak aristokrat yang bisa ditemukan. Juga, nampaknya ini kelas yang dominan yaitu para siswa jelata.

Rasio laki-laki dan perempuan juga seimbang. Saat kami membisu dan menunggu guru yang bertanggung jawab sambil mengistirahatkan siku, tiga anak lelaki muncul di depan kami.

Tepatnya, muncul didepan Emilia. Laki-laki ditengah berbicara padanya sambil tersenyum.

"Permisi, nona dengan rambut perak disana. Boleh saya mengetahui namamu?"

"Apa maksudmu Onee-chan?" (Reus)

"Diam, kamu ras binatang! Jangan menyela ketika Mark-sama sedang berbicara!"

Reus sedikit lebih awal untuk membalas, tapi beliau malah dimarahi oleh anak yang terlihat ibarat petugasnya.

Sementara menenangkan Reus yang mencoba menjawab kembali, saya mengamati mereka bertiga yang usianya hampir sama dengan kami. Meski begitu, anak berambut merah di tengah merupakan anak yang cukup tampan, mungkin tak ada bedanya dengan aristokrat pada umumnya. Dia terkesan tenang, namun kedua petugas di belakangnya bersikap seakan memandang rendah kami.

"Tenanglah, tolong jaga kesopanan kalian. Sekali lagi, boleh saya mengetahui namamu, nona?"

Karena Emilia memalingkan kepalanya kemari, saya mengangguk, mengisyaratkan beliau untuk melaksanakan yang beliau mau.

"Namaku Emilia. Aku minta maaf, tapi siapakah Anda?"

"Sangat berangasan untuk tidak mengetahui Mark-sama!"

"Jaga sikap kalian. Namaku Mark Holtia. Aku yaitu anak kedua dari rumah Holtia, aristokrat yang sangat dihormati"

Anak yang memperkenalkan dirinya sebagai Mark membungkuk dengan elegan. Hmmm, tidak ibarat kedua petugasnya, laki-laki ini tampaknya menghargai sopan santun. Karena para aristokrat yang kami temui sejauh ini kebanyakan sombong, ini tidaklah biasa.

"Urusan apakah yang Anda miliki denganku, Mark-sama?"

"Emilia....nama yang sangat indah. Dengan rambut keperakan yang bersinar itu, kamu sungguh cantik. Maukah kamu menjadi petugasku?"

"Aku menolak"

"Mark-sama memperlihatkan undangan pribadi ke ras binatang---....tunggu, apa?"

"Aku berkata bahwa saya menolak"

Sebelum petugas itu selesai berbicara, Emilia memutuskannya seketika dengan senyuman formal yang menakjubkan.

"Menanggapi itu secara mendadak....Mark-sama, ayo kita buat mereka sadar akan posisinya disini!"

"Fuuu....kalian, diamlah! Aku pikir ini tidak akan berjalan dengan mudah, tapi bolehkah saya mengetahui alasannya?"

"Sudah ada seseorang yang akan saya layani selama sisa hidupku. Karena itulah, saya menolaknya"

"Apakah itu mastermu....orang yang di sebelahmu?"

"Ya, benar sekali. Sirius-sama yaitu masterku"

Emilia memanggilku sambil menaruh kedua tangannya didepan seakan sedang berdoa. Mark yang melihat ini sempat membungkuk lagi dan menatapku tampak seolah menyelidiki.

"Ini mungkin terkesan tidak sopan bagimu yang merupakan masternya, namun saya akan senang kalau kamu bisa memberitahuku nama rumah bangsawanmu"

"Aku bukanlah seorang bangsawan. Dia melayaniku secara sukarela dan memanggilku masternya"

"Jadi kamu hanya jelata? Kalau begitu, cepat perintahkan gadis ini supaya mendapatkan Mark-sama!"

"Tunggu, kalau dipikirkan lagi, bukankah orang ini yang dirumorkan sebagai 'Tidak Berwarna'?"

Lingkunganpun menjadi berisik. Pernyataan dari petugas ini terang merupakan sesuatu yang ingin dilontarkan oleh para siswa lain. Mereka mungkin ingin menanyakan wacana hal 'Tak Berwarna' ini, tapi terlalu canggung untuk melakukannya lantaran kini merupakan pertemuan pertama. Aku mengetahui itu semua ketika tatapan dan pendengaran mereka berfokus kesini.

"Benar, saya tidak tahu wacana rumor itu, tapi diriku memang "Tak berwarna'. Jadi, ada apa dengan itu?"

"Hah, Mark-sama sudah menguasai {Flame Lance}. Lalu kenapa ada tidak kompeten di kawasan ini yang bahkan tidak bisa menggunakan sihir tingkat pemula?!"

"Aku juga heran. Mungkin beliau melaksanakan penyuapan dan sejenisnya? Tidak, saya tidak yakin beliau mempunyai kepingan emas sebanyak itu"

Haus darah mulai meluap dari kedua sisiku, tapi para petugas itu sama sekali tidak mencicipi apapun. Sementara saya menahan kepala kedua bersaudara, saya menatap rendah petugas-petugas ini.

"Aku pikir kalian sebagai petugas tidak punya hak untuk menyampaikan itu, ya kan?"

"Apa, kamu bajingan! Meski kami yaitu petugas, kami juga seorang bangsawan!!"

"Mampu menggunakan {Flame Lance} bukanlah syarat untuk memasuki sekolah ini. Lagipula, yang menguasainya yaitu master kalian. Bukan kalian"

"Apa yang salah wacana menceritakan hal-hal wacana kelebihan mastermu?! Kami yaitu petugas sesungguhnya dari Mark-sama!"

"Seorang petugas sesungguhnya yang tidak bisa mengikuti perintah tuannya, apa-apaan itu? Mark-sama telah berkata beberapa ketika yang kemudian kalau kalian harus diam...."

Kedua petugas itu tidak sanggup membantah. Merekapun hanya bisa menatap dengan kebencian.

"Sesuai dengan apa yang beliau katakan, kalian tampaknya tidak mengerti hal-hal wacana petugas, apalagi wacana kebangsawanan"

"Tapi Mark-sama, kita tidak bisa membiarkan kata-kata berangasan itu"

"Bahkan dari sudut pandangku, sikap kalian buruk. Wajar saja kalau beliau marah. Kalian menjadi petugas lantaran perintah dari ayahku. Jadi, berhentilah bertindak tercela"

Akan tidak mungkin untuk memprotes ketika masternya sudah berkata begitu. Keduanya pun dengan enggan melangkah mundur.

Dia rendah hati, menilai orang dengan adil. Tak hanya sangat sopan dan santun, bisa dibilang kalau kepribadiannya ini sangat solid. Jelas saja, kini cara berbicara kedua petugasnya lah yang harus disalahkan.

"Mewakili para petugasku, saya sungguh meminta maaf, Sirius-kun. Aku memang tidak mempunyai alasan, tapi bersama-sama mereka baru-baru inilah yang menjadi petugasku"

"Tidak masalah. Tapi, saya ingin kamu berhati-hati. Ada kemungkinan mereka akan mengulanginya"

Selama percakapan berlangsung, saya membelai kepala kedua bersaudara hingga mereka melupakan kemarahan dan melambaikan ekor dengan gembira.

Kau takkan pernah berpikir bahwa orang-orang yang berwajah lembut ibarat ini akan menebarkan niat membunuh tajam beberapa detik yang lalu.

"Aku akan berusaha. Jadi, lantaran guru akan segera datang, perkenankan diriku untuk permisi"

"Apa kamu sudah selesai dengan masalah Emilia?"

"Harga diri ini takkan membiarkanku merebut paksa seorang petugas yang telah bersumpah setia kepada seseorang dari lubuk hatinya. Disaat saya sudah menjadi populer dan lebih menarik darimu, biarkan saya mengundangnya sekali lagi"

Ikemen ini bertindak terlalu keren. Dia berbalik dan berjalan pergi dengan jubah yang melambai seolah mantel kemudian duduk dengan elegan di kawasan agak jauh dari kami. Kedua petugas itu pun mengikutinya. Meski sempat melotot sebelum pergi, mereka mungkin akan mendapatkan ceramah panjang sehabis ini.

"Aku takkan tertarik pada orang lain kecuali Sirius-sama !"

"Aku juga akan mengikuti Aniki !*"
[Bayangkan saja kalau keduanya bilang gitu sambil julurin lidah. 'Weee' 😝 ]

Astaga, lantaran membelai terlalu banyak, ucapan dan tingkah laris mereka telah menjadi manja. Untuk sekarang, lantaran ini bukan ekspresi yang sanggup ditampilkan didepan umum, saya mengetuk kepala mereka ringan untuk menyadarkan kembali. Disaat bersamaan, seiring pintu yang terbuka, guru wali kelaspun datang.

"Sepertinya semua orang sudah hadir di sini. Aku Magna, wali kelas yang akan bertanggung jawab atas kalian. Aku harap kita bisa akur"

Aku juga melihatnya ketika wawancara tes. Dia yaitu laki-laki berusia empat puluhan berambut cokelat dan mengenakan jubah bergaris-garis kuning. Walau tidak setingkat Kepala Sekolah, namun beliau memancarkan kesan penuh akan pengalaman.

"Daripada berbicara wacana diriku sendiri, bagaimana kalau masing-masing dari kalian melaksanakan pengenalan diri di hadapan teman-teman kelas? Kalau begitu, kita awali dari ras kucing disana. Aku ingin kamu memberi pengenalan singkat, ibarat nama dan ras"

"Ba-Baiklah!"

Setelah itu, perkenalan pun dimulai satu per satu secara berurutan.

Siswa-siswi dari banyak sekali ras mengutarakan alasannya tiba ke sekolah ini, dan itu menarik untuk mendengarkan banyak sekali dongeng dari mereka. Giliran kamipun tiba.

"Aku Reus! Dari ras serigala perak dan saya yaitu petugas dari orang yang berada di sebelahku, Sirius-sama! Keahlian khususku yaitu berpedang dan mempunyai atribut api! Salam kenal, semuanya!"

Aku sempat khawatir wacana apa yang akan beliau ucapkan, tapi tampaknya anak ini memberi pengenalan diri yang kondusif dengan mencontoh para siswa sebelumnya.

Seakan mengumumkan 'Aku yaitu petugas setia Sirius-sama!! Akan kutebas siapapun yang berani macam-macam dengannya!!'....atau sesuatu ibarat itu. Tepuk tangan malah muncul untuk mengiringi perkenalannya. Mungkin ini bisa diterima hingga batas tertentu.

Berikutnya yaitu giliranku.

"Aku Sirius. Berasal dari ras manusia, juga ibarat yang semua orang ketahui, atributku Tak Berwarna. Rencana masa depanku yaitu mempelajari wacana bulat sihir dan maju di bidang {Teknik Sihir}"

Ketika saya membungkuk untuk mengakhirinya, para siswa disekitarku gelisah tanpa tahu bagaimana untuk merespon. Pada ketika itu, Magna-sensei menepuk tangannya untuk mengumpulkan seluruh perhatian.

"Ada sedikit informasi yang perlu kutambahkan. Aku yaitu salah seorang yang ikut mewawancarainya. Kami memutuskan bahwa beliau mempunyai cukup kemampuan untuk diterima di sekolah ini. Dia juga bisa mengaktifkan sihir dasar, jadi jangan meremehkannya hanya lantaran atribut, ya"

Dari gerakan tangannya, beliau menyuruh supaya perkenalan diri para siswa berlanjut. Aku memang berterima kasih padanya, tapi itu juga membuatku merasa tidak yummy lantaran mendapatkan lebih banyak perhatian. Yah, terserahlah. Pengenalanku berakhir, dan kini merupakan giliran Emilia.

Saat beliau berdiri, membungkuk anggun dan tersenyum, pemandangan itu membuat seluruh lelaki maupun perempuan terpesona seakan tak bisa lagi mengalihkan mata mereka. Tata krama yang begitu indah, ibarat yang diharapkan. Aku bisa merasa nyaman lantaran beliau telah mendapatkan pendidikan dari Kaa-san.



"Namaku yaitu Emilia. Memiliki atribut angin, dan saya juga merupakan petugas Sirius-sama bersama dengan adikku, Reus. Semua orang, harap pahami ini. Baik badan maupun hatiku, semua itu sudah kuserahkan pada Sirius-sama"

Bukankah Emilia gres saja menjatuhkan sesuatu yang disebut 'Bom'?!

Lingkunganpun menjadi lebih berisik, tapi beliau hanya tersenyum manis dan masih berdiri dengan bangga.

Kenapa kamu membuat pernyataan ibarat itu?!.

Oh, mungkinkah beliau sedang membuat pengalihan. Karena hal wacana Tak Berwarna, beliau berusaha menarik perhatian dan mengurangi beban yang menimpaku. Loyalitas yang hebat. Aku sungguh mempunyai petugas yang pandai.

"Fufu....Dengan ini saya bisa mengumumkan kalau diriku sepenuhnya milik Sirius-sama"

Aku sangat tahu itu!.

Nah, daripada menutup-nutupi dengan canggung semenjak awal, lebih baik mengungkapnya sehingga orang-orang gila tidak akan mendekat....mungkin.

Setelahnya, tak ada lagi pernyataan bagaikan 'bom' Emilia, pengenalan seluruh kelaspun selesai lebih lancar. Begitu waktu istirahat tiba dan Magna-sensei meninggalkan kelas, beberapa anak lelaki sekaligus perempuan berkumpul ke lokasi kami.

"Hei, benarkah kalau kamu itu Tak Berwarna?"

"Pasti sulit kalau kamu tidak mempunyai bakat, ya kan? Pelatihan macam apa yang kamu lakukan?"

"Rambut perak Emilia begitu indah. Kulitmu juga cantik, kamu membuat iri setiap wanita"

"Apa yang kamu maksud dengan badan dan hati itu?! Jangan-jangan, kamu seorang budak?!"

"Jika kamu memang hebat dalam berpedang, ayo kita latih tanding lain kali"

Sepertinya ada banyak anak yang dilimpahi rasa keingintahuan, mungkin lantaran ada banyak rakyat jelata disini. Sementara para aristokrat hanya menjaga jarak, seakan mengamati kami. Dilain hal, kami berusaha menjawab hujan pertanyaan satu demi satu.

Rupanya, rumor yang beredar tentangku yaitu ibarat ini :

{Walaupun merupakan seseorang yang 'Tak Berwarna', lantaran menjalani banyak sekali jenis training berdarah dan meremukkan tulang, saya alhasil bisa memasuki sekolah}. Yah, saya pikir itu juga tidak salah.

Karena hari ini yaitu hari pertama, tak ada pelajaran apapun dan hanya berakhir sehabis klarifikasi singkat wacana kurikulum dan fasilitas-fasilitas di sekolah oleh Magna-sensei. Sebentar lagi, mungkin bel malam akan berbunyi?.

☆☆☆☆

Bagian 3

Ketika kelas berakhir, semua ketegangan menghilang. Setiap orangpun berbincang wacana makan malam.

Ngomong-ngomong, meski sarapan dan makan siang dilakukan di kantin sekolah, makan malamnya berbeda. Kami dibebaskan untuk menentukan tak hanya di kantin, kami juga boleh memasak sendiri di asrama atau bahkan hingga pergi ke kota.

"Apa Sirius-sama mempunyai planning hari ini?"

"Yah. Sebenarnya, lantaran bersih-bersih dan juga merapikan rumah belum selesai, saya ingin menuntaskannya. Ada juga hal wacana memperbaiki perabotan yang masih bisa digunakan disana"

Tak ada masalah dengan kamar tidur dan dapur, namun saya masih berniat memanfaatkan ruangan yang kosong kemudian mengubahnya menjadi kamar mandi. Ada banyak hal yang perlu dilakukan. Disaat saya berpikir Emilia niscaya akan ikut, orang yang dimaksud menundukkan kepalanya.

"Aku sangat meminta maaf. Aku perlu kembali ke kamarku untuk memastikan barang bawaan dan juga untuk melihat Reese. Mungkin saya akan sedikit terlambat"

"Jangan khawatir. Aku akan pergi dulu bersama Reus, jadi lakukan saja apa yang kamu ingin lakukan"

"Maafkan saya juga, Aniki!!"

Seusai namanya disebut, Reus menepukkan tangannya didepan dada sekuat mungkin seakan ingin menghabisi nyamuk. Setidaknya, ini lebih baik daripada kalau beliau harus berlutut.

"Ada apa, Reus?"

"Aku juga ingin pergi. Tapi saya sudah terlanjur mendapatkan untuk ikut dengan beberapa orang sehabis kelas berakhir, jadi saya tidak bisa menolaknya"

Bisa terdengar banyak bunyi panggilan untuk Reus dikejauhan. Ketika menoleh kesana, terdapat beberapa anak ras hewan yang melambaikan tangan mereka sambil menggenggam pedang kayu. Ini mungkin wacana permintaan latih tanding. Bukankah perkembangannya cukup bagus?.

"Berinteraksi dengan orang selain diriku juga penting. Jadi, kamu tidak usah mencemaskan apapun. Pergilah"

"Baiklah, Aniki! Aku akan segera mengalahkan mereka semua dan kembali!"

"Tidak, kamu tidak perlu terburu-buru. Lagipula, jangan terlalu berlebihan dengan mereka ya"

"Aku mengerti!"

Apa kamu benar-benar mengerti?.

Reus bergabung dengan kelompok ras binatang, dan berangkat ke luar kelas sambil mengobrol. Emilia juga bergegas pergi, menyisakan diriku disini. Ketika hendak melangkahkan kaki untuk meninggalkan ruangan ini dan kembali ke bangunan itu, saya dipanggil oleh Mark. Hanya saja, kedua petugas itu sedang tidak bersamanya.

"Apa kamu juga akan kembali?"

"Mark-sama? Ya, begitulah"

"Haha. Walaupun saya seorang bangsawan, tapi disini tingkatan kita sama. Aku kehilangan kesempatan untuk memberitahumu ini sebelumnya, tapi saya akan senang kalau kamu berbicara secara normal denganku"

"Begitu, ya. Ngomong-ngomong, Mark-sama, apa yang terjadi dengan para petugasmu?"

"Tak perlu sebutan 'sama'. Sepertinya ada beberapa urusan yang mendesak sehingga mereka kembali lebih dulu. Memang agak mencurigakan, saya akan bertanya pada mereka nanti"

"Kau juga tampaknya mempunyai waktu-waktu yang sulit ya, Mark . Ini mungkin  kasar, tapi kenapa kamu mau mempekerjakan kedua orang itu?"

Meski mengaku sebagai 'petugas sesungguhnya', kata-kata dan tindakan mereka mempunyai perbedaan yang sangat kontras. Kenapa beliau masih membawa keduanya, yang gelagatnya terlalu sombong?

"Mereka juga termasuk golongan aristokrat keluarga Holtia, hanya saja posisi keduanya cukuplah rendah. Jadi, mereka memanjakanku dan mencoba pamer lantaran diriku merupakan pewaris berikutnya sehabis putra sulung....Aku bersama-sama juga enggan mendapatkan mereka bahkan sebagai petugas, tapi orang tuaku menyuruh untuk melakukannya"

"Tidak apa-apakah untuk menceritakan suatu hal ibarat kondisi keluarga pada orang yang gres kamu kenal?"

"Aku tidak keberatan. Lagipula, kedua orang itu tak layak di khawatirkan. Mereka tampaknya mengawasimu, jadi kalau terjadi sesuatu, tolong beritahu padaku segera. Akulah yang akan menangani mereka"

"Baiklah, akan kuingat itu. Kalau begitu, hingga jumpa besok"

"Ya, hingga jumpa besok"

Mungkin saya bisa berteman baik dengannya.

Setelah melambaikan tangan sambil melihat sosoknya pergi, saya juga mulai berdiri dan mulai berjalan ke Pondok Berlian yang merupakan rumahku sekarang.

Untuk kesana, ada jarak yang cukup jauh dan perlu ditempuh.

Aku memang bisa tiba lebih cepat, namun kedua bersaudara tampaknya akan tiba terlambat. Juga, lantaran tak ada alasan untuk terburu-buru, saya hanya berjalan dengan santai.

Akhir-akhir ini saya sudah menjadi sering sendirian, tapi itu merupakan pengalaman yang baik bagi Emilia dan Reus.

Tak usang ketika diriku melewati area asrama para siswa dan mulai memasuki hutan, saya semakin merasa tidak nyaman.

"Berhenti disana! Kau Tidak Kompeten!!"

Dua anak lelaki kemudian muncul dari balik pohon dan menghadang jalan. Jika diingat-ingat lagi, bukankah mereka yaitu para petugas Mark?

"Ada apa? Aku sudah akan pulang sekarang?"

"Hanya urusan kecil. Ada kawasan yang jarang dilalui oleh orang lain disana, ikutlah!"

Wow....nada memerintahnya juga menakjubkan.

Apa-apaan ini? Apa kalian ingin melaksanakan pemerasan? Sayang sekali, bahkan kalau saya melompat, kalian takkan pernah mendengar gemericing koin-koin emas"

"....Merepotkan...."

"Diam, Tidak Kompeten! Cepat kemari! "

Entah bagaimana membuat keduanya marah, akupun mengikuti mereka tanpa berkata apapun.

Tempat ini yaitu area yang dikelilingi rimbunnya pohon, namun mempunyai cukup ruang supaya beberapa orang bisa bergerak lebih leluasa. Jaraknya tidak jauh dari jalan utama, dan lebih sering digunakan untuk mengendap-endap lantaran area ini sangat jarang dilalui hingga sekarang.

"Jadi, untuk apa kesini?"

"Karena kau, kami dimarahi oleh bajingan itu, Mark! Dia terus mengoceh wacana jalan hidup petugas dan sikap bangsawan!"

"Kami juga bangsawan! Tak peduli seberapa tingginya dia, kami benci menundukkan kepala dihadapan orang yang seusia dengan kami!"

Bahkan kalau kalian menyampaikan hal itu kepadaku, saya tak tahu harus merespon dengan bagaimana. Aku sempat beranggapan kalau sikap mereka mencurigakan, namun ternyata hal-hal wacana 'Petugas sesungguhnya' hanyalah kepura-puraan. Dalam lubuk hati, mereka sungguh menolak Mark.

"Utarakan itu pada orangnya sendiri. Ini sama sekali tak bekerjasama denganku, ya kan?"

"Hei! Perintahkan ras hewan itu supaya beralih untuk melayani Mark!"

"Dia sangat jarang tertarik dengan ras binatang. Inilah kesempatanmu supaya bisa mendapatkan laba dan bersenang senang, Tak Kompeten. Tidakkah kamu seharusnya setuju?"

Aku yakin orang-orang ini hanya ingin membalas dendam. Apakah lantaran itu? Namun, permintaan kalian merupakan sesuatu yang tidak bisa saya penuhi.

"Ditolak. Aku tidak ingin mengubah jalan yang gadis itu pilih hanya untuk laba pribadi"

"Hah, kamu harus kubuat mendengarkan. Bahkan kalau harus dengan kekerasan"

Jumlah orang mendadak bertambah dua, mereka memperlihatkan diri dari balik pepohonan.

Dari penampilan, mungkin mereka juga aristokrat yang menjadi petugas. Atau bisa saja rakyat jelata.

Memiliki badan kekar sambil membawa pedang kayu, mereka kemudian mengelilingiku dan tertawa mencemooh. Tingkatan orang-orang ini harusnya sama, yaitu rendahan.

"Bagaimana? Meminta maaflah selagi sempat dan berjanjilah untuk membawa gadis 'bukan manusia' itu ke si bajingan Mark. Kami kemudian akan mengakhirinya tanpa harus bertindak terlalu jauh"

"....Hmmm...."

....Kau memanggil gadis itu....'Bukan Manusia'?

"Jadi---....hah, apa yang sedang kamu lakukan?"

"Tidakkah kamu mengerti dengan melihatnya? Aku sedang pemanasan"

Andai saja mereka lebih mengancam supaya saya bertindak, mungkin saya takkan basa-basi lagi dan menghajar pertama semua orang ini. Melihatku yang melaksanakan peregangan, sanggup diperkirakan kalau mereka bersama-sama tak mempunyai banyak pengalaman bertarung.

"Apa beliau berpikir akan melawan kita?"

"Dia berencana menghadapi kita sendirian? Yah, beliau memang 'Tidak Kompeten'. Pola pikir mereka berbeda dengan kita"

Meski saya tak ingin terlibat apalagi dengan para aristokrat lantaran akan mengakibatkan banyak sekali masalah nantinya. Hanya saja, bisa dibilang orang-orang ini juga memusuhi Mark. Membuat mereka babak belur kurasa boleh-boleh saja.

"Kalau begitu, ayo kita mulai"

Sambil menyaksikan orang-orang yang tersenyum busuk, tanganku mulai terkepal dengan tenang.


☆☆☆Chapter 28 berakhir disini☆☆☆

Catatan penulis : Judul lain dari chapter ini adalah

{Mach punch di awal masuk sekolah}

Entah bagaimana mempunyai kesan, walaupun saya bahkan tidak tahu apa artinya.


Ke Halaman utama World Teacher
Ke Chapter selanjutnya


Sumber http://ifunnovel.blogspot.com/