Bebaskan Semua Orang, Termasuk Diri Anda
Apa yang akan terjadi jikalau anda sama sekali tidak punya penyesalan mengenai masa lalu?
Coba bayangkan apa yang akan terjadi jikalau anda benar-benar mema'afkan semua orang dalam hidup anda secara total, apapun yang telah mereka lakukan.
Semoga, anda akan mulai melihat bahwa sejauh mana anda tidak dapat mema'afkan (entah diri sendiri atau orang lain) sejauh itu pula anda akan mengekalkan ketidak bahagiaan, kemiskinan, kesakitan, kekurangan dan keterbatasan anda dalam hidup.
Banyak orang yang tidak mau mema'afkan orang lain. Mereka menyampaikan misalnya, Mengapa saya harus melepaskan mereka sehabis apa yang mereka lakukan pada ku?
Musuh itu selalu ialah seseorang yang kita anggap dapat membahayakan atau mengambil sesuatu dari kita, tapi kenyataannya ialah tidak ada orang yang dapat membahayakan kita.
Orang membahayakan kita melalui diri kita sendiri. Sebenarnya, mereka sama sekali tidak membahayakan kita. Kita sendiri lah yang memperlihatkan kode mengenai bagaimana mereka akan memperlakukan kita, dan mereka mengikutinya.
Putuskan untuk membuang semua kebencian ketika ini, lantaran pada risikonya itu akan menghancurkan anda sendiri. "Betul," kata anda, "Saya setuju, tapi anda tidak tahu keadaan saya. Mereka benar-benar menyakiti saya. Saya akan membuang kebencian saya ahad depan, lantaran saya masih punya sedikit hal untuk membalasnya."
Pahami bahwa mentalitas jenis ini lebih merusak pada diri anda dibanding pada orang yang anda benci.
Alihkan perhatian anda pada wangsit berikut ini: Anda tidak dapat menjadi orang kaya jikalau anda benci pada orang kaya. Jika anda benci pada orang yang anggun atau berbakat, maka anda tidak dapat menjadi orang yang anggun atau berbakat. Jika anda benci pada orang langsing, maka anda tidak dapat menjadi langsing.
Apapun yang anda benci, itu ialah pernyataan mengenai apa yang tidak anda miliki. Saat anda membenci, anda tidak dapat disembuhkan, lantaran melalui kebencian anda, secara harfiah anda sendiri lah yang mendatangkan penyakit anda. Ingat, siapapun yang anda benci itu ialah anda, lantaran kita semua ialah satu.
Semakin anda menyayangi dan mendukung orang lain untuk menjadi diri mereka, semakin anda akan mempunyai semuanya. Dari pada membenci orang yang mempunyai apa yang tidak anda miliki, atau melaksanakan apa yang tidak dapat anda lakukan, lebih baik sediakan waktu untuk berguru dari orang-orang ini.
Bergabunglah dengan para master. Bergabunglah dengan orang-orang yang anda tahu hidupnya bahagia. Kagumi mereka, akui mereka dan dukung mereka dalam mendapat apa yang mereka inginkan. Dan ketika anda melaksanakan itu, anda bergotong-royong mendukung diri sendiri dalam mendapat apa yang anda inginkan.
Jika anda mempelajari filosofi dan agama, maka anda akan melihat nilai-nilai tersebut; moralitas dan prinsip itu seringkali berakar di dalam kepercayaan bahwa sesuatu itu lebih baik dibanding yang lain. A lebih baik dibanding B. Jangan terjebak dalam perangkap ini.
Lupakan wacana cara yang anda anggap sesuatu itu seharusnya dilakukan atau bagaimana seseorang ingin anda melakukannya. Lebih baik, jadilah diri sendiri dan lakukan dengan cara yang anda anggap itu seharusnya dilakukan.
Menyenangkan Orang Lain itu Jalan Buntu Secara Psychologis
Sekitar 700 tahun yang lalu, seorang guru agung tergeletak menunggu ajalnya. Para murid dan pengikutnya bertanya apakah ia takut mati. "Ya," katanya, "Aku takut bertemu dengan Pencipta ku."
"Tapi bagaimana mungkin?" balas para murid dan pengikutnya. "Anda telah menjalani sebuah kehidupan yang sanga patut dicontoh. Anda meminpin kami untuk keluar dari kesesatan ibarat Musa. Anda telah menjadi hakim yang bijak ibarat Sulaiman."
Dengan lembut sang guru menjawab, "Saat saya bertemu dengan Pencipta ku, Dia tidak akan bertanya, "Apakah kamu sudah ibarat Musa atau Sulaiman?" Dia akan bertanya, "Apakah kamu sudah menjadi diri mu sendiri?"
Kisah ini memperlihatkan bahwa sepanjang jaman, orang-orang telah mengalami kesulitan untuk menjadi diri sendiri. Mengapa kita masih mengalami kesulitan? Kesulitan itu berasal dari kebutuhan kita untuk menyenangkan orang lain.
Dengan mengasumsikan nasib anda sendiri, anda akan menciptakan seseorang menjadi murka (boss, pasangan, orang tua, belum dewasa anda) tapi seiring waktu mereka akan menyesuaikan diri.
Saat awal anda mengasumsikan nasib anda sendiri itu dapat menjadi saat-saat yang menciptakan anda merasa kesepian, dan mungkin semua orang akan menentang anda. Tapi satu-satunya opini yang harus anda pertahankan ialah milik anda sendiri. Opini dari mereka yang dapat menyemangati atau menahan anda itu tidak relevan.
Keputusan untuk menjalani kehidupan anda itu ialah tanggung jawab anda sendiri. Hasil dari hidup anda ialah tanggun jawab anda sendiri. Aksi atau keengganan anda menjadi tanggung jawab anda sendiri.
Pengkondisian dan kepercayaan sebagian orang itu bertentangan dengan anda, dan ketika mereka melihat seseorang yang cara hidupnya berlawanan dengan nilai-nilai dan kepercayaan mereka, itu dapat menjadi sangat seram bagi mereka, karena, dalam suatu cara, itu menjadi ancaman bagi prinsip-prinsip dasar mereka sendiri.
Mereka merasa bahwa jikalau anda benar, maka mereka akan terpaksa harus berubah dan membuang sebagian dari kepercayaannya.
Saat seseorang dikonfrontasi dengan kepercayaan anda, maka akan terjadi peperangan batin, dan peperangan ini adalah, "Mungkinkah mereka benar? Dan jikalau benar, itu berarti saya mungkin saja salah."
Seseorang yang tahu siapa dirinya dan menyayangi dirinya tanpa syarat itu tidak akan merasa terancam oleh kepercayaan orang lain. Itu semua kembali pada pengembangan harga diri yang tinggi.
Sumber https://wownita.blogspot.com/