Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bokubitch Chap 8 B. Indonesia

Chapter 8 Ada banyak hal yang tidak bisa saya lakukan.
Diterjemahkan oleh


Tadi malam, alamat email klub surat kabar yang terbuka untuk umum di situs sekolah kami mendapatkan data gambar dari alamat tak dikenal. Hal pertama yang mereka kemudian lakukan di pagi hari yaitu membagikan koran pelengkap untuk para siswa. Tak lamapun, gambar itu jatuh ke tangan para guru.

Foto warna di koran memperlihatkan perihal Aizawa dan seorang laki-laki setengah baya sebelum memasuki hotel cinta, tertulis di papan nama berwarna merah muda yaitu nama hotel dan rincian biaya istirahatnya.

Segera kemudian, kepala sekolah mengadakan rapat staf khusus. Sekolah Menengan Atas Urotan yaitu shingakukou* terkenal di dalam prefektur. Pihak sekolah ingin melindungi reputasinya, mereka mungkin tetapkan untuk membersihkan tumor sebelum rumor jelek menyebar.
[Sekolah yg tujuan utamanya mempersiapkan para siswa semoga masuk ke jenjang universitas]

"Sial!"

Di ruang klub sepulang sekolah, saya melihat beritanya sekali lagi sambil menggertakkan gigi.

Kami mungkin sudah difoto oleh penguntit pada waktu itu. Kalau saja saya lebih sadar, hal menyerupai ini....!

Dengan penyesalan dan rasa bersalah yang berputar-putar membuatku tak bisa berkonsentrasi pada pelajaran sama sekali. Tapi, harusnya ada orang lain di kelas kami yang mempunyai kondisi sama, lantaran ia tidak muncul, bahkan tak sekali pun hari ini.

"Shinonome, ia niscaya sudah mencoba yang terbaik demi Aizawa...."

Gadis itu yaitu putri satu-satunya dari konglomerat Shinonome yang mengelola sekolah, pengutaran dari ia harusnya mempunyai imbas pada para guru. Dia niscaya sedang berjuang untuk mencabut pengusiran Aizawa, yang bisa disebut sahabat dekatnya. Tapi ini terlalu lama, saya terus dilanda kecemasan sepanjang hari.

Lalu, bagaimana kondisi orang yang bersangkutan....?

Mengingat wajah menangisnya tadi malam yang merasa bersalah lantaran menyianyiakan usahaku dan Shinonome. Reaksi macam apa yang ia miliki ketika mendengar perihal pengusiran? Hanya dengan membayangkan itu, saya dipenuhi kemarahan lagi terhadap diri sendiri menyerupai kemarin.

Disaat memikirkannya, pintu ruang klub di ketuk. Sungguh melegakan ketika ia memasuki ruangan, namun entah kenapa tatapan mata gadis ini serasa lebih cuek dari biasanya....

"Shinonome!! S-Syukurlah, saya pikir tidak bisa menemuimu di sini hari ini!"

Aku yang menunggu dengan tidak sabaran segera berdiri dari sofa dan berlari ke arahnya.

"Begitukah? Sangat menyenangkan ketika kamu melaksanakan persis menyerupai yang saya harapkan. Namun, inilah keadannya"

"Eh....Apa maksudmu?"

Dalam sekejap, Shinonome memberitahu tanpa menatapku dengan mata dinginnya.

"Pengusiran Aizawa Manaha secara resmi diputuskan. Termasuk klarifikasi kepada orang renta dan mekanisme lain, eksekusi ini akan diberlakukan dua hari kemudian. Karena wanita itu yaitu anggota klub sastra, saya bermaksud memberitahukannya kepadamu"

Paham bahwa sinar cita-cita terakhir telah lenyap, saya melihat ke bawah, merasa sedih.

Tak mungkin menyalahkan Shinonome. Lagipula, gadis ini niscaya berdebat dengan guru demi Aizawa dari pagi hingga sekarang....Aku ingin berpikir demikian.

Tapi, tidak....

Aizawa yang bisa dikatakan sebagai sahabat dekatnya, barusan Shinonome menyebutnya apa?

Mirip dengan dulu ketika ia tak menyukainya, ia bilang 'perempuan itu'?

"Oi Shinonome. Aku ingin mendengarnya untuk berjaga-jaga tapi, hingga sekarang, apa yang sudah kamu lakukan....?"

Tanpa memusingkan diriku yang sedang dalam kondisi mulai membuatkan percikan api, ia menyikat rambut hitamnya yang halus.

"Apa yang kulakukan? Aku terus mendengar dongeng para guru yang menentang keputusanku. Perempuan itu berlawanan dengan penampilannya, ia rajin hingga terkenal di kalangan guru. Banyak guru menjelaskan kalau foto itu semacam kesalahpahaman dan memintaku untuk menarik kembali pengusirannya. Meski keputusan tamat dari ojiisama diserahkan ke sekolah*, tanpa terasa kami berakhir membuang-buang banyak waktu"
[Maksudnya, kepastian perihal situasi Aizawa diserahkan ke sekolah, yg termasuk para guru dan Shinonome sendiri sbg cucunya. Merekapun berunding hingga menghabiskan waktu yg lama]

"Apa yang kamu bilang? Caramu bicara, sama menyerupai kamu yang menciptakan Aizawa berhenti sekolah...."

"Sungguh lelaki bodoh. Itu persis apa yang saya maksud"

Merasa kesal dari lubuk hati, celah mataku menyipit.

"Aku menghadiri rapat staf pagi ini sebagai perwakilan ketua dewan. Intinya, posisi itu yaitu untuk orang yang mengelola manajemen dan manajemen sekolah, lantaran menilai duduk kasus itu bisa merugikan kedua sisi, saya eksklusif memberi keputusan yang ketat"

"Tunggu! Aizawa yang muncul di foto kenyataanya bukan untuk melacur, kamu sepenuhnya tahu akan hal itu, kan?! Tapi kenapa kamu malah menciptakan temanmu sendiri keluar dari sekolah?!?!"

Bahkan kalau harus dikeluarkan, terlalu dini untuk menciptakan kesimpulan.

Aku sanggup memahami pendapat yang muncul dalam banyak sekali bentuk dari para guru.

"Sudah kubilang sebelumnya. Aku akan menjadi kepala keluarga Shinonome, tanpa semangat yang kuat, saya takkan bisa mengelola konglomerat sendirian. Sesuatu menyerupai sahabat atau rekan itu tak perlu, saya tak boleh melaksanakan sesuatu menyerupai menentukan perasaan pribadi diatas organisasi"

Tapi tetap saja, kesimpulan barusan terlalu terburu-buru.

Sangat jelas, Shinonome yang biasa takkan memberi keputusan tak masuk nalar semacam itu. Apa yang menciptakan ia melakukannya? Kenapa tergesa-gesa? Aku tak bisa mengerti.

"Aizawa tidak melaksanakan sesuatu menyerupai pelacuran....Jika ia diusir, saya benar-benar takkan memaafkanmu"

"....Hee. Kau masih berpihak padanya hingga sekeras ini?"

Melihat dari wajahnya, Shinonome sedikit sedih.

....Tapi mungkin itu salah, ia akhirnya memperlihatkan senyuman samar.

"Jika kamu ingin mencegah pengusirannya, cobalah yang terbaik pada pertemuan sekolah yang diadakan dua hari dari sekarang. Mengenai eksekusi Aizawa Manaha, kami berencana untuk mendengarkan pendapat siswa terakhir. Yah, bagaimanapun, sebelum foto bukti muncul, desas-desus semacam itu sudah ada semenjak awal. Meski orang mungkin berkata ia populer, saya pikir tak ada yang akan melindunginya. Setelah diabaikan oleh semua orang, bisakah lelaki sepertimu melaksanakan sesuatu?"

"Ugh....itu...."

Memahami apa yang Shinonome maksud, saya mengepalkan tinju.

"Fufu, tidak bisa, kan? Mau bagaimana lagi, akhir trauma selama SD, kamu takut ketika menjadi materi perhatian. Beberapa ahad yang kemudian di kelas, kamu akan pingsan lantaran tekanan kalau saya tak membantu. Mustahil orang sepertimu bisa mengusulkan sesuatu dihadapan seluruh siswa sekolah kita"

Pada akhirnya, saya mengerti siapa musuh yang harus di hadapi kali ini.

Jelas, diriku sendiri. Tapi, tentu saja itu bukan musuh sesungguhnya.

Jika bisa mengatasi trauma masa lalu, saya niscaya akan menjadi tokoh yang di atur untuk menyelamatkan Aizawa di atas panggung. Hanya saja, ini juga akan memunculkan seorang musuh, yaitu pelacur berjenis rapi yang paling kutakuti, Shinonome Ibuki.

Shinonome selalu mendapat apa yang diinginkannya. Tak perlu menghabiskan waktu, tak perlu mengotori tangan, apa yang ia perlu hanyalah suatu taktik.

"....Dengan kata lain, semoga berhasil menolong Aizawa saya harus dengan patuh menjadi milikmu, itu yang kamu maksud, ya?"

Tak ada Jawaban. Tapi melihat bibirnya, saya bisa mengerti apa yang ingin ia katakan.

Menjadi orang yang menonjol itu terasa menjijikkan, jadi ia sudah tahu bahwa saya akan mengalah terlebih dahulu?

Sebagai contoh, bahkan kalau saya mengatasi trauma dan bisa berbicara di seluruh pertemuan sekolah, apa yang menantiku yaitu insan berkemampuan super tinggi, Shinonome Ibuki. Selain itu, kalau ingin membalas ketidakbersalahan Aizawa, dihadapan foto bukti, semua klarifikasi akan serasa percuma. Shinonome niscaya telah meramalkan ini, diriku terpojok dalam situasi di mana hanya ada satu opsi yang bisa dipilih. Jika begini, apa tidak duduk kasus bagiku untuk mengikuti harapannya dan menjadi milik Shinonome?

....Tidak, tak peduli berapa banyak pembelaanku demi Aizawa, saya tak bisa melaksanakan hal semacam itu. Selama SMP, diriku jatuh ke dalam planning pelacur bertipe rapi, mengalami waktu yang jelek diperlakukan sebagai alat latihan semoga ia bisa berkencan dengan lancar bersama pacar aslinya. Aku tidak ingin memikirkan penderitaan menyerupai itu lagi, takkan pernah.

Kemarin saya sadar bahwa Aizawa yaitu gadis baik. Karena itu, entah bagaimana diriku ingin membantu. Tapi, tanpa mengetahui caranya. apa yang harus diperbuat dalam situasi ini? Sialan! Seseorang, tolong katakan padaku....

"Jika kamu tidak ingin menonjol, apa jawabanmu, kamu seharusnya tahu kan? Tak ada banyak waktu yang tersisa, jadi tolong buat keputusanmu secepat mungkin"

"....Tunggu"

Untuk Shinonome yang membalikkan punggung dan hendak pergi, saya mengajukan pertanyaan yang kuingin konfirmasi dengan segala cara.

"Apa kamu menerimanya? Apa kamu benar-benar ingin temanmu dikeluarkan? Apa kamu lupa kalau Aizawa memanggilmu 'teman'?"

"...."

Aku merasa Shinonome yang kini bukanlah Shinonome Ibuki yang asli, saya mengajukan pertanyaan, berharap untuk menenangkannya.

Namun sehabis sebentar berdiri membisu dan membuka pintu, ia berucap sambil tampak agak kesepian.

"Aku ingat apa yang wanita itu katakan, tapi tidak ingat apa yang saya katakan"

Meski tidak mengerti arti kata-katanya, rasa sakit mengalir di dadaku menyerupai ada duri yang melekat di sana.

☆☆☆

Sementara pada kelas di hari berikutnya, saya memandangi langit berawan yang dipengaruhi oleh cuaca hujan.

Aizawa masih tidak masuk, tampaknya ia jadi tahanan rumah*. Duduk di bangku belakangku yaitu Shinonome, hari ini kami tidak saling memandang maupun bertukar kata.
[Bagi yg gk tahu, tahanan rumah itu bentuk eksekusi untuk 'mengurung' seseorang di kediamannya sendiri (atau istilahnya membatasi ruang lingkup hanya disekitar rumah). Misal, kamu tertangkap tangan absen sekolah buat main warnet, terus pihak sekolah ngasih skorsing, ortu pun murka kemudian gk ngebolehin keluar kecuali masa skorsing habis dan kamu merenung atas kesalahan sekaligus mengaku takkan melakukannya lagi XD ]

Sepulang sekolah kemarin, saya ingin membantu Aizawa entah bagaimana. Tapi, malah pulang ke rumah dan ditempeli Sharte menyerupai biasa, sehabis berpikir kembali dengan perlahan, saya menyadari bahwa itu mustahil.

Mula-mula, demi menolong Aizawa, saya harus mengatasi trauma untuk berbicara dihadapan seluruh siswa, selanjutnya harus membujuk Shinonome Ibuki. Sangat mustahil.

Oleh lantaran itu, pikiranku telah mencapai titik dimana pengusiran Aizawa dari sekolah sudah tak terelakkan.

Gadis itu tidak menyebalkan, saya mengerti ia gadis baik yang tidak akan melaksanakan sesuatu menyerupai pelacuran.

....T-Tapi....jika berpikir dengan hati-hati, bukankah Aizawa sering gonta-ganti barang bermerek meski tinggal di keluarga yatim? D-Dan juga, ia tak menjawab ketika saya menanyakan pekerjaan paruh waktu apa yang ia lakukan....Ah, menyerupai yang diharapkan gadis itu pelacur. Pasti begitu.

Aku tahu bahwa hatiku menolaknya. Tapi untuk membenarkan kelemahan sendiri, saya tak punya pilihan selain berpikir menyerupai itu untuk mendapatkan pengusiran Aizawa.

☆☆☆

Sepulang sekolah, saya pergi ke ruang klub dan Shinonome sudah ada di sana.

Besok jam kelas pagi akan digantikan dengan rapat sekolah. Karena Shinonome merupakan perwakilan ketua dewan, besok pagi ia takkan punya waktu untuk bertemu denganku. Dengan kata lain, hari ini yaitu kesempatan terakhir untuk memintanya menolong Aizawa. Demi mendengar jawabanku, Shinonome sudah niscaya menunggu di ruang klub.

Aku duduk di sofa di arah berlawanan dengan Shinonome yang sedang menurunkan pandangannya, melihat sebuah buku.

Untuk meniru Shinonome, saya mengeluarkan novel ringan dari tas dan mulai membaca. Walau ia sedikit melirik ke arah sini, saya hanya membenamkan diri di dunia fantasi untuk lari dari kenyataan.

Aizawa yang merupakan anggota klub terancam diusir, sedangkan saya malah di sini menikmati novel ringan.

Tiba-tiba berpikir perihal klub ini dibubarkan Jumat besok, memenuhi diriku dengan perasaan menyakitkan.

Tentu saja, perasaan kehilangan akan sangat jelek kalau ruang klub lenyap. Tapi dengan perasaan kehilangan menyerupai itu, kenapa ada perasaan bersalah pada Aizawa?.

Aku memang bisa menikmati novel ringan kini lantaran ia masih menjadi tahanan rumah. Tapi, bagaimana kalau saya melihat Aizawa dikeluarkan sementara tahu ia tidak bersalah? Pada ketika itu, bisakah saya menikmati waktu menyerupai sekarang? Kehidupan sekolah tanpa Aizawa, bisakah saya menikmatinya disaat menatap bangku belakangku yang kosong?

Ketika sadar, waktu untuk meninggalkan sekolah telah mendekat, kawasan sekitarpun sudah menjadi gelap gulita. Berdiri sambil memegang tas, saya hendak meninggalkan ruangan tanpa menyebut apapun kepada Shinonome yang masih membaca.

Kesempatan terakhir untuk meminta santunan demi Aizawa yaitu sekarang. Jika saya melewatkan ini, pengusirannya akan dipastikan....Namun saya pergi begitu saja, menutup pintu dengan tangan gemetar.

Disaat melaksanakan itu, saya merasa bahwa jari-jari Shinonome sedikit meregang, mencoba menghentikanku.

Dalam perjalanan pulang, saya pergi ke kawasan elektronik yang terletak di antara stasiun terdekat ke sekolah dan stasiun lain*.
[Kalau ada yg belum ngerti. Perjalanannya kayak begini, Stasiun > Daerah Elektronik > Stasiun lagi > Sekolah]

Aslinya dari awal, saya bermaksud berkeliaran dan menikmati window shopping di GAMERS, Tora no Ana, Sofmap, Animate, dan lain-lain*....Tapi ternyata percuma.
[Itu semua yaitu toko terkenal di Akihabara. Di GAMERS banyak barang2 keperluan otaku menyerupai komik dan game. Tora no Ana yaitu ladangnya Doujinshi. Sofmap bisa dibilang toko yg menjual banyak sekali keperluan elektronik semisal PC, konsol game, mainan dan sebagainya (cabangnya ada banyak). Sedangkan Animate terkenal di kaum hawa lantaran banyak nyediain hal2 bertema BL. Sumber MATCHA : Tentang Sofmap , GAMERS, Animate, dan Tora no Ana ]

Aku pikir kalau dikelilingi oleh hal-hal yang kusukai, perasaan bersalah terhadap Aizawa akan teralihkan dan memudar. Namun, itu tidak menghilang sama sekali. Sebaliknya, menjadi lebih besar daripada sebelum meninggalkan sekolah.

Kalau begitu, bagaimana dengan ini? Dulu saya pernah berniat untuk pergi ke suatu tempat semacam 'itu' sekali, jadi saya memasuki sebuah Maid Cafe* yang sangat terkenal, {E • maid}. Untuk lari dari kenyataan, saya pikir ingin mengalami hal yang menakjubkan di hari biasa.
[Sesuai namanya, Maid Cafe itu kafe yg pegawainya berdandan ala pembantu. Bagi yg sudah menonton Kaichou wa Maid-sama niscaya sudah paham]

Sambil melihat menu, saya juga melihat keadaan menenangkan toko.

Ini pertama kalinya saya di Maid Cafe jadi masuk akal kalau gugup....

Anehnya, ada banyak pegawai kantoran dalam perjalanan pulang di toko, sebagian besar kursipun terisi. Sebagai Maid Cafe yang populer, semua Maid-san di lantai ini elok sekaligus manis. Meski mereka tampak benar-benar sibuk, gadis-gadis itu dengan hangat menyambut 'tuan dan nyonya' mereka sambil melayani dengan tulus.

"Ah"

Akulah yang beranggapan bahwa tidak perlu berpikir macam-macam kalau ada di sini. Tapi anggapan itu dihancurkan oleh seorang pembantu yang muncul dari interior. Pembantu ini mempunyai rambut pirang yang sangat menyerupai dengan seseorang, lantaran usia mereka kurang lebih sama, serasa tidak nyaman ketika mengingatnya.

Aku segera menunduk, mencoba berpaling dari garis pandangnya dan tak bisa berhenti menekan kakiku tanpa sadar.

Suara maid-san ini persis menyerupai Aizawa. Sedikit menaikkan tatapan, saya melihat senyumnya yang tepat tapi agak canggung ke arah seorang pelanggan pria.

Akhirnya, ia tiba ke mejaku, dengan bunyi ceria dan terkesan akrab.

"Goshujin-sama, ini air dinginnya! Apa Anda sudah tetapkan untuk memesan....eh?"

Dia yang hendak meletakkan air menatap wajahku untuk beberapa alasan, dan akhirnya kehilangan tumpuan....'Pashaaaa!'.

Semua air dalam gelaspun tumpah ke celanaku.

"Eh....?"

Aku membeku dalam insiden mendadak ini. Tapi, gadis di depanku malah terus menatap sementara seluruh tubuhnya juga terkaku.

"....Ke-Kenapa Ikuno di sini?"

Gadis itu menatapku dengan mata bundar besar terbuka lebar lantaran sedang terkejut.

Tak salah lagi, ia gadis yang ketika ini seharusnya menjadi tahanan rumah, Aizawa Manaha.


☆☆☆

Aku tiba ke lantai dua kafe. Ini merupakan kamar yang menyerupai ruang ganti dimana tempat mesin cuci, persediaan peralatan toko, dll diletakkan. Di sana, saya membungkus pecahan bawah badan dengan handuk mandi dan duduk pada bangku di depan mesin pengering, menunggu celana panjang dan celana dalamku kering.

"M-Maaf sekali. Aku tidak menyangka Ikuno ada di sini, jadi saya tercengang dan...."

Aizawa yang mengenakan seragam pembantu rapi berwarna dasar hitam putih, menatapku dengan canggung.

"Sudah kubilang, tidak apa-apa...."

Aku melaksanakan hal yang sama sebelumnya, jadi saya tidak bisa marah.

"Kesampingkan itu, pekerjaan paruh waktu yang Aizawa katakan ada di Maid Cafe ini, ya?"

"U-Un"

"Emm....Aku tidak ingin mengkritik tapi, kenapa kamu tidak memberitahu ketika kutanyai sebelumnya? Kurasa ini bukanlah pekerjaan yang hingga perlu bersikap malu, kan?"

"Itu....karena, semua sahabat di sekitarku menggandakan usia mereka untuk bekerja di kaba*, tapi saya hanya mempunyai pekerjaan paruh waktu menyerupai ini, jadi rasanya memalukan...."
[Ver english juga masih mewaspadai pecahan ini. Menurut penerjemahnya, kata キヤパ (Caba di ver english) mungkin yaitu kabaret, yaitu suatu tempat menyerupai kafe yang pegawainya menghibur para tamu/pelanggan, misal dengan pertunjukkan berupa menari atau bahkan yg sedikit berbau dewasa....hanya saja, menurutku ini mungkin merujuk ke pub atau kafetaria dan teman2 Aizawa bekerja sbg bartender atau pelayan disana. Tahu Kawasaki Saki dari Oregairu?]

Siswa Sekolah Menengan Atas yang bekerja di caba....seperti yang diharapkan ada banyak gadis semacam itu di antara teman-teman Aizawa ya?

"Yah, kupikir ini pekerjaan paruh waktu yang normal....Maksudku, kalau kamu semalu itu, Aizawa terlihat cukup mencolok jadi kupikir kesesuaianmu untuk bekerja di caba tidaklah buruk"

Karena ketika ini Aizawa yaitu orang yang paling ingin kutemui, saya tak bisa melihat wajahnya secara langsung.

"Begitu ya....Seperti yang diduga, saya tidak cocok untuk ini, kan?"

"Tidak, bukan itu yang saya maksud"

"T-Tidak apa-apa. Semua orang juga bilang saya cocok dengan hal-hal mencolok...."

Aizawa tampaknya aib lantaran ia terlihat mengenakan seragam maid, ia tersipu dan berbalik ke sisi yang berlawanan.

"Tapi bekerja di caba, bagaimanapun juga tidaklah baik. Bekerja menyerupai itu meski di bawah umur, kupikir tidak pantas....dan mengekspos hal-hal menyerupai d-dada atau pantat benar-benar dibutuhkan di sana, kan? Hal semacam itu terlalu ecchi, tidak senonoh. Lagipula, aku....lemah kalau harus berhadapan dengan seorang lelaki"

Karena berbicara denganku menyerupai gadis normal membuatku lupa, Aizawa mempunyai androphobia. Tapi apa ini, sehabis menegaskan kembali bahwa ia gadis yang baik, perasaan bersalah semakin bertambah....

"Kesampingkan itu, Aizawa seharusnya menjadi tahanan rumah, kan? Apa boleh bekerja dengan normal?"

"A-Ahaha....tidak, tentu saja tidak. Tapi, saya tidak bisa hening kalau tidak menggerakkan tubuh...."

Dia yang akhirnya mengalihkan wajah ke arahku memperlihatkan senyuman sedih.

"Maaf. Jika saya lebih perhatian perihal Aizawa yang tidak mengenakan penyamaran pada ketika itu, hal semacam ini takkan terjadi"

"U-Uun! Ikuno tak perlu khawatir! Itu pada awalnya kesalahanku yang mencoba sombong dengan berbohong kepada teman-teman....Jadi Ikuno maupun Ibuki, tolong jangan keberatan sama sekali!"

Aku tahu Aizawa akan menyampaikan itu.
Gelombang perasaan dalam diriku tumbuh lebih besar sekali lagi.

"Hanya saja....Okaa-san, sedikit heran. Membuatku agak khawatir"

"Apa perihal hal pelacur....Aku mengerti itu bohong, tapi ia percaya klarifikasi dari pihak sekolah, ya?"

Mengetahui putri yang dibesarkannya sendirian melacurkan diri, itu niscaya mengejutkan....

"Uun, ini berbeda, Ikuno. Setelah mendengarku dengan sungguh-sungguh, okaa-san percaya bahwa saya tidak melacurkan diri. 'Berlagak dengan berbohong kepada teman-teman, itu benar-benar sepertimu' dan hanya tersenyum. Tapi, sesuai dugaan, ia kelihatannya tidak tahan kalau saya diusir...."

Aizawa menjelaskan bahwa selama di SMP, keadaan ekonomi sangat sulit bagi ibunya untuk membiarkan ia berlanjut ke jenjang SMA. Pada waktu itu ibunya sangat menyesal, terlalu menyakitkan untuk dibayangkan.

"Oleh karenanya, saya mencar ilmu sangat keras demi okaa-san. Hingga bisa mendaftar di Urotan berkat beasiswa....pada ketika itu, okaa-san sangat senang"

Seorang ibu yang baik menginginkan kebahagiaan putrinya di atas segala hal. Namun, ketika putrinya akan dikeluarkan lantaran alasan yang tak masuk akal, ia niscaya mendapatkan kejutan yang cukup besar.

Tunggu, daripada untuk diri sendiri, apakah Aizawa berjuang demi ibunya?

"Mungkinkah, Aizawa bekerja di Maid Cafe juga demi ibumu atau semacam itu?"

Dia kemudian tertawa malu.

"U-Un....Ahaha. Karena keuangan keluarga kami sangat parah, akupun berniat membantu okaa-san meski hanya sedikit. Kaprikornus bekerja dengan upah per jam menyerupai ini bagus, saya merasa begitu. Jika biaya makanan dan tenaga bisa berkurang, kupikir okaa-san akan bisa membeli barang-barang yang ia sukai"

"...."

Kenapa, kenapa ada gadis yang sebaik ini? Aku ingin melarikan diri dari perasaan bersalah yang menyiksa hati. Untuk itu, ia perlu dibuktikan sebagai pelacur. Kalau tidak....ya, kalau tidak saya takkan pernah bisa menciptakan alasan untuk tidak menolongnya.

Aku akhirnya melempar pertanyaan ini.

"Aizawa, kamu sering membeli dan mengganti barang bermerek, kenapa begitu....?"

"Eh? Emm, perihal itu...."

Perempuan inipun memerah, ia memutar ujung rambutnya menggunakan jari lantaran kebiasaan.

"Jujur saja, itu semoga okaa-san merasa lega"

Okaa-san lagi. Singkatnya, Aizawa yaitu putri yang baik dan berbakti.

"Pada awalnya ketika saya memasuki SMA, untuk putri yang seharusnya menikmati masa muda, tampaknya okaa-san sangat menyesal lantaran tidak sanggup menambah uang saku....Selain itu, meski mulai bekerja paruh waktu, saya ingin menabung untuk masa depan jadi saya tidak menggunakan banyak uang. Tapi, lantaran okaa-san melihatku tidak menggunakan uang dan hanya menaruhnya di rumah, {Aku tidak bisa menggunakan uang yang kamu hasilkan dengan keringatmu sendiri} diapun salah paham dan murung...."

Mendengar dongeng menyerupai itu, ibu Aizawa tampaknya pribadi yang serius lantaran sangat peduli pada putrinya....

Aizawa mungkin mengerti apa yang saya rasakan, ia tersenyum pahit.

"Oleh lantaran itu, saya biasanya membeli barang bermerek murah dari toko daur ulang, jadi saya bisa membujuk okaa-san untuk menggunakan uang yang cukup demi dirinya sendiri. Jika ia melihatku memakainya secara teratur, ia akan merasa lega, kan? Berkat itu, baru-baru ini perasaan berhutang Okaa-san yang bekerjasama dengan tidak meningkatkan uang sakuku tampaknya telah menghilang"

Sangat bagus ketika ia tersenyum bahagia.

Ketidakbersalahan Aizawa terbukti tepat sekarang. Tak ada hal yang bisa lebih meragukannya.

Dan kini saya menghadapi perasaan bersalah lantaran mencoba meninggalkan gadis ini.

Mesin pengering kemudian berhenti, dengan bunyi yang menginformasikan bahwa celana panjang dan celana dalamku kering

Aizawa kemudian melangkah keluar untuk sementara, akupun meninggalkan ruang istirahat itu sehabis selesai berganti pakaian.

"Terakhir, terimalah ini, Ikuno! Aku memberikannya kepadamu!"

"Eh, ini....?"

Menerima buku catatan pink yang imut, saya dibentuk bingung.

"Besok pengusiranku, kan? Oleh lantaran itu saya tidak akan menjadi anggota klub sastra lagi....di buku catatan ini tertulis perihal bagaimana mencegah klub dari pembubaran yang kubuat sendiri, kini kuberikan padamu. Meski Jumat besok yaitu hari diputuskannya, mungkin takkan ada cukup waktu, tapi....aku yakin itu akan membantumu menemukan beberapa anggota, mungkin?"

Aizawa mempunyai verbal adonan tersenyum dan menangis. Itu normal. Dia akan diusir walau tidak benar-benar melacur. Tentu, tak tertahankan hanya dengan memikirkan hal itu.

Lalu, kenapa wanita ini tidak meludahkan perasaannya? Sederhana saja.

Meski gres sadar beberapa waktu yang lalu, saya akan murka kalau air tumpah di pakaianku. Tapi Aizawa di hari itu, ketika saya melaksanakan hal yang sama ia hanya tertawa dan memaafkanku.

Meski akan dikeluarkan besok, ia masih menjadi gadis baik yang peduli pada orang lain. 'Jika saya menangis, maka kamu niscaya akan menyalahkan diri sendiri, kan?' Kekhawatirannya ini....

Tapi ia bisa mengatasinya. Setelah semua, sekilas saya mengerti bahwa Aizawa telah menangis sepanjang malam kemarin lantaran pecahan bawah matanya agak merah dan bengkak....

Aku menaruh buku catatan itu di tas, kemudian berpindah ke pintu dan meletakkan tanganku di kenopnya.

"Ikuno...."

Menoleh ke belakang, sehabis ragu-ragu, Aizawa menelan kata-kata yang akan ia ucapkan. Dan kemudian, dengan senyuman berucap.

"Maaf lantaran hanya mengganggumu hingga akhir. Jangan lupakan aku, ya?"

Tanpa tahu bagaimana harus menjawab dan terjebak dalam situasi di mana diriku galau perihal tindakan apa yang harus di lakukan besok, saya tak bisa membalas dengan kata-kata yang tidak bertanggung jawab. Hanya saja, saya yakin perihal apa yang ku pikirkan.

Bagaimanapun, saya tidak ingin melihat sesuatu menyerupai wajah menangis gadis ini.

"....Seragam pelayan, kupikir itu cocok untukmu"

Pada akhirnya, langkahku bergerak meninggalkan ruangan sehabis berkata demikian.

Sambil tersenyum dan mengawasiku, Aizawa dengan samar berkata "Jangan terlalu memaksakan diri".

☆☆☆

Kembali ke kasur seusai menempatkan Sharte tidur, saya berdiri sehabis 1 jam.

Melihat mejaku sambil berbaring di kasur, saya kebetulan melihat notebook pink Aizawa. Membacanya sebelum pergi tidur, ada sekitar 20 planning taktik untuk mencegah pembubaran klub teruntai di sana. Terlebih lagi dihiasi karakter-karakter lucu yang digambar dengan tangan menggunakan pena warna-warni.

Ketika diriku menyerah, Aizawa menulis sesuatu pada catatan ini di ruang klub. Tapi tidak mungkin ia bisa selesai menciptakan sebanyak ini kecuali juga melakukannya di rumah.

"Kuh...."

Menjadi materi perhatian dan bicara di depan semua siswa itu menakutkan. Menghadapi Shinonome juga menakutkan. Tapi saya ingin menolong Aizawa....Yah, sesuai dugaan saya tidak punya pilihan selain menghadapi Shinonome kan?

Hanya saja, tak mungkin bisa menandingi orang itu. Shinonome yang sangat pandai setidaknya satu atau dua kali lebih terampil dariku.

Masalah kali ini adalah, Shinonome ingin mendapatkanku dengan segala cara, ia niscaya telah memanfaatkan seseorang yang mau melaksanakan apa pun untuk menguntit Aizawa, saya yakin orang tersebut lah yang memotret pada momen menentukan itu. Tak diragukan lagi, ketika kasus Ten-nee, tatapan yang saya rasakan ketika didepan ruang audiovisual juga niscaya dari orang dibawah kendalinya. Memahami kelemahanku bahwa Aizawa yaitu anggota klub yang sangat diperlukan, dan akhirnya berniat mengancam....Bergaul baik dengan Aizawa, harusnya semua itu kepura-puraan demi mendapatkanku.

Aku memikirkan cara untuk membantu Aizawa dengan kepalaku yang hanya setengah bangun. Tapi tak ada hal bagus yang muncul.

Aku kemudian hendak berdiri untuk menenangkan diri dengan meminum susu, tapi....

"A-Apa? Tubuhku, tak bisa digerakkan...."

Mungkin lantaran berpikir sepanjang waktu, hingga kini saya gres sadar bahwa ada sesuatu yang menahan perutku.

Aku belakang layar membalik futon---

"Aa, Nii-saa〜n♪"

---dan menarik futonnya kembali.

Kurasa itu niscaya lantaran masih setengah bangun, saya menggosok mataku dan sekali lagi membalikkan futon.

"Kunkun*....aah, menyerupai yang diduga, bacin Nii-san tak tertahankan♪"
[Kunkun = mengendus]

Mengenakan kemeja putih, gadis elok berambut perak ini sedang menggosok-gosokkan pipinya ke dadaku.

Dia yang selalu tanpa verbal menyerupai es menutup mata dengan gembira, seolah ada tanda hati yang menyebar darinya.

"Oi Sharte, apa yang kamu lakukan?"

"Ah"

Disaat adikku akhirnya memperhatikanku, ia perlahan-lahan duduk.

Dia seketika berganti ke wajah tanpa verbal yang biasa, matanya yang kosong di mana kamu tidak bisa mencicipi hawa hidup berkelap-kelip.

"Nii-san. Hanya lantaran adikmu melaksanakan yobai*, tolong jangan berwajah jorok menyerupai itu"
[Aku kayaknya pernah ngasih tahu perihal Yobai di novel WT. Yobai ini dilakukan oleh laki2 dan wanita yg belum menikah. Saat malam, si laki2 akan mengendap-endap ke kamar si gadis sambil memberitahu niatnya, kalau si gadis setuju, mereka akan tidur bersama. Bedanya, Sharte yg malah mengendap-endap ke kamar Ikuno bahkan tanpa diketahui]

"Jangan gembira ketika kamu melaksanakan Yobai, dasar!"

Beberapa menit kemudian, saya dan Sharte berbaring berdampingan di ranjang yang sama. Meski hal-hal menyerupai menghitung noda di langit-langit tidak terjadi, lantaran kami sudah tidur bersama semenjak kecil, daripada tidak nyaman, ada perasaan lega.

Lalu, untuk memecah keheningan Sharte bertanya dengan nada tenang.

"Nii-san, belakangan ini kamu tidak terlihat aneh, apa terjadi sesuatu?"

"Uu....jadi, Sharte memang tahu, ya?"

"Tentu saja. Aku selalu berada di samping Nii-san, kan? Belakangan ini Nii-san tidak berpikir perihal skenario game ataupun nukige*, kamu berada dalam proses memanas hingga berniat melompat eksklusif pada lawan jenis untuk hal ecchi....Nii-san, bagaimana kalau menggunakan saya sebagai pelampiasan?"
[Nukige ini, gimana jelasinnya ya? Mirip Eroge (VN 18+) lah....lebih jelasnya lihat Disini, tapi isinya inggris semua XD ]

"Kenapa menjadi menyerupai itu?!"

Maksudku, ketika saya tidak di sini apa ia mengusut kamarku?

Walau ia adik yang imut, pecahan ini benar-benar menyebalkan.

"Nii-san, saya tak keberatan kalau kamu menganggapku sebagai boneka seks. Karena itu...."

"Tidak, dengar, jangan bahas ini lagi....haahh"

"....Seperti yang diduga, sesuatu yang membuatmu khawatir terjadi, ya?"

Menunjukkannya diriku yang lemah menyerupai kini tidaklah keren. Tapi kini saya ingin berbicara dengan seseorang.

"Jujur saja....besok, seorang gadis akan dikeluarkan....Untuk mencegah demi dirinya, saya harus berjuang dihadapan semua siswa di sekolah"

"...."

"....Eh, Sharte?"

Wajahku terkubur di dadanya sambil dipeluk erat. Melalui baju tipis, kehangatan tersalur dari tubuhnya yang kecil dan ramping, aroma semerbak sampo gadia ini menciptakan jantungku berdetak lebih kencang.

"Nii-san, tolong jangan mengorbankan dirimu demi orang lain lagi"

Itu bunyi yang sama tanpa perasaan menyerupai biasa. Tapi saya mengerti bahwa entah dimana, ia sedang sedih.

"Selama di SD, Nii-san telah berkorban hanya untuk melindungiku. Tapi akibatnya, kamu menderita rasa sakit selama 3 tahun....itulah yang membuatmu takut menjadi materi perhatian, saya sangat tahu"

Itu yaitu dongeng pada ketika Sharte kelas dua di SD, sedangkan saya masih siswa kelas tiga.

Suatu hari, saya terkejut melihat penampilan Sharte ketika ia pulang. Rambut perak yang elok terpotong di sana-sini dengan gunting atau sesuatu, wajah dikotori oleh lumpur, pada pakaian gaya barat dan tasnya, banyak sekali penghinaan tertulis menggunakan krayon dengan warna berbeda. Menurut dongeng Sharte, gadis pemimpin kelas berkata bahwa sifat diamnya yang menyerupai boneka itu menjijikkan, seluruh kelaspun mulai mengolok-oloknya. Terlebih lagi pipinya ditampar berkali-kali, satu sisi menjadi sangat merah dan bengkak.

Syok akhir kehilangan keluarga menciptakan Sharte tak bisa mengekspresikan perasaannya. Karena itu, meski tak menangis, gemetar ditubuhnya sedikit memberitahuku hal itu. Anggota keluarga penting yang berada di sisi untuk menutupi kesepian terhadap orang tuaku telah terluka*.
[Ingat, ortu Ikuno sering bepergian diluar negeri jadi jarang pulang]

Aku merasa sangat murka sampai-sampai darahku mendidih.

Keesokan harinya, pembalasanpun diputuskan. Semua siswa berkumpul di gimnasium, ada saatnya bagi kami untuk mendengar dongeng guru. Aku pada ketika itu naik ke panggung dan mencela gadis yang menjadi pelaku kasus penghinaan Sharte, ia kemudian meminta maaf sambil menangis.

Tapi itu tak berakhir di sana. Siswi pemimpin kelas yang menghina Sharte, yaitu adik wanita dari seorang gadis imut dan terkenal di kelasku berjulukan Okada. Aku yang juga terkenal di kelas kami, awalnya tidak berpikir baik perihal sifat sombong Okada, saya dikira menanggapi kasus adiknya terlalu serius, ia menciptakan semua orang di kelasku percaya demikian.

Di awal, saya bisa menanggungnya. Tapi situasinya berubah di tengah jalan.

Walaupun masih kelas tiga, saya dengan berani naik ke panggung dan melaksanakan hal yang egois, kakak kelaspun tak berpikir baik tentangku. Di koridor, ketika saya lewat selama waktu istirahat, mula-mula mereka akan mulai dengan mengklik lidah, secara sedikit demi sedikit menjadi tendangan dan segera mencapai titik dimana saya dipukuli.

Menjadi terisolasi di kelas, saya yang tidak punya orang untuk diajak bicarapun perlahan kehilangan keyakinanku yang dulu. Okada sebagai tugas kunci telah melaksanakan hal-hal kejam yang sama dilakukannya pada Sharte. Efek berlanjut bahkan ketika saya berganti kelas, itu sebabnya sisa 3 tahun yaitu neraka bagiku.

"....Aku tahu kalau Nii-san baik. Tapi ini sudah...."

Suaranya tanpa emosi menyerupai biasa. Tapi tubuhnya gemetar sedikit, mengingatkan hari itu....Diriku sungguh tidak berguna. Sampai menciptakan adik berhargaku cemas....

"Kaburlah kalau memang menyakitkan, mengerti? Aku akan selalu berada di sisi Nii-san"

"Un....terimakasih, Sharte. Aku juga takkan memaksakan diri"

Keteguhanku tumbuh sehabis mendengar ucapannya. Aku kemudian menepuk kepala Sharte dengan pelan.

Segera, ketika Sharte berpikir saya sudah tidur, dia---

"Tapi Nii-san, kamu selalu menentukan jalan semacam ini ya...."

---berbisik dengan nada senang bercampur sedih, kemudian memelukku sedikit lebih erat.

☆☆☆Chapter 8 berakhir disini☆☆☆

Ke Halaman utama Bokubitch
Ke Chapter selanjutnya


Sumber http://ifunnovel.blogspot.com/