Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bicara Cinta

 Kalau berbicara soal cinta banyak orang yang tiba Bicara Cinta

Kalau berbicara soal cinta banyak orang yang tiba-tiba merasa bahagia, sedih, ketawa, menangis, bahkan hingga lompat-lompat dan guling-guling sendiri, itu gres bicara, belum yang lain.

Bicara soal cinta, artinya bicara soal manusia, iya, alasannya yaitu cuma insan yang jatuh cinta. Walaupun pada dasarnya, manusia, binatang dan flora sama-sama mahluk hidup dan sama-sama berkembang biak (bedanya, insan punya spesies jomblo), namun binatang dan flora melaksanakan itu bukan alasannya yaitu cinta, tapi alasannya yaitu insting, jikalau tidak percaya perhatikan saja, apa ada yang pernah lihat ayam sedang tulis-tulis surat cinta untuk ayam tetangga atau tiba-tiba kucing tetangga tiba melamar kucing betina dirumah? Mulai abnormal lah goresan pena ini.

Bicara soal cinta, banyak yang berpikir, bicara soal sepasang kekasih, kisah dramatis yang menciptakan takzim, pengorbanan yang menakjubkan, bicara soal urusan perasaan dua insan manusia. Memang benar, itu cinta, tapi sejatinya cinta tidak hanya melulu perihal itu-itu saja. Hakikat cinta terlalu sempit jikalau cuma perihal itu. Mencintai memang urusan yang sederhana, tetapi cinta tidak sesederhana itu.

Coba perhatikan dalam hidup kalian, apakah ada orang yang tidak ingin kalian menderita? Tidak ingin kehilangan kalian? Bahkan melaksanakan apapun demi kalian? Ketahuilah siapapun yang tidak ingin kehilangan kalian, menjaga, melindungi, dan melaksanakan banyak hal demi kalian. Tanpa batasan waktu, sungguh itulah cinta, terlepas dari siapa dan bagaimanapun dia, salah satunya niscaya mereka yaitu orang tua.

***

Perkenalkan, saya biasa dipanggil Hadi. Saya terlahir pada era kepemimpinan bapak Soeharto dan bapak Try Sutrisno, empat tahun sebelum final kala ke-20. Saya sangat senang bergelut dengan aneka macam hal seperti, sastra, photography, IT dan yang paling sering yaitu yang bekerjasama dengan seluk-beluk pendidikan saya dikala ini yaitu matematika, berdasarkan saya matematika merupakan suatu bidang ilmu yang menciptakan konkret aneka macam hal-hal abstrak, sangat menyenangkan dikala sanggup mengandalkan logika berpikir dan membangun argumen-argumen dasar untuk menanggapi suatu permasalahan, kurang lebih menyerupai itulah matematika untuk saya.

Alhamdulillah tidak terasa sudah hampir genap tiga tahun saya menempuh pendidikan di salah satu akademi tinggi di Kota Makassar, rasanya gres kemarin pusing memikirkan akan mendaftar di mana dan diterima di mana, setiap malam mengerjakan soal-soal SBMPTN dan bertemu dengan tentor-tentor bimbel dan kemudian ehh kini sudah sering-sering pake almamater kampus, sudah tidak upacara bendera lagi dikala hari senin. You grow up so fast. Tetapi meskipun begitu, banyak yang saya rindukan dari masa-masa sekolah dulu, suasana kelas dikala jam pelajaran kosong, atau dikala kegiatan berorganisasi yang menciptakan saya menyambangi aneka macam tempat-tempat hebat. Terkadang saya teringat saat-saat berkumpul bersama dengan sobat sekolah dulu, entah untuk mencar ilmu atau untuk sekadar makan, terlebih saat-saat sulit yang telah saya lewati, yang telah memberi banyak pelajaran berharga bagi saya dikala ini.

Meskipun dikala itu banyak hal-hal menyimpang yang saya lakukan dan keliru dalam aneka macam hal, namun saya bersyukur dengan baik-buruk hal yang saya alami itu, alasannya yaitu bersama-sama setiap hal yang terjadi pada diri kita tidak mempunyai nilai baik-buruk sebelum kita menilainya dengan evaluasi manusiawi kita masing-masing.

Satu hal pula rasa rindu yang amat sulit untuk saya lupakan, masa ketika saya masih kanak-kanak. Berbicara perihal masa kanak-kanak, sebagai orang yang pernah kecil, saya menghabiskan masa kecil di beberapa tempat dengan orang-orang yang mempunyai kebudayaan berbeda. Di tempat dengan orang-orang yang bersejarah, paling tidak bersejarah bagi diri saya. Saya terlahir di ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, Ujung Pandang, begitulah namanya semenjak 1950-an hingga awal kala ke-21, sesudah itu hingga dikala ini orang-orang menyebutnya Kota Makassar. Terlahir dari ayah kandung yang berkampung halaman Kabupaten Sinjai dan ibu yang berasal dari tanah Mandar saya kemudian diberi nama Muhammad Hadi Purnomo, nama yang menciptakan beberapa orang berpikir bahwa saya yaitu keturunan suku Jawa.

Sekitar usia balita saya kemudian dibawa ke tanah Mandar oleh ibu saya, kurang lebih pada masa itu ayah dan ibu saya bercerai dengan alasan yang belum sanggup saya pahami dan belum pernah saya tanyakan pada usia yang masih dihitung jari kala itu. Tepatnya di Napo, Limboro, Polewali Mandar, dikala itu hingga 2004 masih menjadi bab dari Sulawesi Selatan, saya menghabiskan kurang lebih tiga bulan di kampung kecil itu, kampung sederhana yang berada di kaki bukit, mencar ilmu hidup lebih sanggup berdiri diatas kaki sendiri tanpa orang tua, tiga bulan saya hidup bersama sanak keluarga ibu saya, tiga bulan yang menciptakan saya lebih fasih berbahasa Mandar ketimbang ibu saya yang orisinil orang Mandar.

Selepas masa itu, tahun 1999, selain menjadi highlight penyelenggaraan pemilu pertama di Indonesia, tahun 1999 juga menjadi tonggak sejarah dalam hidup saya. Pada tahun tersebut ibu saya resmi diangkat menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil tenaga pengajar (PNS) di Kabupaten Pinrang dan saya pun resmi pindah dari tanah Mandar ke tanah Tau Ugi (orang Bugis). Pindah dari Mandar ke Bugis, sebuah proses peralihan yang tidak gampang bagi anak kecil menyerupai saya waktu itu. Pertama kali mendengar bahasa Bugis saya merasa gundah dengan dengan aneka macam kata yang menyerupai dengan bahasa Mandar, bahasa yang telah saya ketahui lebih dulu. Hal itu menciptakan saya nampak amat berbeda di lingkungan saya, menciptakan saya selalu menerka-nerka apa yang orang-orang katakan. Tetapi tidak memerlukan waktu yang usang saya mulai sanggup berbicara dengan bahasa Bugis, tidak memerlukan waktu yang usang pula untuk menciptakan saya sama sekali tidak sanggup lagi berbahasa Mandar hingga sekarang.

Desa Mattiro Tasi, Pinrang, menjadi saksi masa kanak-kanak hingga masa sampaumur saya, dibesarkan oleh ibu bersama ayah tiri yang amat penyayang, orang yang telah berubah menjadi sebagai ayah yang bersama-sama bagi saya, ayah terhebat dalam 3 milenium terakhir. Ayah yaitu orang yang tangannya kreatif, menciptakan saya menjadi orang yang selalu mencoba mencar ilmu darinya. Perlahan saya kemudian memahami perihal budaya bugis, mereka mengajarkan saya untuk menghargai kehidupan sekecil apapun itu, serta mendidik saya untuk memahami makna budpekerti peninggalan orang Bugis, serta mengajarkan menjaga yang dikala ini masih ada. Tumbuh di tempat pedalaman tidak menyebabkan saya orang yang gaptek, berbekal kemauan dan sebuah mesin komputer sederhana dari hasil menabung menciptakan saya tertarik dan terobsesi untuk mencar ilmu banyak hal dari teknologi buatan insan itu.

Berbekal inisiatif dan niat mencar ilmu saya menciptakan posting bicara cinta ini saya persembahkan kepada to matoakku malebbie, Suadi & Hapidah, serta untuk teman-teman sekelas saya di prodi Matematika angkatan 2014 yang menamakan diri mereka Gamma14 bahkan untuk semua cinta yang pernah menciptakan saya takzim, pengorbanan yang menakjubkan, yang telah menunjukkan banyak cinta untuk saya. Teruntuk nyonya perindu yang mengajarkan saya perihal betapa berat dan hebatnya kesetiaan, tak terbeli namun amat mahal harganya, sesuatu yang tidak sanggup dilakukan oleh orang murahan, terima kasih untuk banyak kisah yang bahkan terlalu banyak untuk diceritakan.

 Kalau berbicara soal cinta banyak orang yang tiba Bicara Cinta

Terima kasih, itulah kata ungkapan gembira dari saya serta itulah beberapa hal perihal saya, terlalu panjang untuk disebut "beberapa kata", biar goresan pena ini sanggup bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, terlebih bermanfaat bagi yang menulisnya. Sampai jumpa.