Peringatan Hari Ulang Tahun Maknanya Berdasarkan Anutan Islam
Makna Peringatan Hari Ulang Tahun Menurut Ajaran Islam
Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad, “Perhatikan masa lampaumu untuk hari esokmu” (QS al Hasyr [59] : 18 )
Peringatan hari kelahiran bukanlah termasuk amal ketaatan (perkara menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya) namun termasuk amal kebaikan (amal sholeh).
Sebuah amal kebaikan (amal sholeh) tidak terkait dengan dicontohkan atau tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wassalam maupun para Salafush Sholeh. Perkara gres dalam amal kebaikan (amal sholeh) asalkan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits tetaplah masalah yang baik (mahmudah/hasanah)
Dengan memperingati hari kelahiran sanggup kita mengevaluasi apa-apa saja yang telah kita kerjakan hingga hari ini dan berbuat lebih baik untuk kemudian hari. Peringatan hari kelahiran boleh diisi dengan selametan atau makan bersama yang tidak berlebih-lebihan, mengundang tetangga, sobat atau rekan kerja untuk meneguhkan tali silaturrahim dan menebarkan salam diantara sesama saudara muslim.
Dalam hadits qudsi Allah berfirman:
“Ketika hambaku berusia 40 tahun saya bebaskan ia dari 3 penyakit, aneh kusta dan albino. Jika berusia 50 tahun (jika mati) Aku hisab ia dengan hisab yang mudah. Jika berusia 60 tahun Aku buat ia tertarik bertaubat. Jika berusia 70 tahun ia disukai oleh para malaikat. Jika berusia 80 tahun ditulis kebaikannya dan dibuang (tidak ditulis) keburukannya . Jika berusia 90 tahun para malaikat berkata ; ia yakni tawanan Allah (atas jaminan Allah) di bumiNYA, maka Allah mengampuni dosa-dosanya yang kemudian dan yang akan datang, dan memberi syafaat (bawa berkah) bagi keluarganya.”
Pertama, panjang umur dalam arti benar-benar panjang umur secara matematis, menyerupai berusia seratus tahun atau lebih misalnya. Dalam pengertian ini, perbandingannya yakni mereka yang mempunyai umur yang lebih pendek. Sebagai teladan misalnya, apabila jasmani berusia 100 tahun dan rohani 90 tahun, maka terang jasmani sanggup disebutkan berusia panjang.
Pengertian kedua, lebih kepada hakikat, yaitu seberapa besar seseorang mengisi umurnya dengan hal-hal yang baik, dengan amal sholeh, berkhasiat untuk kemaslahatan ummat lainnya.
Lalu bagaimana implementasi dari makna Hakikat panjang umur tersebut?
Amal ketaatan (perkara menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya) hanya berlaku sepanjang nyawa dikandung tubuh atau selama kita hidup. Sedangkan amal kebaikan (amal sholeh) yakni berlaku jauh lebih usang daripada amal ketaatan.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah menerima petunjuk. Dan amal-amal saleh yang infinit itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya”. ( QS Maryam [19]:76 )
Contoh :
Peyampaian ilmu kepada saudara muslim kita yakni amal kebaikan (amal sholeh) . Jika ilmu itu bermanfaat maka amal kebaikan (amal sholeh) terus diperoleh walaupun kita sudah wafat.
Mendidik anak, mencari nafkah kepada keluarga yakni amal kebaikan (amal sholeh). Anak dan keluarga sholeh yang ditinggalkan akan terus mendoakan kita , maka amal kebaikan (amal sholeh) terus diperoleh walaupun kita sudah wafat.
Mengusahakan pembangunan Masjid, pembangunan pondok pesantren, segala bentuk wakaf dan pembangunan sarana-sarana lain dijalan Allah ta’ala yakni amal kebaikan (amal sholeh) yang akan terus diterima keuntungannya walaupun kita sudah wafat.
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang insan meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa’at baginya dan anak shalih yang selalu mendoakannya.” (HR Muslim 3084)
Dalam riwayat Ibnu Hibban, disebutkan: “Senyummu dihadapan saudaramu yakni shadaqah. Menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari jalan insan yakni shadaqah. Petunjukmu kepada seseorang yang tersesat di jalan juga shadaqah.”. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (al-Ihsan:474, 529)
Segala macam amal kebaikan (amal sholeh) yang pernah dilakukan akan terus kita peroleh keuntungannya di alam abadi kelak dengan syarat hingga kita wafat masih termasuk orang yang telah bersyahadat (muslim) alasannya yakni orang-orang yang tidak bersyahadat (orang kafir) tidak akan memperoleh apa-apa di alam abadi kelak atas segala amal yang mereka perbuat.
Semoga Allah Azza wa Jalla meneguhkan kita semua dalam ni’mat Iman dan Islam dan memperlihatkan akomodasi bagi kita untuk melaksanakan amal sholeh sehingga dimasukkan kita ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai
“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mu’min dan berzakat sholeh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan menyerupai makannya binatang. Dan jahannam yakni daerah tinggal mereka”. (QS Muhammad [47]:12 )