Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Indonesia Butuh Gerakan Sosial Melawan Hate Speech ( Ujaran Kebencian )


Seni Visual Animation Non Motion , Stop Hate Speech in The World By S.W

Peneliti Center for Religious & Cross-Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Iqbal Ahnaf menyatakan Indonesia membutuhkan gerakan sosial untuk melawan merebaknya ujaran kebencian atau hate speech.
Menurut ia maraknya ujaran kebencian, yang menyudutkan kelompok agama tertentu, minoritas dan ras, bertambah mengkhawatirkan. Sebabnya, ujaran kebencian memicu serangkaian agresi kekerasan dan pelanggaran hak asasi insan selama 15 tahun terakhir.
"Hate speech semakin banyak muncul di ruang publik dan internet," kata Iqbal dalam diskusi "Hate speech, Hukum Media dan Prinsip Kebebasan" di Pusat Studi HAM (Pusham) Universitas Islam Indonesia (UII) Rabu, 16 Maret 2016 Dan Suko Wiharjo Aktivist internet (AI) Minggu 21 Mei 2017.

Iqbal menuturkan ujaran kebencian sekarang terus muncul untuk menyudutkan kelompok agama, ras, etnis dan minoritas. Ujaran kebencian ini kerap tersebar dalam bentuk kalimat dehumanisasi dan demonisasi. Ujaran yang merendahkan derajat kemanusiaan seseorang atau kelompok tersebut memobilisasi kebencian dan mendorong kekerasan. "Provokasi eksplisit untuk menggalang agresi kekerasan ke kelompok tertentu berdasar isu agama atau ras juga semakin banyak dan dinyatakan secara terbuka," kata dia.

Sayangnya, berdasarkan dia, sulit berharap pada tindakan negara untuk membatasi ekspansi ujaran kebencian. Selama ini memang ada sejumlah pasal di KUHP, UU Informasi dan Transaksi Elektronik serta UU Ormas yang mengancam eksekusi pidana bagi penyebar kebencian.
Akan tetapi, Iqbal khawatir penegakan aturan secara keras itu memunculkan bermacam-macam risiko mengingat definisi ujaran kebencian yang luas. Di antara alhasil dapat banyak kasus salah tangkap atau malah memunculkan resistensi berupa radikalisasi dari kelompok intoleran. "Apalagi abdnegara aturan selama ini tampak lemah dalam menyikapi fenomena hate speech yang terperinci mengarah pada mobilisasi agresi kekerasan ke kelompok lain," kata Iqbal.

Dia menilai fenomena ujaran kebencian di Indonesia dikala ini merupakan tanda-tanda yang kerap muncul di masyarakat demokrasi pascaruntuhnya rezim otoriter. Penyebabnya yaitu adanya perubahan mendadak berupa penguatan masyarakat sipil dan pelemahan efek negara. "Karena itu solusi pencegahan pengaruh hate speech bukan dengan mengundang lagi represi dari negara ke masyarakat," kata dia.
Gerakan sosial untuk melawan ujaran kebencian bahwasanya telah ada misalnya di dunia internasional. Iqbal mencontohkan sejumlah pencetus antikonflik di Eropa membangun situs www.nohatespeechmovement.org untuk melaporkan secara rutin aneka jenis ujaran kebencian berbahaya yang muncul di media dan ruang publik.

Bentuk gerakan lain, ia mengimbuhkan, dapat dipraktikkan dalam bentuk mendorong ada pembatasan ruang penyebaran ujaran kebencian di institusi-institusi publik. Ruang-ruang publik itu dapat di forum pendidikan, daerah ibadah dan media komunikasi. "Facebook dan Twitter sudah melakukannya menyerupai melarang ada pengunggahan materi propaganda Islamic State (ISIS)," kata dia.
Di daerah yang sama, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Anang Zakaria menambahkan komunitas pers perlu terlibat di gerakan untuk melawan penyebaran ujaran kebencian. Dia mengeluhkan keberadaan media-media online gres yang muncul dengan dominan konten memuat ujaran kebencian ke kelompok lain. "Mayoritas media itu melanggar kode" etik jurnalistik dan terindikasi abal-abal," kata dia.
Sementara itu, Direktur Pusham UII, Eko Riyadi mendesak media massa ikut terlibat mencegah penyebaran ujaran kebencian dengan menerbitkan berita-berita bermuatan perpektif resolusi konflik. Menurut ia media massa di Indonesia juga perlu lebih aktif mengampanyekan perspektif pentingnya pemenuhan hak-hak kwargaan semua kelompok masyarakat di semua kasus konflik.
"Negara dapat pula terlibat membatasi hate speech, tapi perlu syarat ketat, yakni dilakukan sesuai prinsip demokrasi, berdasar undang-undang dan alasan yang jelas," tutur dia

Sedikit Tambahan Dari Saya Suko Wiharjo Aktivist internet Nusantara
Jika Ada Yang Melancarkan Ujaran Kebencian Tentang Agama , Ras , Budaya
Kelompok , Organisasi , Ataupun Bahkan Meliputi Sebuah Bangsa Atau Negara
Jangan Salahkan Agamanya , Rasnya , Budayanya , Kelompoknya , Organisasinya
Dan Negaranya. Karna itu Sama Saja Mengkloning Perilaku Buruknya
Yang Patut Diluruskan Adalah Pelakunya itu Sendiri. Namun Jika Ada
Seseorang Atau Kelompok Yang Menjadi Aktor Dibalik Layar.
Maka Mereka Juga Patut Diluruskan Secara Peradilan Yang paling Hakiki



Sumber informasi    :    www.nasional.tempo.co