Imbalan Fee 10% Untuk Masyarakat Yang Melaporkan Koruptor Ke Kpk
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi berencana menaikkan imbalan bagi mereka yang dapat mengungkap dan melaporkan tindak pidana korupsi dari 0,02 persen menjadi 10 persen. Jika laporan warga terbukti, KPK akan memperlihatkan komisi 10 persen dari hasil kejahatan korupsi yang dilaporkannya.
Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, hal ini akan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk melaporkan upaya pelanggaran korupsi. Saat ini, hukum itu sudah ada, tapi komisi yang diberikan sangat kecil, cuma 0,02 persen.
"Kami menilai imbalan 0,02 persen yang akan diberikan kepada pelapor dari uang negara yang dirugikan akhir hasil tindakan korupsi sangat kecil. Saya mengusulkan untuk menaikkannya jadi 10 persen," ucap Alex dalam program Seminar Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di JS Luwansa Hotel, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017).
Menurutnya, dukungan imbalan berupa hadiah atau penghargaan diatur dalam Peraturan Pemerintah No 71/2000 wacana tata cara dukungan penghargaan terkait pemberantasan korupsi. Namun, menurutnya, nilai imbalan yang diberikan terlalu kecil sehingga kurang diminati masyarakat.
"Praktiknya ada, tapi nilainya sangat kecil. Kalau nilai kerugian negara akhir korupsi sebesar Rp 1 miliar, imbalannya hanya 0,02 persen, kira-kira Rp 2 juta. Mungkin itu yang menciptakan minat partisipasi masyarakat kurang. Makara kami usulkan mungkin dapat dinaikkan jadi 10 persen," terang Alex.
"Logis saja. Lebih baik mana negara kehilangan Rp 1 miliar alasannya yaitu korupsi atau memperlihatkan Rp 100 juta kepada mereka yang mau ikut membantu melaporkan dan mengungkap korupsi?" sambungnya.
Dia berharap, dengan upaya ini, masyarakat akan lebih ulet berpartisipasi dalam upaya pemberantasan korupsi.
Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, hal ini akan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk melaporkan upaya pelanggaran korupsi. Saat ini, hukum itu sudah ada, tapi komisi yang diberikan sangat kecil, cuma 0,02 persen.
"Kami menilai imbalan 0,02 persen yang akan diberikan kepada pelapor dari uang negara yang dirugikan akhir hasil tindakan korupsi sangat kecil. Saya mengusulkan untuk menaikkannya jadi 10 persen," ucap Alex dalam program Seminar Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di JS Luwansa Hotel, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017).
Menurutnya, dukungan imbalan berupa hadiah atau penghargaan diatur dalam Peraturan Pemerintah No 71/2000 wacana tata cara dukungan penghargaan terkait pemberantasan korupsi. Namun, menurutnya, nilai imbalan yang diberikan terlalu kecil sehingga kurang diminati masyarakat.
"Praktiknya ada, tapi nilainya sangat kecil. Kalau nilai kerugian negara akhir korupsi sebesar Rp 1 miliar, imbalannya hanya 0,02 persen, kira-kira Rp 2 juta. Mungkin itu yang menciptakan minat partisipasi masyarakat kurang. Makara kami usulkan mungkin dapat dinaikkan jadi 10 persen," terang Alex.
"Logis saja. Lebih baik mana negara kehilangan Rp 1 miliar alasannya yaitu korupsi atau memperlihatkan Rp 100 juta kepada mereka yang mau ikut membantu melaporkan dan mengungkap korupsi?" sambungnya.
Dia berharap, dengan upaya ini, masyarakat akan lebih ulet berpartisipasi dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Niatnya untuk mendorong keterlibatan masyarakat sebagai pelapor tindak pidana korupsi. Karena hingga dikala ini perilaku partisipasi masyarakat masih permisif terhadap pelaku koruptif," tutupnya.