Anda Tidak Bersalah
Rasa bersalah yakni salah satu bentuk stress paling umum di masyarakat kita. Dunia ini penuh dengan orang-orang yang dibebani rasa bersalah.
Kecuali anda yakni salah satu dari sebagian kecil orang-orang yang telah berhasil mengatasi emosi yang negatif ini, berarti mungkin anda telah mengembangkan bermacam-macam perasaan bersalah yang tidak perlu dengan secara umum dikuasai orang.
Kita umumnya telah dikondisikan untuk merasa bersalah. Keluarga, teman, masyarakat, sekolah, kekasih dan agama, secara sadar atau tidak sadar telah mengubah kita menjadi mesin rasa bersalah.
Sejak kecil, kita selalu di ingatkan mengenai apa yang disebut sebagai "tingkah laris tidak baik" kita dan membuat kita merasa bersalah mengenai aneka macam hal yang kita lakukan atau tidak kita lakukan, atau katakan dan tidak katakan.
Karena kita umumnya dikondisikan untuk mencari persetujuan orang lain, kita tidak bisa mengatasi rasa bersalah yang dibebankan kepada kita kalau itu berasal dari luar.
Rasa bersalah yakni senjata andalan para manipulator. Yang perlu dilakukannya hanyalah membuat kita merasa bersalah dan merasa wajib untuk kembali ke dalam restunya, secepat mungkin.
Sebab, orang umumnya bisa dimanipulasi untuk melaksanakan apapun kalau mereka bisa dibentuk merasa cukup bersalah. Mengapa kita mengijinkan hal ini terjadi?
Sederhana, yaitu lantaran rasa bersalah itu telah dihubungkan dengan kepedulian sehingga, kalau anda tidak peduli, berarti anda yakni "orang jahat."
Kenyataannya yakni bahwa rasa bersalah itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan kepedulian. Melainkan, sebuah perwujudan dari tingkah laris neorotik, tingkah laris yang, anehnya, dianggap "normal" bagi sebagian orang.
Dengan kata lain, untuk memperlihatkan bahwa anda benar-benar peduli, anda jadi berharap untuk merasa bersalah. Sebab kalau tidak, berarti anda tidak benar-benar peduli. Pemahaman yang menyimpang ini telah mengontrol kehidupan dari sebagian besar orang.
Adalah hal yang menarik untuk dicatat bahwa, dikala saya menyampaikan bahwa kita seharusnya tidak perlu merasa bersalah, seseorang niscaya akan mengatakan, "Maksud anda kita tidak perlu merasa bersalah terhadap apapun?"
Benar, apa yang ingin beliau sampaikan gotong royong yakni bahwa lantaran beliau telah dikondisikan sedemikian rupa untuk merasa bersalah, membuatnya jadi merasa bersalah kalau tidak merasa bersalah.
Sebuah Peninjauan Terhadap Moralitas
Banyak agresi yang diberi label "baik" atau "buruk" oleh orang, kelompok masyarakat atau religius tertentu yang gotong royong tidak lebih dari sekedar penghakiman nilai budbahasa yang didasarkan pada tingkat Kesadaran dikala itu, yang mungkin saja keliru.
Apa yang dikala ini anda anggap benar dan bermoral, mungkin tidak lagi anda anggap baik dan bermoral besok diwaktu dan daerah yang berbeda. Karena moralitas itu berbeda dari satu daerah ke daerah dan waktu ke waktu.
Thomas Moore mengungkapkannya dengan sangat baik dikala beliau mengatakan,
Aku menemukan para doktor dan orang bijak
Punya banyak perbedaan dalam usia dan sifat-sifatnya
Dan keduanya sangat jarang sepaham
Mengenai apa yang dimaksud dengan moralitas.
Hukum-hukum yang di dasarkan pada moralitas bukanlah Hukum-hukum Universal, lantaran Hukum Universal itu kekal.
Hukum Universal itu sedikit, sederhana dan berlaku dimanapun, selalu bekerja secara otomatis, tanpa memerlukan campur tangan atau penghakiman nilai-nilai budbahasa dari kelompok, religi, atau individu manapun.
Dan tidak ada Hukum Universal yang mensupport rasa bersalah. Ingat, rasa bersalah itu yakni sebuah respon emosional yang dipelajari.
Tujuh Bentuk Utama dari Rasa Bersalah
1. Rasa Bersalah Anak kepada Orang Tua
Sebagai anak-anak, anda dibentuk untuk merasa bersalah oleh orang-orang cendekia balig cukup akal disekitar anda, dan terutama oleh keluarga anda. Lagi pula, kalau merasa bersalah, itu sudah cukup baik untuk mereka, yang berarti seharusnya itu cukup baik juga untuk anda!
Jika mereka tidak menyukai apa yang anda lakukan atau katakan, maka anda akan diberitahu bahwa anda yakni seorang "anak nakal." Penghakiman nilai-nilai lebih ditempatkan pada diri anda, dan bukan pada aksi-aksi anda.
Sepanjang tahun-tahun perkembangan anda, terutama pada lima tahun pertama, anda dikondisikan untuk merespon terhadap "baik" dan "buruk," "benar" dan "salah." Rasa bersalah dipaksakan melalui sistem hadiah dan hukuman. Saat-saat menyerupai inilah anda mulai di identifikasi berdasarkan aksi-aksi anda.
Pada orang bau tanah tanpa disadari memakai rasa bersalah sebagai cara untuk mengontrol anak-anaknya. Mereka menyampaikan pada seorang anak bahwa, kalau beliau tidak melaksanakan hal-hal tertentu, maka beliau akan membuat mereka tidak senang.
Senjata mereka yakni kata-kata misalnya, "Apa kata para tetangga nanti?" "Kamu membuat kami malu!" "Kamu mengecewakan kami!" "Dimana sopan santun mu?" dan seterusnya. Setiap kali anda gagal menyenangkan hati orang bau tanah anda, itulah saatnya bagi mereka untuk memainkan game rasa bersalah.
Akibatnya, anda mengembangkan sebuah pola tingkah-laku yang menyenangkan orang lain lebih dulu demi menghindari rasa bersalah. Anda menyampaikan apa yang orang lain ingin anda katakan, dan melaksanakan apa yang mereka ingin anda lakukan.
Anda dikondisikan untuk percaya bahwa, dengan menyesuaikan diri, anda akan menyenangkan orang lain. Sehingga anda mengembangkan sebuah kebutuhan yang tak pernah berakhir akan keharusan untuk membuat kesan baik.
2. Rasa Bersalah Orang Tua kepada Anak
Dalam permainan kebalikan dari rasa bersalah anak kepada orang tuanya, bawah umur seringkali memakai rasa bersalah untuk memanipulasi orang tuanya. Orang bau tanah umumnya ingin dipandang sebagai orang bau tanah yang "baik," dan tidak bisa mengatasi perasaan bahwa anak-anaknya merasa bahwa mereka tidak mencintaninya.
Untuk memaksa mereka, bawah umur memakai aneka macam pernyataan misalnya, "Ibu tidak benar-benar sayang pada ku!" atau "Orang bau tanah si anu dan si anu membolehkannya melaksanakan itu."
Anak-anak juga mengingat mereka damai hal-hal yang orang tuanya lakukan atau tidak dilakukan, hal-hal yang mereka tahu secara intuitif akan menghasilkan rasa bersalah.
Tingkah laris mereka pelajari dari memperhatikan orang dewasa. Anak-anak tidak tahu niscaya bagaimana cara kerjanya, hanya saja cara ini yakni yang paling efektif untuk mendapat apa yang mereka mau. Karena manipulasi yakni perhatian utama dimasa kanak-kanak, maka tidak butuh waktu usang bagi mereka untuk menguasainya.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, bahwa rasa bersalah itu yakni respon emosional yang dipelajari. Makara bukan tingkah laris alami dari seorang anak. Jika anak anda mencoba untuk memanipulasi anda melalui rasa bersalah, anda bisa merasa yakin bahwa seni administrasi ini dipelajarinya melalui seorang guru yang baik, yaitu ANDA!
3. Rasa Bersalah Melalui Cinta
"Jika kamu mencintaiku... " yakni kata-kata paling efektif untuk menghasilkan rasa bersalah yang dipakai dalam hubungan asmara untuk memanipulasi pasangan.
Saat kita mengatakan," Jika kamu mengasihi ku, kamu niscaya akan melaksanakan ini," gotong royong yang ingin kita katakan adalah, "Merasa bersalah lah kalau kamu tidak melakukannya!" atau "Jika kamu menolak ku, berarti kamu tidak benar-benar peduli pada ku."
Karena kita telah dikondisikan untuk harus memperlihatkan perilaku peduli, kita jadi gampang untuk dimanipulasi oleh kalimat-kalimat menyerupai diatas dan, kalau kalimat tersebut tidak efektif, kita selalu bisa memastikan bahwa pasangan kita akan memakai seni administrasi lain contohnya merajuk, berdiam diri, menolak sex, merasa sakit hati, marah, menangis, atau mengamuk.
Taktik lain yakni memakai rasa bersalah untuk menghukum pasangan atas tingkah lakunya yang kita anggap tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan kita. Kita mengungkit kesalahan-kesalahanya dimasa kemudian dan mengingatkan betapa "salah" nya mereka dan bagaimana mereka telah mengecewakan kita.
Selama masih bisa terus memainkan game rasa bersalah, kita bisa memanipulasi mereka untuk melaksanakan apa yang kita inginkan. Saat mereka tidak menjalani hidup berdasarkan kepercayaan, harapan, dan nilai-nilai yang kita tetapkan, kita memakai rasa bersalah untuk "membuat mereka menjadi benar."
Ini hanyalah beberapa teladan kecil mengenai cara kita memakai rasa bersalah dalam hubungan asmara.
4. Rasa Bersalah yang di Inspirasikan Masyarakat
Ini dimulai disekolah dikala anda gagal menyenangkan guru anda. Ada dibentuk untuk merasa bersalah mengenai tingkah laris anda dengan menyampaikan bahwa anda bisa melaksanakan yang lebih baik atau bahwa anda telah mengecewakan guru anda.
Tanpa harus menyingkap akar dari permasalahannya (yaitu tingkat Kesadaran siswa yang masih rendah) guru mengambil jalan pintas dengan cara menginspirasikan rasa bersalah dan itu yakni cara yang efektif untuk mengontrol.
Sistem penjara kita yakni teladan yang tepat dari teori rasa bersalah dalam aksi. Jika anda melanggar batas-batas budbahasa yang ditentukan oleh masyarakat, maka anda akan dieksekusi dengan cara dikurung dalam sebuah institusi. Selama masa sanksi ini, anda dibutuhkan untuk merasa bersalah atas apa yang telah dilakukan.
Semakin besar kejahatan yang dilakukan, semakin usang anda harus merasa bersalah. Kemudian anda dilepaskan tanpa perlu memperbaiki dilema yang sesungguhnya, yaitu tingkat Kesadaran anda, terutama rasa percaya diri anda yang rendah.
Hasil hasilnya yakni sebagian besar penjahat berakhir dengan kembali masuk penjara lantaran melaksanakan kejahatan lagi.
Rasa bersalah melalui tingkah laris masyarakat mengkondisikan anda untuk merasa khawatir mengenai apa yang orang lain pikirkan atau katakan mengenai aksi-aksi anda. Itulah mengapa adat menempel begitu kuat.
Sehingga bagi sebagian besar orang, disebelah mana mereka akan menempatkan sendok dan garpu diatas piring itu yakni dilema hidup dan mati.
Kita harus menjadi begitu perhatian mengenai opini orang lain atau menjadi benar secara politis, bahwa kita harus memonitor semua yang kita katakan dan lakukan, sehingga kita tidak menyakiti siapapun.
5. Rasa Bersalah Sexual
Sebagian besar orang mengalami rasa bersalah sexual. Akar penyebab dari rasa bersalah sexual ini yakni agama. Agama telah memutuskan bentuk expresi sexual menyerupai apa yang disebut "baik" atau "buruk," "natural" atau "dosa."
Penghakiman nilai-nilai budbahasa ini telah diturunkan dari generasi ke generasi, menyerupai sebuah penyakit menular.Jika sistem evaluasi anda menyertakan salah satu bentuk dari expresi sexual yang dianggap "tidak bisa diterima secara moral," maka anda akan dibentuk untuk merasa bersalah dan malu.
Hal-hal contohnya masturbasi, sex sebelum nikah, pornography, homosexualitas, aborsi, dan sejenisnya, semuanya yakni "jahat" dan "dosa."Akibatnya, sebagian besar orang punya aneka macam rasa bersalah sexual yang menekan dan membebani.
Karena telah dikondisikan sejak masa kecil mengenai betapa jahatnya sex itu, maka yakni hal yang mustahil bagi rata-rata orang untuk menikmati bentuk-bentuk kenikmatan sexual tertentu tanpa harus merasa bersalah.
Hal ini tidak akan pernah berubah hingga kita memahami pelajaran dasar dan berharga berikut ini: Tidak ada keharusan untuk merasa bersalah terhadap setiap jenis expresi sexual yang berada dalam sistem evaluasi seseorang dan tidak membahayakan orang lain secara fisik.
Yang lebih penting lagi, tidak ada yang namanya "benar" atau "salah" mengenai apa yang dikatakan atau dipikirkan orang lain. Harap diingat bahwa rasa bersalah itu tidak lebih dari penghakiman nilai-nilai yang ditempatkan pada kita oleh seorang penguasa yang berada diluar diri.
6. Rasa Bersalah Religius
Religi telah banyak berperan dalam pengembangan dan penanaman rasa bersalah yang mendalam.
Melalui pemahaman yang keliru mengenai kesempurnaan, banyak kelompok keagamaan yang menanamkan rasa bersalah pada mereka yang tidak memenuhi kriteria dari penghakiman nilai-nilai budbahasa mereka, berdasarkan penafsiran mereka terhadap Kitab Suci.
Mereka memulai dengan alasan bahwa semua penghakiman ini didasarkan pada kesempurnaan. Kesempurnaan, kata mereka, itu "baik," ketidak sempurnaan itu "buruk."
Kesalahan penafsiran ini telah membatasi pemahaman makna yang gotong royong dari kata-kata. Jika anda menempatkan 10 ribu objek yang sama dibawah microscope, maka anda akan menemukan bahwa tidak ada yang sama persis.
Adalah sebuah fakta biologis, psychologis, dan metafisis bahwa setiap individu itu berbeda. Setiap individu yakni sebuah lisan dari Kecerdasan Kreatif. Kesempurnaan, dan semua yang berafiliasi dengan itu, yakni relatif.
Beberapa agama, dengan berharap dua orang yang berbeda memahami Tuhan, Kebenaran, dan Kitab dengan cara yang sama, telah membuat para pengikutnya mengalami kegagalan.
Berbeda dengan pendapat umum, untuk menjadi "sempurna" itu, berarti anda harus mempunyai beberapa kekurangan. Ketidak-sempurnaan dimaksudkan bahwa anda berguru untuk berkembang dan umat insan dihimbau untuk menciptakan.
Untuk mempunyai ketidak-sempurnaan yakni untuk mempunyai kebutuhan akan pengembangan diri secara mental, emosional, dan spiritual. Ini berarti kita harus mengijinkan diri untuk bebas berkembang secara mental, emosional, dan spiritual tanpa harus dihantui oleh rasa bersalah.
Adalah hal yang sulit bagi seseorang yang sudah diprogram untuk percaya bahwa semua dosa itu "tidak baik" untuk bisa melihat keuntungannya dan, ya, bahkan kecantikan sekalipun yakni sebuah dosa dan kesalahan.
Agama menyampaikan bahwa dosa itu "tidak baik," namun hanya sedikit pemuka agama yang akan menolak bahwa kita berguru dari kesalahan. Perbedaannya mungkin yakni apakah kita mau atau tidak mau mengambil pelajaran tertentu yang ingin diberikannya pada kita.
Sebagian dari mereka yang berprestasi luar biasa yakni berasal dari individu yang tidak tepat hingga membuat mereka berusaha untuk menjadi kreatif.
Jika anda membaca biography dari orang-orang hebat yang telah memperlihatkan donasi besar terhadap kemanusiaan, maka anda akan melihat bahwa, hampir semua tanpa kecuali, yakni orang yang mempunyai kekurangan, bahkan banyak diantaranya yang diberi label sebagai "pendosa" oleh masyarakat.
Menjadi sadar akan hal ini seharusnya membuat anda bisa untuk menempatkan rasa bersalah pada sudut pandang yang tepat. Rasa bersalah itu tidak perlu dan merusak diri. Punya keinginan untuk mengatasi apa yang disebut "ketidak-sempurnaan, dosa, dan kesalahan" itu saja sudah cukup.
7. Rasa Bersalah dari Diri Sendiri
Rasa bersalah yang dibebankan oleh diri sendiri yakni bentuk yang paling destruktif. Ini yakni rasa bersalah yang kita bebankan pada diri sendiri dikala kita merasa telah melanggar arahan budbahasa kita sendiri atau arahan budbahasa dari masyarakat.
Rasa bersalah ini muncul dikala kita melihat tingkah laris kita dimasa kemudian dan melihat bahwa kita telah membuat pilihan atau agresi yang tidak bijak.
Kita mengamati apa yang telah dilakukan (entah itu mengkritik orang lain, mencuri, menipu, berbohong, memarahi, melanggar aturan agama atau masyarakat, atau agresi apapun yang kita anggap salah) dalam cahaya sistem nilai-nilai kita dikala ini.
Dalam sebagian besar kasus, rasa bersalah yang kita rasakan yakni sebuah perjuangan untuk memperlihatkan bahwa kita peduli dan menyesalinya. Padahal sebenarnya, apa yang kita lakukan yakni menghukum diri sendiri atas apa yang telah dilakukan dan mencoba untuk mengubah sejarah.
Apa yang gagal untuk kita sadari yakni bahwa masa kemudian itu tidak bisa lagi diubah. Ada perbedaan yang besar antara rasa bersalah dan berguru dari masa lalu. Membebani diri dengan kalimat-kalimat yang mengakibatkan rasa bersalah yakni sebuah kekeliruan yang harus anda hentikan kalau ingin meningkat rasa percaya diri.
Rasa bersalah tidak bisa meningkatkan rasa percaya diri. Itu hanya akan membuat anda tetap terpenjara oleh masa kemudian dan melumpuhkan anda dimasa kini. Dengan menyimpan rasa bersalah, berarti anda melarikan diri dari tanggung jawab untuk hidup dimasa sekarang dan bergeak maju kemasa depan.
Rasa Bersalah Selalu Menghasilkan Hukuman
Rasa bersalah selalu menghasilkan hukuman. Hukuman tersebut mungkin muncul dalam aneka macam bentuk, contohnya depresi, merasa tidak mampu, tidak percaya diri, tidak yakin pada diri sendiri, aneka macam gangguan fisik dan tidak bisa untuk mengasihi diri sendiri serta orang lain.
Mereka yang tidak bisa mema'afkan orang lain dan menyimpan dendam dihatinya yakni orang yang sama yang tidak pernah berguru untuk mema'afkan diri sendiri. Mereka yakni orang-orang yang hidup dengan rasa bersalah.
Mencoba untuk mengabaikan kesalahan anda itu sama merusaknya dengan menyimpan rasa bersalah. Kesalahan seharusnya diperlakukan menyerupai sebutir abu yang menempel dimata. Begitu anda mengetahui penyebabnya, jangan mengutuk diri atau merasa bersalah lantaran memilikinya. Cukup dengan menyingkirkannya.
Semakin cepat anda melakukannya, semakin cepat anda akan merasa terbebas dari rasa sakit yang mendera anda. Hanya sehabis itu, anda akan bisa untuk menjalani kehidupan yang kreatif, membangun rasa percaya diri dan mengekspresikan potensi anda yang tak terbatas.
Belajar dari Masa Lalu
Belajar dari tingkah laris dimasa kemudian itu penting untuk mengembangkan keyakinan diri. Dan merasa bersalah terhadap apa yang telah anda lakukan itu tidaklah sama dengan berguru dari masa lalu.
Belajar dari masa kemudian artinya anda menyadari kesalahan dan memperbaikinya semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan tingkat Kesadaran anda, untuk tidak mengulanginya.
Menghukum diri secara mental atas apa yang telah anda lakukan atau menyia-nyaikan waktu dan energi yang berharga untuk merasa bersalah, aib atau tidak berharga, bukanlah potongan dari pelajaran ini.
Perasaan-perasaan negatif menyerupai itu hanya akan mencegah anda dari mengubah pengalaman hidup masa sekarang lantaran perhatian anda sebagian besar difokuskan pada masa lalu.
Tidak ada orang yang bisa hidup dimasa kemudian dan berfungsi secara kreatif dimasa kini. Pikiran anda tidak bisa mengatasi dua realitas secara bersamaan. Hidup anda merefleksikan apapun yang menjadi fokus perhatian anda.
Jika anda banyak memperlihatkan perhatian pada apa yang telah atau seharusnya dilakukan dan katakan, maka masa sekarang anda akan menjadi frustasi, risau dan bingung. Ini yakni harga yang terlalu mahal untuk dibayar.
Adalah hal yang jauh lebih baik untuk mema'afkan diri sendiri dan, dengan perilaku positif, maju menggapai masa depan.
Ingat – Anda Selalu Melakukan yang Terbaik
Anda selalu melaksanakan yang terbaik. Ingat itu dan jangan pernah melupakannya! Setiap keputusan yang anda buat dan setiap agresi yang anda lakukan yakni di dasarkan pada tingkat Kesadaran anda dikala itu.
Anda tidak akan bisa "lebih baik dibanding" tingkat Kesadaran anda dikala itu, yang anda gunakan untuk memandang setiap situasi. Jika Kesadaran anda keliru, maka anda akan mendapat pengalaman keliru, yang mungkin menimbulkan anda melaksanakan atau menyampaikan hal-hal yang kemudian anda sesali.
Karena kesadaran anda itu selalu menetap pada level tertentu, maka apapun yang anda lakukan atau tidak lakukan, katakan atau tidak katakan, yakni yang terbaik, meski kalau itu keliru atau tidak bjiak. Faktanya yakni bahwa anda cuma punya satu pilihan dan itu diatur oleh tingkat Kesadaran anda dikala itu.
Anda Bukanlah Aksi-aksi Anda
Aksi-aksi anda hanyalah cara yang anda gunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang mendesak. Aksi-aksi tersebut mungkin "bijak" atau "tidak bijak" namun itu tidak mengklasifikasikan anda sebagai orang "baik" atau "jahat."
Pada intinya, anda yakni individu yang tepat secara spiritual, yang pada dikala itu, mungkin bertindak berdasarkan Kesadaran yang keliru. Kitab Suci menyatakan dengan terang bahwa anda dibentuk dari "image Nya."
Jika itu benar, berarti anda sudah tepat namun terhalang dari realisasi ini oleh Kesadaran yang anda miliki. Akan membantu untuk mengingat bahwa Tuhan tidak menghasilkan produk-produk yang keliru.
Buat Diary Rasa Bersalah
Berikut ini sebuah percobaan yang mungkin cukup menarik dan membantu. Selama 21 hari ke depan, buat Diary rasa bersalah. Amati aksi-aksi anda selama periode 3 ahad ini. Buat catatan dan rekam semua detilnya:
- Setiap kali anda mencoba untuk membuat orang lain merasa bersalah.
- Setiap kali anda mencoba untuk membuat diri merasa bersalah.
- Setiap kali seseorang mencoba untuk membuat diri anda merasa bersalah.
Dengan melaksanakan ini, anda akan menjadi sangat sadar mengenai berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk memainkan game rasa bersalah.
Setiap kali anda mencoba untuk membuat diri anda atau orang lain merasa bersalah, hentikan segera dan lakukan perbaikan. Ini akan mengubah kebiasaan anda dan anda akan segera berhenti memainkannya.
Setiap kali anda merasa seseorang mencoba untuk membuat anda merasa bersalah, biarkan beliau tahu bahwa permainannya itu tidak lagi efektif. Sang korban harus membiarkan sang penipu tahu bahwa beliau tidak lagi rentan.
Saat awal mereka tidak akan mempercayai anda lantaran sudah sekian usang mereka berhasil memakai rasa bersalah untuk memanipulasi anda.
Tapi begitu mereka menyadari bahwa anda tidak lagi memerlukan persetujuan mereka dan memainkan game rasa bersalah, mereka akan berhenti memakai rasa bersalah untuk mengeksploitasi anda.
Sumber https://wownita.blogspot.com/