Kominfo Mengkaji Ulang Skkni Dan Kkni Untuk Menyesuaikan Diri Dengan Dinamika Teknologi Multimedia
Kapusbang Litprof SDM Komunikasi Balitbang SDM Kominfo Gati Gayatri bersama narasumber dan penerima Konvensi Kaji Ulang Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan Skema Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Bidang Keahlian Multimedia, di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Jakarta, Kominfo – Pusat Pengembangan Literasi dan Profesi Sumber Daya Manusia (SDM) Komunikasi Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika menggelar Konvensi Kaji Ulang Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan Skema Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Bidang Keahlian Multimedia, hari ini di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Kapusbang Litprof SDM Komunikasi Gati Gayatri menyebut alasan perbaikan SKKNI Bidang Multimedia alasannya yaitu memang perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang memasuki gelombang ketiga. “Teknologi Informasi dan Komunikasi ini perkembangannya memang sangat cepat sekali dan multimedia sebagai bab dari sistem teknologi tersebut tentu juga harus mengikuti perkembangannya. Dan khususnya untuk SDM yang membuatkan maupun mengoperasikannya,” tuturnya ketika membuka Konvensi Kaji Ulang SKKNI dan KKNI Multimedia.
Konvensi itu dihadiri Kepala Seksi Pengembangan Standar Kompetensi Kementerian Tenaga Kerja Aris Hermanto; Tenaga Ahli Balitbang SDM Kominfo Udi Rusadi serta perwakilan asosiasi profesi, industri, dan akademisi serta pejabat instansi pemerintah terkait.
Kapusbang Gati juga menyampaikan ada hal khusus yang perlu ditanggapi bersama yaitu penyusunan SKKNI bersamaan dengan KKNI. “Tahun depan kami akan mencoba mempararelkan kedua aktivitas itu. Bahkan mungkin, tiga sekaligus termasuk peta okupasinya. Ini harus kita susun dan lebih baiknya ditulis juga dalam Bahasa Inggris dan mengonline-kan sehingga dapat diakses oleh siapapun dari seluruh dunia,” jelasnya.
Selain itu, berdasarkan Gati Gayatri ke depan penyusunan SKKNI berbasis okupasi, sehingga Kementerian Kominfo membutuhkan masukan dari stakeholders mengenai pasar tenaga kerja yang mempunyai seruan paling tinggi. “Di Multimedia itu ada berapa banyak okupasi yang sudah disusun, okupasi yang mana saja yang belum disusun, dan yang harus segara diantisipasi. Caranya bagaimana? Itu soal lain, tapi nanti akan lebih manis jikalau komunitas industri selaku pemakai utama standar menawarkan masukan ke pemerintah, kira-kira okupasi mana yang demandnya paling tinggi di pasar tenaga kerja?” paparnya.
Penyusunan SKKNI berbasis okupasi berdasarkan Kapusbang Literasi SDM Komunikasi ditujukan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja yang tidak lagi memakai basis sistem. “Ini tentu tidak sertamerta kita terapkan. Ada masa transisi dan selama masa transisi itu kita harus mempersiapkan segala sesuatunya. Termasuk standar-standarnya, yang merasa SKKNI nya masih curah harus segera dimodifikasi, kita kaji ulang sehingga berbasis okupasi. Dan dalam industri multimedia ini alasannya yaitu basisnya yaitu teknologi dan informasi, standarisasi menjadi sangat penting," tambahnya menjelaskan.
Berkaitan dengan perkembangan teknologi, Gati Gayatri menyatakan kebijakan Kementerian Kominfo yang menetapkan Indonesia menjadi negara Digital Economy di tahun 2025. “Kita masih punya waktu tujuh tahun untuk dapat menyiapkan. Tidak hanya standar, tetapi juga Lembaga ertifikasi Profesi atau LSP-nya. Dari standar yang kita buat nanti dibutuhkan industri mau menerapkannya. Namun, kita mustahil memaksakan industri sendiri menerapkan itu jikalau stakeholders lain belum menerapkan. Karena standar kompetensi bukan hanya urusan industri tapi juga forum pendidikan, pelatihan, dan LSP, termasuk pemerintah sendiri. Dan jikalau tidak memberlakukan wajib ya, tidak akan ada artinya dari sisi regulasi dan kebijakan,” terang Gati.
Kepala Seksi Pengembangan Standar Kompetensi Kemenaker Aris Hermanto menjelaskan keluaran SKKNI ini tidak hanya sebatas menjadi standar, tapi harus diturunkan menjadi kurikulum silabus dan modul pendidikan atau pelatihan. "Disisi lain ini dipakai untuk menguji seseorang, melalui uji kompetensi. Dan terakhir nanti didalam industrinya, ini akan menjadi standar atau mekanisme atau SOP didalam pelaksanaan kompetensi dibidang multimedia," jelasnya.
Oleh alasannya yaitu itu, berdasarkan Aris penyusunan SKKNI dan KKNI harus dilakukan dengan terang dan seusai dengan kondisi kerja di industri. “Jadi bayangkan jikalau kita menuangkannya saja belum jelas? Bayangkan dari dunia pendidikan, pelatihan, serifikasi bahkan pelaksanaan di daerah kerjanya. Ini nanti akan berbeda-beda,” jelasnya. (Biro Humas/SINA)
Kapusbang Litprof SDM Komunikasi Gati Gayatri menyebut alasan perbaikan SKKNI Bidang Multimedia alasannya yaitu memang perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang memasuki gelombang ketiga. “Teknologi Informasi dan Komunikasi ini perkembangannya memang sangat cepat sekali dan multimedia sebagai bab dari sistem teknologi tersebut tentu juga harus mengikuti perkembangannya. Dan khususnya untuk SDM yang membuatkan maupun mengoperasikannya,” tuturnya ketika membuka Konvensi Kaji Ulang SKKNI dan KKNI Multimedia.
Konvensi itu dihadiri Kepala Seksi Pengembangan Standar Kompetensi Kementerian Tenaga Kerja Aris Hermanto; Tenaga Ahli Balitbang SDM Kominfo Udi Rusadi serta perwakilan asosiasi profesi, industri, dan akademisi serta pejabat instansi pemerintah terkait.
Kapusbang Gati juga menyampaikan ada hal khusus yang perlu ditanggapi bersama yaitu penyusunan SKKNI bersamaan dengan KKNI. “Tahun depan kami akan mencoba mempararelkan kedua aktivitas itu. Bahkan mungkin, tiga sekaligus termasuk peta okupasinya. Ini harus kita susun dan lebih baiknya ditulis juga dalam Bahasa Inggris dan mengonline-kan sehingga dapat diakses oleh siapapun dari seluruh dunia,” jelasnya.
Selain itu, berdasarkan Gati Gayatri ke depan penyusunan SKKNI berbasis okupasi, sehingga Kementerian Kominfo membutuhkan masukan dari stakeholders mengenai pasar tenaga kerja yang mempunyai seruan paling tinggi. “Di Multimedia itu ada berapa banyak okupasi yang sudah disusun, okupasi yang mana saja yang belum disusun, dan yang harus segara diantisipasi. Caranya bagaimana? Itu soal lain, tapi nanti akan lebih manis jikalau komunitas industri selaku pemakai utama standar menawarkan masukan ke pemerintah, kira-kira okupasi mana yang demandnya paling tinggi di pasar tenaga kerja?” paparnya.
Penyusunan SKKNI berbasis okupasi berdasarkan Kapusbang Literasi SDM Komunikasi ditujukan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja yang tidak lagi memakai basis sistem. “Ini tentu tidak sertamerta kita terapkan. Ada masa transisi dan selama masa transisi itu kita harus mempersiapkan segala sesuatunya. Termasuk standar-standarnya, yang merasa SKKNI nya masih curah harus segera dimodifikasi, kita kaji ulang sehingga berbasis okupasi. Dan dalam industri multimedia ini alasannya yaitu basisnya yaitu teknologi dan informasi, standarisasi menjadi sangat penting," tambahnya menjelaskan.
Berkaitan dengan perkembangan teknologi, Gati Gayatri menyatakan kebijakan Kementerian Kominfo yang menetapkan Indonesia menjadi negara Digital Economy di tahun 2025. “Kita masih punya waktu tujuh tahun untuk dapat menyiapkan. Tidak hanya standar, tetapi juga Lembaga ertifikasi Profesi atau LSP-nya. Dari standar yang kita buat nanti dibutuhkan industri mau menerapkannya. Namun, kita mustahil memaksakan industri sendiri menerapkan itu jikalau stakeholders lain belum menerapkan. Karena standar kompetensi bukan hanya urusan industri tapi juga forum pendidikan, pelatihan, dan LSP, termasuk pemerintah sendiri. Dan jikalau tidak memberlakukan wajib ya, tidak akan ada artinya dari sisi regulasi dan kebijakan,” terang Gati.
Kepala Seksi Pengembangan Standar Kompetensi Kemenaker Aris Hermanto menjelaskan keluaran SKKNI ini tidak hanya sebatas menjadi standar, tapi harus diturunkan menjadi kurikulum silabus dan modul pendidikan atau pelatihan. "Disisi lain ini dipakai untuk menguji seseorang, melalui uji kompetensi. Dan terakhir nanti didalam industrinya, ini akan menjadi standar atau mekanisme atau SOP didalam pelaksanaan kompetensi dibidang multimedia," jelasnya.
Oleh alasannya yaitu itu, berdasarkan Aris penyusunan SKKNI dan KKNI harus dilakukan dengan terang dan seusai dengan kondisi kerja di industri. “Jadi bayangkan jikalau kita menuangkannya saja belum jelas? Bayangkan dari dunia pendidikan, pelatihan, serifikasi bahkan pelaksanaan di daerah kerjanya. Ini nanti akan berbeda-beda,” jelasnya. (Biro Humas/SINA)
Sumber informasi : www.kominfo.com