Bokubitch Chap 6 B. Indonesia
Chapter 6 Untuk menemui pelacur sialan lagi dan menciumnya, itu tidak mungkin.
Diterjemahkan oleh
Masih di hari yang sama sesudah Sharte dan saya membahas masa lalu, kini yaitu sepulang sekolah.
"Ikuno, apa yang harus kita lakukan?"
Duduk di sofa ruang klub, Aizawa menghadapku dengan ekspresi kesulitan.
"Satu ahad telah berlalu semenjak kita memasang poster perekrutan anggota, namun tak ada satupun orang yang datang? Jika terus begini, klub akan berada dalam bahaya...."
"U-Un. Pastinya. Tinggal 3 ahad lagi...."
Aku memikirkan isi posternya sedangkan Aizawa bertanggung jawab atas disain. Dia menggambar beberapa binatang lucu, bahkan hingga diwarnai. Itu terlihat sangat bagus ketika selesai. Sekarang, banyak cetakannya tersebar di banyak sekali potongan gedung sekolah.
Jujur saja, taktik poster ini kemungkinan akan mengumumkan bahwa aku, presiden klubnya yaitu seorang otaku. Kalau dipikir-pikir, ini seharusnya tidak bagus, tapi lantaran semua orang di kelas sudah tahu, tak ada yang perlu disembunyikan.
"Hanya saja, sungguh mengejutkan. Aku tidak menyangka Aizawa akan bekerja sama hingga ibarat ini"
"Eh, tunggu. Kata-kata barusan, apa maksudnya?"
Langsung saja, Aizawa mendorong wajah cantiknya ke atas meja di depanku.
"Yah, saya tidak mengartikannya sebagai hal yang buruk! Aizawa bergabung dengan klub ini meski bekerjsama tidak mau, kan? Karena itulah, mengejutkan ketika melihatmu melaksanakan yang terbaik"
"Hmm. Mungkinkah, kamu berbicara wacana penyebaran poster?"
"Un"
Seminggu yang lalu, saya menciptakan poster sendirian. Semuanya baik-baik saja hingga terhadang oleh kesulitan mencetaknya secara berlebih.
Aizawa berkata 'Sebenarnya ini sangat boros, tapi lantaran sudah tercetak dengan susah payah, ayo sebarkan'. Kemudian, 'Tapi Ikuno lemah dalam hal ibarat ini ya. Izinkan saya membantu'. Kurang dari 30 menit, ia menuntaskan semua tanpa ekspresi buruk. Gadis secantik ia harusnya melaksanakan sesuatu yang licik, namun kenyataan bahwa dirinya membantuku takkan berubah.
"Walaupun saya hanya melihat dari samping, Aizawa terkenal dan diterima oleh semua orang ya. Kau memang luar biasa"
"A-Apa yang kamu mendadak katakan....Ikuno dalam masalah, jadi saya ingin membantu. Ini tidak bekerjasama dengan kepopuleran"
Menerima kebanggaan itu, wajahnya merona malu sambil mencengkram ujung rok pendek di pahanya.
"Lagipula, saya telah meminta Ikuno untuk berkencan denganku. Setelah kamu memenuhi usul itu dengan baik, masuk akal saja jikalau saya juga berusaha untukmu"
"Begitu ya. Mungkin benar, tapi...."
Tapi, seorang gadis anggun yang melaksanakan sesuatu hingga sejauh ini ibarat dirinya tidaklah normal.
Sebagian besar dari mereka hanya akan berlagak terbelakang sesudah banyak mengumbar janji.
Jika diingat-ingat, itu pernah terjadi di tahun ketiga SMP. Light novelku yang sedikit ecchi ditemukan oleh seorang gadis anggun yang tidak kukenal baik dari kelas yang sama. Dia bilang akan tetap diam jikalau saya mengganti kiprah piket satu minggunya, dengan enggan saya menurutinya. Namun, satu ahad kemudian, rumor wacana diriku yang mempunyai manga erotis tersebar di kelas. Tentu saja saya eksklusif bertanya pada si pelacur buruk. Tapi kata-kata yang ia kembalikan malah, 'Hah? Ada rumor ibarat itu?'.
Berkatnya, saya dicap jelek oleh sobat sekelas, sama ibarat di SD, dan berakhir sendirian hingga lulus.
Dengan pengalaman semacam itu, gadis secantik Aizawa yang selalu berusaha dalam melaksanakan sesuatu tidaklah umum.
....Mungkin saja dirinya memang gadis yang baik?
Ha!! Tidak, jangan tertipu. Dia memang meningkatkan kesan hingga ke tingkat yang baik. Aku yakin ia akan mengakibatkan 'damage' yang besar di akhir.
Sambil berhati-hati, saya menatap si Pelacur tak diketahui (sementara) yang memalingkan wajahnya. Kemudian....
"Kesampingkan itu. Aizawa-san, boleh saya mendengar sesuatu darimu?"
Shinonome yang membaca sebuah buku dengan tenang di sebelah gadis ini, menyisir rambutnya dan berbicara.
"Ah, apa itu, Ibuki? Aku siap mendengar apapun yang kamu katakan!"
"Te-Terimakasih"
Sepertinya ia masih belum terbiasa dipanggil dengan nama depannya. Untuk pertama kali, gadis ini mengerti arti seorang sobat sejati dari Aizawa, sikapnya tampak canggung semenjak ahad lalu.
Setelah berdehem dan tersenyum lembut, Shinonome melanjutkan.
"Begini, saya memang mengerti bahwa kamu bergabung dengan klub dikarenakan telah berjanji. Tapi hanya untuk berkencan dengan seorang lelaki selama sehari, bukankah itu sangat tak menguntungkan bagi Aizawa sendiri?"
"Eh, kenapa begitu?"
Orang yang bersangkutan memiringkan kepala lantaran tak mengerti perhitungan yang ada di kepala Shinonome.
Namun, saya tahu maksudnya.
"Perkataan barusan, saya rasa bisa paham. Singkatnya, klub ini mungkin akan lenyap sesudah satu bulan. Hanya lantaran kencan 1 hari, kamu tetapkan bergabung. Berpikir wacana waktu yang tersita, Shinonome menganggap kalau kamu terlalu berlebihan"
"Oh, begitu ya!"
'Pon!', Aizawa menepuk tangannya.
"Hmm. Tapi, yang kupikirkan bukan itu....hahahaha"
"Katakan, apa yang kamu maksud dengan 'bukan itu'?"
Ketika saya bertanya, ia dengan malu memutar-mutar ujung rambutnya.
"Ikuno yaitu lelaki yang bisa saya ajak bicara langsung. Jika bersamamu sepanjang waktu, saya merasa androphobia-ku ini bisa diatasi"
"Ufufu, saya mengerti"
Shinonome yang tampaknya tahu cara untuk menyerang, mengangguk kagum. Pelacur ini....
"Lagipula, ada hal yang hanya bisa ku konsultasikan dengan seorang lelaki, kan?"
"Hanya untuk seorang lelaki? Apa itu, Aizawa?"
"Hmm, kamu tahu, ada sesuatu yang menggangguku sekarang"
Dia kemudian menggigit bibirnya, diikuti dengan pipi yang berangsur-angsur memerah.
"Beritahukan saja. Aku sangat berterima kasih kepadamu dikarenakan telah bergabung dengan klub, biarkan saya membayar hutang ini hingga akhir"
"Benar sekali. Aizawa seharusnya mendapatkan sesuatu sebagai imbalan. Lagipula, Ikuno-kun yaitu orang yang saya tunjuk untuk kantor konsultasi Osis, yaitu tugasnya untuk mendengarkan keluhan para siswa"
Jangan hanya memandangiku. Sekarang ini saya harus mendengarkan usul seseorang dengan baik, kan?.
"Ka-Kalau begitu. Ikuno, apa kamu mau mendapatkan permintaanku?"
"Tentu. Katakan saja apa yang kamu inginkan"
"U-Un. Lalu....---"
Setelah memusatkan tekad, ia menghadap sempurna ke arahku. Ketegangan bisa terlihat dari telingannya yang memerah.
"---I-Ikuno! Tolong....To-Tolong cium aku!!"
....Eh? Kalimat apa barusan?? Jika pendengaranku tidak salah, ciuman atau sesuatu yang mirip....eh???
Tubuhku membeku ketika memproses apa yang ia katakan. Di sisi lain, Shinonome tersenyum seolah telah mengetahui ini sebelumnya.
"Sesuai dugaan, ku pikir kamu mungkin mengatakannya"
"E-Ehhh?! Bagaimana Ibuki bisa tahu?!"
Mengabaikan diriku yang kebingungan, Aizawa yang kulit wajahnya semakin memerah menekan Shinonome biar menjawab.
"Pagi ini, kamu terus-terusan ditanyai teman-temanmu di kelas kan? Hal ibarat 'Perasaan apa yang kamu sanggup dikala berciuman dengan pacarmu?'. Aizawa-san tidak menjawabnya dengan benar dan malah terkesan menghindar. Darisana, seseorang mulai mewaspadai pengalaman melimpahmu dengan para lelaki. Karena situasinya persis sama ibarat terakhir kali, ini bisa diprediksi dengan mudah"
"Be-Begitu ya. Ibuki, sudah mendengarnya...."
Pandangan gadis ini kemudian beralih ke lantai. Rona kulitnya semakin merah.
'Seorang teman', itu mungkin si gyaru berambut cokelat.
"Karena belum berciuman dengan siapa pun hingga di usia ini, saya jadi malu kalau harus mengatakannya kepada semua orang...."
Lagipula, Aizawa punya androphobia. Berpegangan tangan saja sudah mustahil. Ketika kesudahannya paham akan situasi, saya dengan tenang mulai berpikir.
"Eh, tunggu sebentar! Jadi, kamu ingin kita berciuman?!"
"I-Itu....Apa boleh buat. Jika dibiarkan, kebohonganku akan ketahuan....Aku hanya bisa meminta hal ibarat ini pada Ikuno...."
"Tidak, maksudku, ini lebih serius daripada membiarkan kebohonganmu diketahui...."
Aizawa merupakan gadis yang pernah menyatakan akan berpegangan tangan hanya dengan orang yang penting baginya. Oleh lantaran itu, berpikir secara normal, hal-hal ibarat ciuman malah mustahil....
....Tidak, kalau dipikir lagi. Aku mengerti sekarang.
Ya, kesudahannya saya mengerti satu hal wacana Aizawa.
Sama ibarat terakhir kali, ia hanyalah gadis yang benci kalah populer.
Oleh lantaran itu, ia mencoba menghias diri dengan kebohongan.
Hmm? Jadi, seringnya gonta ganti barang bermerek terkait dengan ini?
Sambil berpikir, saya mengalihkan perhatian pada situasi sekarang.
"Yah, Aizawa....walaupun kamu memintanya, tapi...."
Shinonome, jikalau kamu menganggapku sebagai binatang peliharaanmu, maka tolong aku. Berpikir begitu, mataku meliriknya.
"Jadi Ikuno-kun, cepatlah dan penuhi usul Aizawa-san"
"Ada yang salah dengan kepalamu!!"
"Ufufu, apa yang kamu bicarakan, ini masih normal"
Uwaa. Tahu bahwa saya tidak sanggup melakukannya, ia sengaja menyampaikan itu. Dasar wanita S!.
"Ikuno, saya sudah siap...."
Aizawa duduk di sampingku dan semakin menyandarkan tubuhnya. Aroma manis dan feminin seorang gadis mulai melayang disekitar. Tindakan menyisir rambut sampingnya ke belakang indera pendengaran menciptakan dadaku berdentang 'dokidoki'. Diriku pun tersadar akan bibirnya.
"Kupikir Ikuno niscaya tidak akan menyukai hal ini. Tapi kamu telah berusaha menyelamatkan klub....aku juga, akan melaksanakan yang terbaik untuk klub sastra....jadi...."
Masih merona, sesudah ragu sejenak, ia menatapku.
"Ci-Ciumlah aku!"
"Tu-Tunggu, Aizawa....?!"
Tubuhnya membungkuk ke depan, dengan mata terpejam dan bibir yang mendekat.
Berusaha keras dalam situasi sulit lantaran dirinya yang benci kehilangan kepopuleran. Memikirkan unsur-unsur aneh itu akan saling terkait dan mengarah pada situasi sekarang. Melihat tubuhnya yang gemetar, saya tahu ia sedang memaksakan diri.
Meski mencoba menghentikannya, tubuhku malah dengan aneh tertarik ke arah Aizawa.
"Batalkan dulu. Kalian berdua, ada pengunjung"
Sambil tersenyum senang, Shinonome berkata begitu. Aku kemudian berbalik untuk melihat pintu masuk klub.
"Tsu"
Seorang gadis kecil, yang wajahnya semerah apel, sedang berdiri dengan kepala menunduk.
Rambut oranye panjang hampir hingga ke pinggul, diatasnya terbagi menjadi dua tanduk ibarat tandan, yang ibarat dengan indera pendengaran kucing.
Dia yang gemetar dihadapan situasi kini tampaknya pengunjung kantor konsultasi.
"Oi Shinonome, semenjak kapan kamu tahu anak itu datang?"
"Kurasa ketika saya merekomendasikan pada Ikuno-kun untuk berciuman"
Dia mengucapkannya dengan lembut sambil tersenyum.
"Mou! Ibuki no baka! Jika kamu sudah tahu, kenapa tidak mengatakannya lebih cepat?!"
"Maaf. Aku pikir semua orang telah menyadarinya"
Shinonome berdiri dengan tenang dan menenangkan Aizawa yang mulai terisak, kemudian menuju posisi pengunjung yang bersangkutan.
"Maaf lantaran tidak menyambutmu. Sekarang, silakan masuk"
Diiringi kata-katanya, gadis itu mengangguk ringan tanpa mengangkat wajah.
"Salam, saya Takatora, kelas satu D. Senang bertemu dengan kalian hari ini"
Setelah disajikan teh dari set minum yang selalu siap di ruang klub, gadis itu menyapa sambil masih menatap kami dengan canggung.
Aku melihat badan kecilnya yang duduk di sofa. Kaki yang terbungkus kaos kaki imut selutut itu tak mencapai lantai.
Inilah yang disebut loli girl (lolikko). Gaya rambutnya juga tampak ibarat indera pendengaran binatang, ditambah dengan mata yang besar dan tajam. Dadanya mengecewakan tapi wajah manis itu sangat menarik, mengingatkanku pada seekor anak anjing. Dirinya akan pantas disebut si anggun 2 dimensi yang menciptakan jantungmu berdenyut!.
Tapi yah, saya lebih ke tipe Onee-san, jadi ini tidak terlalu membuatku bersemangat.
"Hahaha, Takatora-san....Ma-Maaf ya! Aku hingga kaget barusan. Namun kami tidak mempunyai kekerabatan semacam itu!"
"A-Aku sama sekali tidak keberatan. Selain itu, anu...."
Terlihat agak putus asa, Takatora-san melirikku seolah ingin menyampaikan sesuatu.
"Eh, apa ada sesuatu di wajahku?"
" !!"
'Bunbun' Takatora-san menggelengkan kepalanya sambil masih menatapku. Mungkin ia ingin menyampaikan sesuatu.
"Ikuno-kun, apakah ia kenalanmu?"
"Tidak. Ini bahkan pertama kalinya saya berbicara dengan Takatora-san...."
"...."
Ketika saya mengucapkan itu, Takatora tiba-tiba menjadi lebih tertekan.
Mungkinkah saya pernah berbicara dengannya di suatu tempat?
Meski begitu, saya eksklusif beralih ke topik utama lantaran atmosfirnya terasa berat.
"Takatora-san, kan? Walaupun hanya presiden klub sastra, saya telah dipercayakan dengan pekerjaan di kantor konsultasi Osis selama seminggu. Karena itulah, apa kamu mempunyai sesuatu untuk dibahas?"
"Un. Ada"
Setelah berhenti sebentar.
"....Se-Seragam untuk kegiatan klubku, disembunyikan oleh seseorang. Jadi, untuk mencarinya, saya ingin dukungan kalian"
"Oh, untuk kegiatan klub ya! Ngomong-ngomong, klub apa? Bola basket atau lari?"
" !"
'Bunbun' ia menggelengkan kepala lagi. Kelihatannya terlalu gugup lantaran berhadapan dengan kami bertiga, wajahnya memerah.
"Cheerleader....aku di klub cheerleader"
Shinonome kemudian mulai berbicara dengan wajah yang mengisyaratkan 'aku mengetahui segalanya'.
"Meskipun Takatora-san yaitu siswa kelas satu, ia yaitu bintang klub cheerleader. Pendaftaran dirinya di sekolah ini menggunakan metode perekomendasian atas bidang olah raga. Kemampuan fisiknya cukup tinggi, saya juga dengar ia merupakan orang yang sangat berbakat hingga mendapatkan banyak proposal dari sekolah lain"
"Bagaimana kamu tahu informasi serinci itu, Shinonome?"
"Ufufu, akulah yang akan menjadi pengurus sekolah ini kelak. Siswa mana yang mendapatkan beasiswa dan tindakan apa yang sedang diambil, mulai sekarang, saya harus memahaminya"
Kecuali dikala bersamaku, ia bertindak selayaknya ojou-sama lembut hingga akhir.
Benar juga, dirinya akan menjadi pemimpin berikutnya lantaran orang tuanya telah meninggal.
Dia memang pelacur bermasalah, tapi masih mempunyai sisi bagus yaitu selalu melaksanakan yang terbaik dalam banyak sekali pekerjaan. Aku mengagumi itu.
"Maaf, Takatora-san, pembicaraannya menjadi menyimpang. Kau berkata kalau seseorang menyembunyikan seragam acara klubmu. Bisakah saya mendengar sedikit detailnya?"
"Un....yah, saya memasukkannya ke dalam tas di kelas, tapi sepulang sekolah, itu hilang"
"Dengan kata lain, kamu gres sadar seragammu hilang di waktu sepulang sekolah?"
Takatora-san mengangguk ringan dan melanjutkan.
"Di sekolah, kadang kala saya akan meletakkan semua buku tulis di laci, jadi saya tidak akan meninggalkan tas kecuali dikala pergi makan bekal pada istirahat siang. Sampai dikala itu pakaianku masih ada. Aku mulai berpikir seseorang telah mencurinya selama istirahat makan siang dan sebelum saya kembali ke kelas...."
"Hal ibarat mencuri barang orang lain...."
Meski Aizawa terlihat sering berada di kelompok gyaru mencolok, hatinya benar-benar murni. Seolah dirinya sendiri yang mengalami.
"Takatora-san, apa baru-baru ini ada orang yang menaruh dendam padamu? Atau sesuatu sudah berubah dalam kehidupan pribadimu?"
"Tidak juga. Aktivitas sekolah dan klub masih sama ibarat biasa, setidaknya itu yang kurasakan"
Gadis ini terlihat agak murung. Yah, kesedihannya bisa dimengerti lantaran dirinya telah kehilangan sesuatu....
"Begitu ya. Ngomong-ngomong, kemana kamu pergi dikala istirahat makan siang?"
"Ahh, saya pergi bermain basket dengan gadis-gadis kelasku di gimnasium...."
Shinonome berpikir hati-hati, dengan lembut dan terampil melaksanakan pemeriksaan selayaknya berurusan dengan kasus anak hilang.
"Dengan kata lain, pelakunya mulai bertindak semenjak ketika kamu pergi ke gimnasium hingga tiba waktu pulang sekolah"
"Oi Shinonome, itu berarti...."
"Ya, tepat"
Setelah memainkan rambutnya kemudian membiarkan itu tergerai kebawah bagaikan tirai, Shinonome perlahan membuka kelopak matanya.
"Semua orang yang berada di sekolah ini pada waktu itu yaitu tersangkanya"
"Uuu...."
Takatora-san mengernyit lantaran terbebani oleh jumlah yang absurd.
Jika ini yaitu drama misteri, akan ada orang yang melemparkan sanggahan. Tapi, inilah kenyataan.
"Tunggu. Teorimu memang bagus, tapi tak peduli bagaimana kamu memikirkannya, bukankah ini mustahil?"
Begitu saya menyampaikan hal barusan, Shinonome berpaling dan tersenyum lembut padaku.
"Aku hanya berbicara wacana kemungkinan. Sekarang, balasan pastinya tidak sanggup ditemukan. Mula-mula, apa yang perlu dipahami yaitu adegan besarnya dan menghapus informasi yang tak perlu. Dari sana, perlahan kita niscaya akan menemukan si penjahat. Yah, singkatnya, pisau cukur Occam"
"Pisau cukur siapa?"
"Pisau cukur Occam. Sebuah teori pemikiran yang mengambil kesimpulan dengan mencukur sisa-sisa tak mempunyai kegunaan dari esensi hipotesis. Awalnya ini yaitu kata yang berasal dari filsafat"
Jidatku terasa sakit. Namun dilain arah, Aizawa malah terlihat berbinar-binar.
"Seperti yang diharapkan dari Ibuki, si peringkat pertama di kelas kita, kamu sangat berpengetahuan luas! Sungguh menakjubkan ♪"
Aizawa peringkat kedua di kelas. Ku pikir ucapannya bukanlah sarkasme lantaran 'aura alami'nya masih terpancar. Mungkin saja ia memang bukan pelacur....hmmm.
"Ini bukan masalah besar, Tapi, sama ibarat kata Ikuno-kun, ada terlalu banyak tersangka untuk satu kasus. Karenanya, kita harus mengurangi angkanya"
"Mengurangi? Apa maksudmu? Hal ibarat itu mungkin?"
"Suatu insiden takkan lahir kecuali ada titik kontak. Dengan menggunakan prinsip pertukaran Locard, teori mapan yang juga merupakan dasar kriminologi, bisa diasumsikan kalau jumlah itu bisa dikurangi"
Waahh....lagi-lagi, muncul istilah yang rumit.
Namun, Aizawa nampaknya menyadari sesuatu.
"Ah, jikalau begitu, pelakunya mungkin di kelas Takatora-san atau klub cheerleader???"
"Ya, kupikir masuk akal"
Tersenyum layaknya jenius, Shinonome dengan elegan mengangkat cangkir berisi teh hitam yang telah kusiapkan ke bibirnya.
Namun, saya tak bisa puas dengan pendapat barusan.
"Anu, ini sulit untuk dibicarakan, tapi....ada kemungkinan seseorang tanpa titik kontak lah yang mencurinya*. Kostum cheerleader mempunyai tingkat eksposur yang tinggi, selain itu Takatora-san kecil....lebih tepatnya, imut, mungkin? Aku berpikir kalau pakaian semacam itu akan sangat terkenal di beberapa kelompok laki-laki"
[Tanpa titik kontak, anggap saja 'orang yg gk bekerjasama dengan korban'. Titik kontak bisa saja terjadi pada orang, tempat, maupun benda. Ini merupakan dasar dari Teori pertukaran Locard yg Shinonome sebutkan diatas]
Sepertinya pendapatku tak bisa mencapai Shinonome si gadis serius, matanya yang menatapku malah terbuka lebar.
"Sa-Sampai mempunyai pandangan gres setingkat itu....seperti yang diharapkan dari Ikuno-kun"
Aizawa yang tadinya berada di sampingku, eksklusif bersandar ke dekat Shinonome seolah takut.
"I-Ikuno....jadi lolicon. Menjijikkan...."
Hahahaha, pembicaraan ini melenceng ke arah komedi.
"Ufufu, kalau dipikir-pikir, normal bagi seorang otaku ibarat Ikuno-kun untuk menyukai gadis kecil semanis Takatora-san. Dan mungkin saja kamu memperoleh perasaan khusus dikala memeluk bajunya"
"Oi, ini bukan tentangku! Penjelasan barusan hanya terkait dengan kasusnya!!"
"Begitu kah? Tapi, kurasa orang yang bersangkutan memikirkan hal berbeda"
Mendengar perkataannya membuatku terkejut hingga beralih melihat Takatora-san.
"Tsu"
Sambil menggosok-gosok kedua pahanya, ia menatapku gelisah dengan pipi bersemu merah.
"Tidak, jangan salah paham! Aku bukan lolicon!!"
"Ayo kita tangkap kandidat pertama tersangka, yaitu Ikuno-kun"
"Aku menyerah!!"
Tentu saja tuduhan palsu akan terlahir. Sekarang saya mengerti pengalaman ibarat itu!.
"Ahem. Takatora-san, apa kamu tahu dendam, terutama hal yang terjadi baru-baru ini, atau gagasan wacana orang yang tidak biasa?"
"U-Un....tidak ada"
Seolah-olah masih menganggapku sinting, dalam keadaan galau ia berulang kali melirikku.
Mungkin, ia bersikap hati-hati....
"Aku mengerti. Pertama-tama, kamu mungkin perlu tahu kalau tersangkanya ada banyak. Dengan mempersempit hitungan ini, kita bisa menemukan penjahat yang menyembunyikan seragammu. Hanya saja, tujuan kita akan berfokus untuk menemukan seragam dan bukan mencari si penjahat. Kita harus segera bergerak"
"Hei, Shinonome. Lebih tepatnya, kemana kita harus pergi?"
"Kelas dan ruang klub cheerleader. Meski Takatora-san mungkin sudah pernah mencarinya di sana, kita harus bekerja sama dan mencari lagi. Lalu secara perlahan, kita niscaya bisa mempersempit kemungkinan lokasinya"
Barusan itu, ia berbicara wacana teori pisau cukur atau semacamnya, kan?
"Ok , saya mengerti. Jika pencarian kedua kalinya ini masih belum membuahkan hasil, kita akan memikirkan metode yang berbeda!"
Terus terang, sangat disesalkan lantaran tak bisa melaksanakan acara klub. Selama seminggu, saya bersama Aizawa mencari metode merekrut anggota, dan belum bisa melaksanakan aktivitas. Namun, orang yang bermasalah juga tak bisa diabaikan, saya akan melaksanakan tugasku di kantor konsultasi demi mempertahankan klub.
"Benar! Mengambil barang orang lain tanpa izin tak sanggup ditolerir, saya akan melaksanakan yang terbaik demi Takatora-san!"
Berpikir sama sepertiku, Aizawa juga berdiri dan mengangkat tinjunya ibarat seorang pria.
"Kalau begitu, sudah diputuskan. ayo pergi"
Kami berempat kemudian meninggalkan ruang klub, melintasi jembatan penghubung untuk menuju kelas si korban.
☆☆☆☆
"O-Oi....kau, hei kau!"
Entah kenapa Takatora-san yang berjalan di depan, malah mendekat ke sampingku.
"Eh, aku? Kau perlu sesuatu dariku?"
"Hmm, tidak juga, tapi...ah, namamu...."
"Ouh. Aku Ikuno Kousuke, kelas C. Senang berkenalan denganmu"
"Ikuno, Kousuke, boleh kupanggil Kou-Kousuke?"
"Hah? Un, memang tidak masalah, hanya saja...."
Tiba-tiba menggunakan nama depan. Maksudku, terlalu bersahabat bisa mengakibatkan kesalahpahaman. Selain itu, ia yaitu gadis yang manis. Jangan-jangan ini....
"Kesampingkan itu, anu....hmm, kenapa terus menatapku, apa kamu sedang memikirkan sesuatu?"
Berjalan berdampingan dan entah kenapa terus ditatap dengan pandangan yang serasa tidak nyaman.
Apa ia khawatir lantaran ucapanku wacana tubuhnya yang kecil tadi? Aku jadi merasa bersalah.
"Tidak, saya tidak memikirkan apapun"
Takatora-san kemudian menunduk dan terlihat seolah-olah mau menangis, ia memegang erat roknya dengan kedua tangan.
"Eh? Ma-Ma-Maaf! Apa saya sudah menyampaikan sesuatu yang buruk?!"
" !"
'Bunbun', sesudah menggelengkan kepala, gadis ini menyeka air mata dengan tangan mungilnya, kemudian menatapku sambil tersenyum lemah.
"Tidak, bukan apa-apa. Emm, tapi....yang terjadi tadi...."
Suaranya pun berangsur-angsur menjadi lebih pelan. Menunduk lagi, namun dengan pipi memerah.
"Ji-Jika tidak salah dengar, kamu menyukai gadis kecil, kan? Sangat berbeda dari masa kemudian dimana kamu mengaku suka pada gadis yang tinggi dan langsing...."
Meski tidak bisa mendengar semua ucapanya lantaran volume yang rendah, namun mungkin ini hanyalah kesalahpahaman.
"Takatora-san, saya bukan seorang lolicon. Jika perlu dikatakan, saya masih tetap suka tipe onee-san yang tinggi ibarat di masa lalu*"
[Pikirkan baik2, ikuno tidak bisa mendengar semua perkataannya lantaran semakin/terlalu pelan. Menurutku, apa yg tidak ia dengar niscaya ada di potongan akhir, yaitu 'Sangat berbeda dari masa kemudian dimana kamu mengaku suka pada gadis yang tinggi dan langsing'. Jika begitu, kenapa Ikuno malah membalas 'masih tetap suka tipe onee-san yang tinggi ibarat di masa lalu'?. Ini seolah Ikuno tahu dan tak menyanggah bahwa Takatora pernah mengenal dekat dirinya dari dulu, bukan hanya sekedar pernah bertemu....Aneh, atau saya salah ngartiinnya??]
"....Uuu, sudah kuduga...."
Eh, kenapa malah murung lagi? Entah bagaimana, potongan rambut ibarat nekomiminya tampak terkulai.
Melihat kondisi ini, saya merasa harus menyemangatinya dan membuka mulut.
"A-Ahhh, tapi gadis kecil tidaklah buruk. Mereka memang tak mempunyai pesona ibarat tipe Onee-san, namun gadis kecil itu sangat imut! Be-Benar! Mereka baik, saya suka mereka!"
"Benarkah?!"
"Tentu saja, gadis kecil itu sangat manis! Hanya melihat mereka tak tertahankan!"
"Uaa "
Dia tampak terbungkus aura kebahagiaan, tersenyum gembira hingga gigi taringnya kelihatan. Dari reaksi ini, saya merasa lega.
Hanya saja, kenapa bertanya hal ibarat itu padaku?
Sambil memikirkannya, saya mencicipi sesuatu dari belakang dan berbalik.
"Fufufu , ibarat yang diharapkan, Ikuno-kun yaitu lolicon. Aku jadi sedikit khawatir"
"Ikuno, apa kamu baik-baik saja? Setahuku, lolicon yaitu penyakit bawaan, kan*?....Jika kamu malu untuk pergi sendiri, saya mau menemanimu ke rumah sakit"
Shinonome cuma bercanda, tapi Aizawa yang polos benar-benar mempercayainya. Selain itu, ia hingga salah paham dan menganggap lolicon sebagai penyakit serius ketika menatapku dengan cemas.
"Aizawa, jangan khawatir wacana itu. Sebaliknya, saya bukan lolicon"
"...."
Ah, sialan. Sekali lagi, saya menciptakan gadis itu murung, jangan begini....
Tapi lantaran klarifikasi pada Aizawa mengakibatkan kesalahpahaman tadi, tanpa mengubah apapun, saya melanjutkan perjalanan menuju kelas satu D di lantai pertama.
Sementara itu, Takatora-san yang telah turun semangatnya mendekat dan bertanya kepadaku.
"Kousuke....akhir-akhir ini kamu sering mengobrol dengan mereka berdua. Hubungan macam apa yang kalian miliki?"
"Eh, akhir-akhir ini? Takatora-san, kamu mengawasiku setiap hari?"
"?! Sa-Salah! Tidak, itu....jadi, begini....ahhh, pokoknya! Aku ingin mendengar kekerabatan ibarat apa yang kalian miliki. Uuu !"
Entah kenapa, pupilnya yang tajam dan besar itu memelototiku. Ini ibarat beberapa waktu yang lalu, kan? Meski tidak mengerti, saya dilarang menentang gadis cantik, terutama yang rapuh.
Akupun menjawab dengan enggan.
"Mereka berdua, yah....hmm , ini kekerabatan istimewa, atau mungkin, rumit"
"Hubungan yang rumit? Muu "
Wajah Takatora-san menjadi berkerut, pipinya mengembung lantaran cemberut.
Sambil memikirkan reaksi membingungkan itu, saya mencicipi tatapan seseorang dan menoleh ke belakang. Disana ada Shinonome yang sedang melihat kami berdua dengan wajah serius.
Bergerak dari lorong lantai dua ke lantai satu, kami hingga di kelas Takatora-san yang letaknya disamping kelas kami.
Keempat orangpun bekerja sama dan mengusut seluruh potongan ruangan. Namun, seragam gadis ini masih belum bisa ditemukan.
"Waah....mungkin memang bukan di kelas. Kalau begitu, selanjutnya yaitu ruang klub?"
Aizawa yang awalnya dipenuhi energi ketika berusaha untuk mendistribusikan poster tersebut, kini nampak sedikit lelah.
"Tidak, tunggu Aizawa-san. Ada ruang audiovisual di sebelah sini. Pikirkanlah, itu bisa jadi kawasan si pelaku menyembunyikannya"
Seolah sudah memperkirakan bahwa barang itu tidak di sini semenjak awal, Shinonome mengatakannya dengan dingin.
"Ruang audiovisual? Kupikir kemungkinan itu niscaya ada. Lalu, kita pergi?"
"Ah, tunggu Ikuno!!"
Saat saya hendak meninggalkan kelas, Aizawa tiba-tiba menangkap ujung seragamku.
"Eh....ada apa Aizawa?"
"? Ya-Yah, hanya saja...."
Aizawa melepaskan genggamannya. Pahanya menggeliat, ia terlihat agak gugup.
"Di ruang audiovisual, kini ini banyak alat-alat elektronik yang rusak disana, kan? Seluruh kawasan selalu gelap dikala tidak digunakan....lagipula, kamu juga dengar rumor wacana kemunculan 'itu'?"
"Aku tahu kalau barang-barangnya ada yang rusak. Tapi, kemunculan? Kemunculan apa?"
"Jadi....ada itu...."
Tidak, saya tidak mengerti bahkan jikalau kamu tersipu.
"Fufu, dengan kata lain, Aizawa-san khawatir wacana penampakan hantu, ya?"
"Eh, hantu?! Aizawa, mungkinkah kamu lemah dalam hal semacam ini?"
"A-Apa boleh buat kan. Hal-hal yang menakutkan tetap saja menakutkan...."
Gadis ini tampaknya benar-benar takut sambil memeluk tubuhnya yang ramping hingga menciptakan payudaranya membengkak.
Heee, meski berkarakter jujur, ia juga mempunyai kelemahan. Sungguh gadis yang tidak mengkhianati harapanku. Dia bisa berubah dari seorang pelacur ke wanita lemah dalam kasus ini*.
[Ini kayak ejekan/komentar sarkastik]
"....Ngomong-ngomong, rumornya ibarat apa? Aku belum pernah mendengar penampakan apapun"
"Begitu ya, jadi Ikuno tidak tahu....padahal cukup terkenal"
Karena saya tidak punya banyak teman.
Walaupun tidak suka menonjol dan mempunyai sobat kurang dari kenalan untuk melindungi diri sendiri, entah bagaimana serasa hampa....
"Ini hanya rumor belaka. Dulu, tampaknya ada seorang siswi yang bunuh diri dengan melompat dari sana. Penampakannya terlihat dari jendela ruang audiovisual sepulang sekolah. Gadis itu akan mengajak seseorang mengikutinya dengan mendorong punggung orang tersebut....kekuatannya ibarat seorang pria, ibarat itulah!"
"Ke-kenapa ini mendadak menjelma horor...."
Akupun merinding sambil menggosok kedua bahu. Tiba-tiba, dari sebelah telingaku---
"Fuuh "
"Owahh?!"
---Napas lembut hangat tertiup, hingga membuatku melompat kaget.
"Ara, jangan-jangan, Ikuno-kun takut?"
Shinonome, si pelaku menatapku lekat-lekat, matanya yang berisi provokasi tampak bahagia.
"Bo-Bodoh! Aku ini seorang lelaki, takkan takut pada hal semacam itu!"
"Hmm? Terakhir kali kamu memang melindungi Aizawa dari para preman bertampang seram. Kali ini, bisakah kamu melindungiku dari hantu?"
"Melindungi....ha-hantu itu bahkan hanya rumor! Jadi, ayo kita pergi"
"Baiklah, kalau begitu Takatora-san dan Aizawa-san tolong tunggu disini. Ruang audiovisualnya gelap, kalian bisa saja terluka. Biarkan saya dan Ikuno-kun, yang memang staf kantor konsultasi untuk memeriksanya"
Obrolan yang sangat mulus. Entah kenapa saya punya firasat buruk, mungkin hanya imajinasi....?
"Un, saya mengerti....Ibuki, Ikuno-kun, berhati-hatilah"
Sambil memeluk tubuhnya dimana dadanya bertumpu di lengan, Aizawa kemudian mengayunkan pelan satu tangannya tampak cemas.
"Ahh. Maaf, tapi saya harus pergi ke toilet! Kalian, berhati-hatilah!"
Takatora-san yang terdiam seolah memikirkan sesuatu hingga beberapa waktu kemudian kemudian meninggalkan kelas. Kami mengikutinya keluar juga, tapi sungguh mengejutkan, sosoknya sudah lenyap. Kakinya sangat cepat.
Aku dan Shinonome kemudian berpindah ke ruang audiovisual yang tidak terkunci. Disini mempunyai proyektor untuk digunakan sebagai media pembelajaran visual, jadi semua jendelnya ditutupi oleh tirai.
Aku tidak suka dibodohi oleh Shinonome. Mempertimbangkan itu, dengan dukungan cahaya dari smartphone, saya maju ke tengah ruangan.
"Mungkin lantaran belakangan ini tidak ada yang masuk, ruangan ini serasa cukup berdebu"
Berpikir wacana ventilasi, saya menuju ke salah satu jendela. Tiba-tiba, pada punggungku....'puni'*.
[Sfx ketika menyentuh sesuatu yg lembut]
"....Oi, apa yang sedang kamu lakukan?"
"Ara, berbicara wacana apa yang lelaki dan wanita lakukan di kamar gelap dan tertutup, seharusnya tidak banyak, kan?"
Pintu masuk sudah tertutup ketika saya menoleh ke belakang, dimana Shinonome juga terlihat sedang memeluk punggungku.
Dua tonjolan sederhana itu agak menekan.
"Sesuai dugaan, tujuanmu yaitu untuk mengisolasi kita berdua di satu tempat....A-Apa yang kamu rencanakan?"
"Kau harusnya sudah tahu"
Sambil berjinjit dan meregangkan tubuhnya, ia membisikkan kata-kata manis ke dekat telingaku. Tubuh gadisnya yang lembut dan ramping, menciptakan jantungku berdentang dengan bunyi 'bakubaku'.
"Harus kukatakan, Ikuno Kousuke. Ini pembinaan untuk membuatmu tak pernah lepas dariku. Singkatnya, penting untuk menanamkan poin bagusku ke dalam pikiranmu. Aku tidak bisa menentukan cara lain"
Ujung jarinya menggosok dan menciptakan contoh melingkar di dadaku dengan gerakan tak senonoh.
Ga-Gadis ini sangat rela melaksanakan apapun untuk menjadikanku binatang peliharaannya....
"O-Oi. Bagaimana jikalau seseorang datang...."
Setelah dari dada menuju ke pusar, tanpa gejala berhenti, ujung jarinya terus bergerak ke bawah, perlahan menulusuri seluruh pahaku hingga ke paha potongan dalam. Suara geliku hampir keluar.
"Apa boleh buat. Ada Aizawa-san di ruang klub, jadi peluangku untuk memperlihatkan poin bagus ibarat ini tidak ada. Ngomong-ngomong, metode apa yang harus kupilih dalam situasi untuk mendapatkan lelaki sebaya?"
"Eh? I-Itu, kamu kan selalu melakukannya dikala ingin menarik para lelaki di sekitar. Hanya perlu tersenyum dan memperlihatkan wajah lembut ibarat biasanya, ya kan?"
"Tentu bisa jikalau itu untuk orang umum. Tapi kamu spesial. Meski kulakukan, kamu hanya akan mengabaikan gadis manis ini. Lalu, apa yang diperlukan? Hanya kamu yang bisa mengajariku bagaimana memilikimu. Dengan kata lain, Ikuno Kousuke...."
Sentuhan yang melekat di pahaku bergerak lagi melewati paha potongan dalam kemudian kembali ke pusar.
"....Ja-Jangan katakan kamu akan melaksanakan itu"
Jemari rampingnya bergerak di sepanjang perut. Ketika saya berpikir, itu segera hingga di celana dan mulai perlahan menurunkan resletingnya. Mungkin Shinonome juga tegang, saya merasa tubuhnya sedikit kaku.
"Geh, berhenti!!"
Aku segera berbalik dan melepaskan Shinonome. Seluruh tubuhku menjadi sangat panas.
"Waa, waa....hampir saja, semua yang dilakukan para pelacur sungguh mengerikan. Tapi biar kuberitahu, saya takkan pernah mengalah pada hal semacam itu!"
"Begitu kah. Kau menjadi lebih berharga untuk didapatkan. Lalu, apa yang harus kulakukan untuk berhasil, ya?"
Meski Shinonome menyisir rambutnya dengan tenang, saya merasa wajahnya agak merah.
"Entahlah. Tapi ada satu hal yang bisa saya katakan, saya sama sekali tidak tertarik padamu---"
Tepat pada dikala itu, punggungku didorong dengan keras oleh seseorang. Berkatnya, diriku eksklusif menabrak Shinonome yang ada di depan.
'Gashi' ketika bunyi tumpul itu terdengar, penglihatanku pun menjadi kabur. Di momen krusial, siku lengannya memukul hidungku.
"Kuh....uuu, hmm?"
....Pipiku mencicipi kehangatan yang berasal dari kain sutra. Sedangkan kedua tanganku menyentuh sesuatu yang kecil dan empuk.
"....Fufu, fufufufufu. Kau, apa yang sedang kamu lakukan di kaki orang lain"
"Eh? Tidak....ini....haha"
Wajahku terjepit di antara kaki Shinonome yang dibungkus stoking hitam. Disisi lain, smartphoneku jatuh. Tapi lantaran perlahan terbiasa dengan kegelapan, saya mendongak dan melihat wajah gadis ini.
Senyumnya berkedut. Tersadar akan suatu hal, ia eksklusif membenarkan roknya ke bawah demi menghentikanku dari melihat taman bunga di depan.
"Tidak tidak, Shinonome! Aku bisa menjelaskannya! Barusan ada yang mendorong punggungku, itulah yang terjadi!!"
"Dogeza. Lakukan kini atau kubunuh"
Kalimat singkatnya dipenuhi rasa haus darah. Aku yang gemetar dihadapan kemarahan hebat seorang gadis cantik, segera melaksanakan apa yang diperintahkan.
"Pertama-tama, ada hal yang perlu kamu ucapkan, kan?"
Melewati semua prosedur, Shinonome eksklusif menginjak-injak kepalaku.
Seperti yang diharapkan, ia marah. Namun, alasanku takkan diterima, lantaran ketika melihat kebelakang untuk mengkonfirmasi....tak ada orang lain disana.
"....Ma-Maaf"
Biasanya, saya akan melaksanakan apa yang ia katakan dan meminta maaf. Jika suasana hatinya baik, itu akan cukup, tapi hari ini berbeda. Dengan bunyi dingin, ia melanjutkan.
"Walaupun mengaku tidak tertarik, kamu yaitu seorang laki-laki yang mengikuti nafsunya. Seseorang dengan status ternak menyentuh badan majikannya tanpa izin, apa kamu tahu betapa kecilnya derajatmu? Akan kukatakan lagi, saya tidak punya perasaan cinta terhadapmu. Semua yang kuharapkan yaitu kamu yang menjadi binatang peliharaan. Sebagai pemimpin berikutnya dari rumah konglomerat Shinonome, diriku harus kuat. Inilah sebabnya pasangan tidak diperlukan"
Kau menyentuhku semaumu, dan ketika saya yang melakukannya, kamu marah? Para gadis anggun memang makhluk egois yang hanya hidup untuk kepentinganya sendiri. Yah, saya juga paham kalau ia murka lantaran saya menyentuh badan seorang gadis.
"Hanya ada satu alasan kenapa saya menginginkan Ikuno Kousuke. Dari dikala terlahir hingga sekarang, satu-satunya yang tidak mematuhiku yaitu dirimu. Aku menghargai sifatmu itu. Kau bernilai semahal permata"
"Kuh....Aku tidak pernah bisa mengerti. Ingin menjadi binatang peliharaan atau apa pun. Apa kamu idiot. Apa kamu ini seorang politisi hentai dari suatu negeri---uguuu "
Untuk menutup lisan kurang ajarku, telapak kakinya menekan ibarat orang yang sedang mematikan rokok di jalan.
Ini sangat berbeda dari Aizawa yang tidak menggunakan kekerasan ketika saya melihat celana dalam atau menyentuh dadanya. Yah, Aizawa gadis yang baik. Mungkin saja ia bahkan memperbolehkanku melaksanakan hal-hal ecchi apapun.
"Melihat pesona dari hal berharga yaitu kesukaanku. Untuk alasan ini, saya tak bisa mengizinkan insiden barusan terlewat. Permata yaitu sesuatu yang harus dihargai oleh pemiliknya, untuk digunakan dan ditangani dengan perasaan sayang. Namun, hal ibarat menyentuh pemiliknya tanpa izin tetaplah tidak mungkin diterima. Ini sama. Itulah alasan kemarahanku, apa otak kecilmu itu sudah memahaminya?"
"Te-Terima kasih atas klarifikasi menyeluruhnya...."
Membeku lantaran terhujani bunyi sedingin es, saya kemudian mencoba untuk bangkit dengan memaksa kakinya kembali.
Singkat kata, Shinonome tampaknya melihatku hanya sebagai barang, bukan manusia. Meskipun eksistensi permata yaitu untuk menciptakan pemiliknya bersinar, sayangnya saya tak mempunyai pemikiran semacam itu. Tidak sedikit pun.
"Begitu. Baguslah kalau kamu cepat mengerti"
Pada akhirnya, dialah yang menyingkirkan kakinya. Berjongkok di depanku seolah telah kehilangan minat dan mulai menepukku dengan senyuman hangat.
"Seperti yang diperkirakan dari lelaki yang saya inginkan"
Dengan kesan keibuan itu, kepalaku ditepuk lembut, terlampau lembut menggunakan tangannya.
"....Apa maumu sebenarnya. Setelah menginjak kepala seseorang, kamu menepuknya"
"Memarahi binatang peliharaan yang telah berperilaku jelek itu wajar. Tapi, saya rasa juga penting untuk memperlihatkan kebanggaan sesekali ketika ia mendengarkan majikannya. Wortel dan tongkat yaitu dasar dari pelatihan"
Apa-apaan, meski tahu kalau wanita yang sedang menepuk kepalaku yaitu pelacur, perasaan senang masih tetap muncul. Sial, saya merasa telah kalah.
"Ara? Daripada itu, Ikuno Kousuke, kamu mimisan"
"Eh? Sungguh?...."
Menyentuh lubang hidungku, ada cairan berbau besi hangat yang mengalir.
"Ini niscaya lantaran terkena sikuku. Ternak, saya minta maaf. Diamlah sebentar, saya akan menghentikan pendarahannya sekarang"
"Shinonome mau melaksanakan hal ibarat itu untukku?"
Dia kemudian mengambil sebuah saputangan glamor berenda putih dari sakunya. Menyeka darah akan menciptakan barang itu kotor dan sulit dihilangkan dari noda.
"Ya, kamu keheranan? Aku memilikimu sebagai binatang peliharaan, masuk akal saja jikalau majikan merawat binatang peliharaannya, kan?"
Tanpa peduli pada saputangan yang semakin kotor, ia menatapku seolah pernyataan tadi sudah jelas.
Aku mungkin telah salah paham wacana Shinonome.
Beberapa waktu yang lalu, ia berkata kalau Aizawa berada di posisi yang kurang menguntungkan, saya mengerti sekarang. Shinonome yang berdiri di atas orang lain, menghormatinya ke titik menghargai keadilan. Meskipun di satu sisi memperlakukanku sebagai hewan, ia akan menjagaku di dekatnya untuk diawasi dan disayangi.
Hmm? Tunggu. Tinggal di dekat seseorang, merawat dan menghargai. Bukankah itu sesuatu yang dilakukan oleh sepasang kekasih? Untuk memulai, terus-terusan mengejar seorang lelaki dan ingin memonopolinya, ini sama saja dengan tingkah laris seorang gadis terhadap lelaki yang ia sukai....
"Hei, jangan bergerak. Aku tidak bisa membersihkan darahmu. Merawat juga merupakan kiprah majikan"
Shinonome tersenyum tipis sambil tangannya mendekat ke pipiku dengan kain putih yang terlipat.
Pada dikala itu, seseorang perlahan membuka pintu ruangan. Cahaya pun merambat masuk mengusir kegelapan.
Aizawa yang mungkin khawatir lantaran kami terlalu usang kembali, mengintip ke dalam dengan ekspresi waspada.
"Eh....Ikuno? Apa yang terjadi?!"
Masih dalam posisi dogeza, saya berbalik dan melihat Aizawa yang bergegas menuju kesini.
"Ini serius! Ada darah yang keluar! Ibuki, apa yang terjadi?!"
"Yah, lantaran ruangannya gelap, Ikuno-kun tiba-tiba terjatuh...."
"Jadi begitu....anu, saya akan meminjamkan bahuku, ayo kita pindah ke kawasan yang lebih terang"
"Ya. Maaf, Aizawa...."
Sementara berpikir ini yaitu kesalahan Shinonome, saya beralih ke koridor dibantu Aizawa dan duduk. Dia mengeluarkan tisu saku yang sempat dibawa, memelintirnya dan menyumbat lubang hidungku tanpa menyampaikan apapun.
"Ikuno, kamu lebih baik menunduk daripada mendongak. Juga, cubitlah hidungmu dengan jempol dan jari telunjuk. Ini disebut tekanan hemostasis*. Tenang saja, sebentar lagi mungkin akan berhenti mengalir"
[Setahuku, Hemastosis sendiri ada bermacam-macam, bisa dari dalam badan atau dari luar. Nah, klo dari luar biasanya berupa tekanan untuk menyumbat pendarahan]
"Un, saya tahu....Maksudku, Aizawa, kamu ternyata begitu terampil dan pintar"
Ini sama ibarat terakhir kali, Aizawa salah menduga saya mengalami demam dan dengan cepat merespon. Kupikir pelacur orisinil takkan melaksanakan hal ibarat itu demi orang lain....
Dia yang berjongkok didepanku dan tersenyum, entah bagaimana tampak canggung.
"Emm....Di masa lalu, saya juga mengalami hal yang sama lantaran kekerasan ayah. Setiap kali itu terjadi, ibu akan merawatku. Lama-kelamaan, saya jadi hafal tindakannya. Ahaha"
Sepertinya saya telah menciptakan gadis ini mengingat kenangan yang buruk....ketika hatiku dipenuhi rasa bersalah, Shinonome keluar dari ruangan.
"Ah, kalau dipikir-pikir, saya menyesal telah melaksanakan hal jelek tadi, Shinonome. Juga, terimakasih"
"Tidak, jangan khawatir"
....Hmm? Wajahnya yang berpaling itu tampak kaku, apa ia marah? Rasa syukur ku tampaknya sia-sia belaka, yah memang saya yang salah.
Namun, tidak biasanya ia tetap di 'mode sifat terbalik' ketika ada Aizawa....
Disisi lain, Aizawa entah kenapa mulai gelisah seolah mengkhawatirkan sesuatu, suaranya berangsur-angsur lenyap.
"I-Ikuno....resletingmu terbuka...."
"....Eh?"
Mengalihkan mataku ke bawah, tepatnya di tengah celana. Itu sepenuhnya terbuka.
Benar, Shinonome tadi menurunkannya sebelum saya sempat melepaskan diri!.
"Ma-Ma-Ma-Maaf, Aizawa!!"
Secepat mungkin menutupnya dan meminta maaf kepada Aizawa yang memalingkan muka sambil bersemu merah.
Disisi lain, Shinonome terlihat ingin menyampaikan sesuatu. Akan jelek jikalau hingga Aizawa mendengar apa yang terjadi.
"Hmm?....Takatora-san sudah kembali ya"
Orang yang disebutkan barusan ada tak jauh dari kami, berdiri di dekat pintu masuk ruang audiovisual.
Gadis berpostur kecil itu menatapku canggung dan mengalihkan tatapannya seolah merasa tertekan akan suatu hal.
"Takatora-san, saya begini lantaran kecerobohanku sendiri. Makara jangan khawatir hanya lantaran kamu berpikir ini akhir permintaanmu"
"Uu....terimakasih"
"Hmm?"
Seketika itu---aku mendadak mencicipi tatapan seseorang dari kedalaman koridor dan eksklusif menoleh ke arah sana
....Ada seseorang tadi. Aku cukup yakin sedang diawasi....atau mungkin hanya perasaanku?
☆☆☆
Setelahnya, kami bersama Aizawa yang ketakutan menjelajahi seisi ruang audiovisual. Namun sayang, tak ada yang ditemukan.
Tujuanpun berlanjut ke ruang klub.
Shinonome sempat berkata bahwa sebelum mengusut kesana, akan lebih baik meminta izin lebih dulu ke guru penanggung jawab klub di kantor. Pemimpin kami bersikap cuek padaku sepanjang perjalanan, tapi dikala langkah kaki empat orang mencapai gedung khusus klub* di sebelah gimnasium, ia berubah lagi ke 'mode lembut'.
[Ruangan untuk banyak sekali klub itu dikumpulkan di satu area]
"Jadi, lantaran sudah menerima izin sensei, ayo kita mulai penyelidikannya"
Gedung khusus klub merupakan bangunan bertingkat dua, terdapat hamparan bunga dilantai pertamanya dan ruang klub cheerleader berada dekat sana.
"Terimakasih, Ibuki! Memeriksa loker orang lain tanpa izin itu buruk"
"Aku setuju. Yah, bagaimanapun ada kemungkinan kalau seragam Takatora-san ada di sini. Sensei juga berkata kita harus menghormati privasi dan tak boleh seenaknya membuka tas siswa lain"
Aku menyampaikan itu sambil mengkhawatirkan hidungku yang tersumbat tisu. Takatora-san kemudian menggunakan kunci ruang klub untuk membuka pintunya.
"Sudah terbuka. Dari sini, saya akan ikut memeriksa, mohon bantuannya...."
"Un, serahkan pada kami. Kami akan bekerja sangat keras untuk menemukannya! Benar kan, Ibuki?"
Aizawa yang antusias merangkul erat lengan Shinonome.
"Y-Ya....daripada itu, Aizawa-san, kita harus berpencar untuk mencarinya"
"Ah, maaf maaf. Kau benar. Hehehe...."
"Fufu. Sungguh, sifatmu ibarat anak kecil"
"Eh. Begitukah? Tapi saya menganggap diriku sendiri cukup dewasa...."
"Kesan seseorang wacana pribadinya sendiri pada umumnya tidak lah benar. Yah, bagaimana kalau kita mulai sekarang?"
"Hahaha, baiklah!"
Mereka berdua sudah ibarat ini selama seminggu. Meski Shinonome kelihatan agak terganggu lantaran ia mempunyai sobat pertama terlampau ramah, bukan berarti dirinya tidak menyukai gadis itu.
Aizawa yaitu yang pertama memasuki ruang klub. Shinonome mengikutinya, tapi sebelum itu ia menoleh ke belakang.
"Takatora-san. Kami akan sungguh-sungguh mencarinya hingga seragammu ditemukan, kamu tak perlu khawatir"
"Eh? Un, itu akan bagus untukku"
"Kasusmu akan berakhir hari ini"
"....U-Un"
Wajah gembiranya tampak seolah dirinya sedang bersenang-senang. Takatora-san hingga mengalami kesulitan merespons, kan?
Meskipun ingin menyampaikan sesuatu kepadaku, Shinonome hanya mengibaskan rambut hitamnya kemudian lenyap ke ruang klub....Kau benar-benar senang melihat orang lain dalam kesulitan, ya. Dasar pelacur, gadis yang menjijikkan.
"Takatora-san, kamu tidak perlu memikirkan apa yang ia ucapkan"
"Be-Begitu kah"
"....Baiklah, saya merasa gugup lantaran ini yaitu ruang klub para gadis, maaf mengganggu"
"Tunggu, Kousuke"
Takatora-san menatapku cemas sambil menarik kain lenganku.
"Eh, ada apa....?"
Dipikir-pikir lagi, bukankah Takatora-san masih percaya kalau saya mempunyai fetish pada seragam cheerleader? Mungkin saja ia khawatir jikalau saya hingga ingin mengendus pakaian dari anggota klub nya?
"Anu....Apa Kousuke, memang menyukai gadis-gadis berdada besar, ibarat Aizawa Manaha?"
....Yah, kelihatannya ia tidak hingga berpikir kalau saya yaitu lelaki mesum dengan fetish aneh.
"Ah, benar juga. Aku memang suka tipe onee-san. Lagipula, milik Aizawa cukup besar hingga bisa mengapit apapun....yah, begitulah menurutku!"
"Seperti yang diharapkan. Muu"
Sekali lagi, Takatora-san merajuk sambil mengembungkan pipi. Mungkin lantaran tubuhnya yang mungil, ia cemburu pada gadis berdada besar, pinggang langsing dan pantat besar ibarat Aizawa?
Sambil memikirkan hal-hal ibarat itu, saya memasuki ruang klub.
Setibanya disana, terdapat barisan loker persegi panjang dan lonjong di kedua sisi. Dindingnya terhias dengan banyak sekali macam bentuk piagam. Sesuai perkiraan, ada aroma feminim dari deodoran dan parfum yang gadis-gadis biasanya gunakan.
"Ikuno-kun....Kenapa wajahmu berubah mesum?"
"Ah, i-ini berbeda! Aku tidak menciptakan wajah ibarat itu! Nah, ayo kita mulai pencariannya!"
"Ya, ayo kita mulai....Aku akan membunuhmu jikalau kamu mengulangi pemerkosaan ibarat beberapa waktu yang lalu"
Bisikan cuek itu melayang dari dekat telingaku, rasa merinding kemudian menjalar melalui punggung. Dia pelacur bertipe rapi dan licik tanpa celah. Kau takkan pernah bisa memperkirakan taktik macam apa yang ia gunakan untuk balas dendam ketika dirinya sangat marah.
Bersama semua orang, saya dengan teliti mengusut seisi ruang klub sambil berhati-hati untuk tidak menyentuh Shinonome. Karena ada banyak barang pribadi di loker yang tertera nama masing-masing pemiliknya, saya meninggalkan urusan itu pada Aizawa dan gadis-gadis lain. Tugasku hanyalah mengusut kotak-kotak kardus yang kebanyakan berisi peralatan.
"Fuuh, di sini juga tidak ketemu. Bagaimana dengan kalian?"
"Aku juga tidak melihat seragam apapun"
Shinonome sekali lagi terlihat seolah sudah tahu barang itu tidak ada di sini dari awal. Ketenangannya seakan berkata bahwa ia telah menemukan jalan pintas.
"Di tempatku juga tidak ada...."
"Tunggu sebentar, ini yaitu loker terakhir, jadi mungkin saja....U-Uuuun"
Tepat didepan mataku, terdapat Aizawa yang membungkukan potongan atas tubuhnya ke arah loker, menciptakan pantatnya bergoyang 'furifuri', seolah-olah mengundangku. Ini mengejutkan.
"Aku akan menunggu di luar"
Shinonome pun pergi. Karena tidak lagi dipantau, pandanganku semakin dan tanpa ragu tersedot ke pantat Aizawa.
"Unnn, di sini juga tidak ada. Karena ini yang terakhir....aku jadi agak mengantisipasinya....nnnnn"
Pantatnya mencuat, tekstur itu benar-benar melambangkan kesuburan dari kelahiran.
Aku sadar kalau diriku harusnya tidak melihat ini. Namun, fokusku semakin terserap hingga tak bisa berpaling....kemudian---
'Don!!'
....Apa?
Ketika saya memikirkannya, itu sudah terlambat. Sama dengan dikala di ruang audiovisual, seseorang mendorong punggungku hingga tubuhku terpelanting ke depan. Dengan niscaya mendekati bokong besarnya, wajahku terjerembab ke lembah daging lembut yang dilindungi oleh rok.
'Zuii!!'
[Suara sesuatu yg ditarik]
"Eh....---KYAAAAAAAA?!?!?!"
Tanganku secara reflek mencari pegangan biar tubuhku tak jatuh dan menciptakan wajahku menabrak lantai. Setelah menemukan sesuatu ibarat kain tipis untuk menopang diri, kepalaku perlahan mendongak demi mengkonfirmasi benda apa itu.
"....I-Iku, Ikuno....Ka-Ka-Kau, apa yang kamu lakukan?!?!"
"Hah??"
Tatapanku tertutupi warna kulit putih, pantat menyilaukan itu bersinar ibarat buah persik. Akibat ulahku, celana dalamnya melorot, mengakibatkan setengah dari bokongnya terekspos. Diwaktu yang tepat, tangan gadis ini entah bagaimana telah berhasil mencegah kulit pantatnya telanjang bulat.
"I-I-I-I-IDIOOTTT!!! Cepat, lepaskan!!"
"Wa-Waaahhh?!?! Ma-Ma-Ma-Maaf, Aizawa!!!!"
Begitu genggamanku terlepas, Aizawa eksklusif memasang celana dalamnya lagi. Wajahnya sangat merah ketika ia selesai menutupi pantat itu.
"Ikuno idiot!! Apa yang sudah kamu lakukan pada seorang gadis?!"
Seakan merasa pusing lantaran sudah berteriak, Aizawa dengan wajah merah padam menatapku tajam. Meski matanya berkaca-kaca, ini malah semakin menciptakan ia terkesan ibarat oni.
"Tidak, bukan begitu....Ba-Barusan ada seseorang yang mendorongku dari belakang! A-Aku tidak berbohong!!"
Menoleh kebelakang, ada Takatora-san yang menggaruk kepalanya dan tertawa masam disana.
"Na-Nahahaha. Maaf maaf. Aku tersandung...."
"Li-Lihat kan! Ini bukan berarti saya ingin menyentuh bokong indah Aizawa atau semacamnya!!"
Mendengar kata-kataku, dalam sekejap Aizawa memegangi potongan rok belakangnya dengan kedua tangan dan menggigil.
"Bokong siapa yang indah?! Aku, keberatan lantaran kupikir ini sangat berlemak!!"
Uwahh, pelototannya mengerikan. Aizawa tak hingga begini meskipun saya menyentuh dada atau melihat celana dalamnya, tapi ia murka ketika bokongnya terlihat olehku. Tatapan gadis ini ibarat dengan Shinonome ketika di ruang audiovisual tadi. Parahnya lagi, tangannya terkepal seolah tak bisa menahan amarah.
Akupun memejamkam mata, bersiap menunggu tindakan Aizawa yang sedang terbungkus atmosfer panas. Namun, bukannya pukulan, malah terdengar bunyi hingga membuatku membingungkan.
"Hei, buka matamu"
"....Eh?"
Perlahan bisa melihat lagi, saya menatapnya yang sedang memasukkan tangan ke saku.
"Tentu saja, saya marah! Tapi saya mengerti kalau itu tidak disengaja....jadi mula-mula, membungkuk"
Aizawa memang marah. Matanya masih terfokus tajam padaku dengan wajah merah padam karena, sepertinua bercampur malu. Ketika saya mengalah dan melaksanakan apa yang diminta, ia mulai mengambil keluar tisu saku dan memelintirnya.
"Ya ampun, mimisan lantaran melihat pantatku, ini bukan manga, kamu tahu? Butuh banyak perjuangan untuk menghentikan pendarahannya....kau, benar-benar parah"
Dia menyumbat hidungku lagi, dukungan ini serasa tiba dari seorang istri. Tisu bekas sebelumnya telah terlepas ketika saya didorong untuk kedua kali, hingga menciptakan cairan merah mengalir kembali.
"Tentang mimisan ini, apa boleh buat lantaran kamu yaitu lelaki. Tapi, Ikuno yang menjadi mesum....entah kenapa, saya merasa tidak senang...."
Menyelesaikan perawatanku, Aizawa berbalik, tampak sedikit kesal. Wajahnya seolah mengisyaratkan kesepian.
Satu-satunya lelaki yang ia sanggup ajak bicara secara alami yaitu diriku. Meski tidak tahu apakah itu lantaran penampilan yang terkesan tak berbahaya, mungkin saya sudah dipercayai. Oleh karenanya, melihat pandangan murniku yang ibarat racun mungkin menciptakan Aizawa merasa tak senang.
Hal-hal yang membuatnya percaya padaku, ada banyak yang perlu dipertanyakan.
"Maaf Aizawa. Anu, mimisan ini tidak sepenuhnya lantaran saya laki-laki, ada alasan yang berbeda....pokoknya, yang barusan memang tidak sengaja. Aku mungkin harus berterima kasih lantaran kamu sangat mempercayaiku"
Meskipun pelacur yang tidak diketahui (sementara), insiden ini malah menciptakan keyakinanku melenceng ke arah 'Aizawa yaitu seorang gadis murni'. Yah, saya menyesal menciptakan wanita tampaknya merasa tidak nyaman dan dengan sopan meminta maaf.
"Un. Kau seorang lelaki sehingga lebih atau kurang, apa boleh buat....ini cuma kecelakaan, jangan terlalu dipikirkan"
Dia mengampuniku meskipun telah diperlakukan hingga ibarat ini? Aku memang tak pernah berjumpa dengan seorang gadis anggun yang sangat baik, jujur dan lembut selain Aizawa. Mungkin saya perlu menyingkirkan kecurigaanku. Tapi, di sisi lain, hanya menjadi seorang gadis yang baik tak sanggup sepenuhnya menghapus keraguan di kedalaman hatiku.
"Hahaha. Kalau begitu, Ikuno. Sepertinya seragam itu tidak ada di sini, haruskah kita pergi sekarang?"
Tertawa canggung untuk mengganti topik, Aizawa pun memperbaiki rambutnya yang sudah rapi.
"Kau benar. Shinonome sedang menunggu di luar. Urusan kita di ruang klub sudah selesai"
Dengan senyum keakraban, kami kemudian meninggalkan kawasan itu.
"Tsk"
Gendang telingaku tampaknya telah menangkap bunyi decak pengecap dari belakang. Akupun eksklusif berbalik ke arah sana.
"....Hmm? Takatora-san, kenapa ekspresimu jadi menakutkan?"
"Heh? O-Ouh! Ini, tidak apa-apa! Na-Nahahahahaha"
"Seragammu niscaya ketemu, jadi kamu jangan terlalu tertekan, Takatora-san! Aku juga akan melaksanakan yang terbaik!"
"U-Un. Terimakasih"
Setelah melaksanakan pemeriksaan dari kelas, ruang audiovisual, dan klubnya, barang itu masih belum ditemukan. Kemana lagi kami harus mencari? Sementara tiga gadis meninggalkan ruang klub, saya memeras isi otakku. Di depan sana, Shinonome berjongkok sambil menatap lembut hamparan taman bunga.
"Kalau begitu, kita pergi"
"Pergi....Oi Shinonome, kamu tampaknya sangat percaya diri, tapi kita harus pergi kemana?"
"Lokasi seragam tersebut. Sudah waktunya untuk mengakhiri Farce* ini. Aku mengetahui pelaku yang orisinil ketika mencari di ruang klub"
[Sandiwara atau pertunjukan yang umumnya bergenre humor dgn plot dongeng yg bisa dinilai sebagai 'mustahil terjadi'. Lengkapnya, cek Wiki]
Mengejutkan, saya hendak menyanggah kata-katanya untuk memverifikasi fakta tersebut, tapi Aizawa bereaksi lebih cepat.
"Bagaimana kamu menemukan pelakunya, Ibuki? Setahuku tidak ada petunjuk apapun di ruang klub"
"Benar. Bagaimana kalau kujelaskan sambil kita menuju kawasan tujuan?"
☆☆☆
Kami kemudian mulai berjalan di potongan yang menghubungkan gimnasium dan gedung sekolah.
Memimpin di depan barisan, langkah yang begitu anggun itu diiringi oleh kibaran rambut hitamnya. Shinonome pun mulai berbicara.
"Di kasus ini, tujuan awal pelakunya bukanlah untuk menyembunyikan seragam"
"Eh....Apa yang kamu maksud dengan itu. Lalu kenapa si pelaku mengambil pakaiannya?"
Suatu hal yang tak terduga sudah dikatakan, saya pun mempercepat langkahku dengan dua lainnya dan bertanya.
"Menyembunyikan seragam hanyalah sarana untuk mencapai tujuan si pelaku. Coba pikirkan hal ini, situasi macam apa yang akan timbul jikalau ada kasus 'Penyembunyian seragam'? Itulah tujuan aslinya"
Sementara saya kebingungan, 'pon' Aizawa yang berjalan di sisi lain dari Takatora-san menepukkan tangannya.
"Ouh. Aku mengerti!"
"Benarkah? Hei Aizawa, boleh saya mendengarnya?"
"Un! Jadi, situasi dimana 'Takatora-san mengunjungi kantor konsultasi' akan tercipta jikalau seragamnya disembunyikan, kan? Oleh lantaran itu, tujuan si pelaku yaitu untuk menciptakan Takatora-san mengunjungi ruang klub sastra. Ah, hanya saja saya tidak tahu alasannya. Ahahaha"
Gadis ini kemudian memutar-mutar saidoteru-nya sambil tersenyum masam.
"Persis ibarat yang diucapkan Aizawa-san. Sesuai dugaan dari siswa rangking dua terpintar di seluruh tingkatan kita"
Ya, maaf saja jikalau saya di peringkat ke-100....
"Tapi Shinonome, dari pernyataanmu barusan, apa yang akan pelakunya dapatkan dengan menciptakan Takatora-san mengunjungi klub sastra?"
Shinonome melihat kearahku kemudian mengangkat jari telunjuknya sambil tersenyum mempesona.
"Tujuannya yaitu untuk menciptakan Takatora-san mengunjungi klub sastra. Sebelum berbicara wacana alasan, bagaimana kalau kujelaskan lebih dulu caraku mengetahui si pelaku di ruang klub?"
Kami mengikuti Shinonome memasuki gedung sekolah dari jembatan penghubung. Melewati UKS dan ruang staf, menulusuri koridor yang kemudian mengarah ke jalur masuk gedung*, potongan terdalamnya bersinar putih.
[Agak galau dengan kalimat disini. Intinya, mereka sedang berjalan menuju pintu masuk gedung sekolah]
"Ikuno-kun tidak mengusut loker, jadi kamu tidak tahu. Kelihatannya semua anggota klub cheerleader menggunakan tas tangan putih yang dibordir dengan nama sekolah dan klub dalam goresan pena karakter latin*. Mungkin mereka menggunakannya untuk menempatkan pakaian klub"
[Romaji]
"Aku melihatnya juga....Tapi, bagaimana Ibuki bisa tahu pelakunya hanya dengan itu?"
"Ya.Tas tangan sudah umum digunakan oleh semua orang yang mengikuti klub. Wajar juga kalau dimanfaatkan sebagai kawasan menaruh seragam khusus, kan? Meletakkannya di tas sekolah niscaya akan berkerut"
"Eh, Ibuki, itu berarti...."
Aizawa dan saya tersadar akan suatu hal pada dikala yang sama. Kami berdua kemudian menatap canggung pada seorang gadis yang berjalan di samping.
"Tidak membawa tas tangan meski merupakan anggota. Seragamnya tidak di dalam kelas maupun ruangan klub....Intinya, tak ada kawasan lain bagi seseorang untuk menaruh barang bersifat pribadi dengan tenang kecuali didalam tas tangan, kan?"
Shinonome menuju ke dekat pintu masuk sekolah, kemudian mengambil sesuatu dari dalam loker sepatu seseorang.
"Ngomong-ngomong. Topik ini sudah hingga ke tujuan si pelaku ya?"
Shinonome memperlihatkan isi dari hal yang ia ambil keluar dan tersenyum lembut. Aku dan Aizawa hanya bisa membuka mata lebar-lebar pada barang yang muncul dibalik loker sepatu.
"Aku telah berpikir dari awal kalau kasus ini aneh. Daripada cemas mencari seragamnya, si pelaku malah mengobrol secara berlebihan pada Ikuno-kun dengan nada seolah-olah sudah mengenal semenjak lama. Dengan kata lain, tujuan utamanya yaitu berbicara dengan Ikuno-kun"
Perkataan itu terhenti sebentar.
Menyisir rambutnya ke samping, kelopak mata Shinonome yang terpejam kemudian mulai terangkat perlahan.
"Benar begitu, kan? Teman masa kecil yang menyukai Ikuno-kun, Takatora Tenko-san?"
Muncul di dalam loker yaitu tas tangan berisi hal yang kami cari. Tapi daripada itu, saya galau disaat mendengar sebuah nama yang tak asing.
"Teman masa kecil? Dan, Tenko...."
Tatapanku kemudian beralih ke seorang gadis, dimana kepalanya menunduk dengan badan yang tampak menggigil.
Selama TK, saya hanya bisa mengingat nama pertama dari teman-temanku. Namun, entah bagaimana kepalaku mulai berhasil mengingat nama keluarga dari seseorang yang pernah bertetangga dengan keluarga kami.
"Takatora....Jangan-jangan, Takatora-san yaitu Ten-nee?!"
"...."
Tak ada jawaban, hanya bunyi tangan yang terkepal. Dalam kasus ini, itu sudah cukup sebagai jawaban.
Aku mengingat seorang anak yang muncul dalam mimpi pagi ini. Dia mempunyai postur tertinggi diantara bawah umur TK. Tapi gadis di sebelah kini mungkin yaitu yang terkecil di antara gadis-gadis tahun kedua SMA....Kalau dipikir-pikir lagi, rambutnya yang pendek berwarna madu, gigi taring yang mengesankan, dan nada suaranya sama dengan Ten-nee di kenanganku.
Kebenaran ini membuatku tercengang.
Entah kenapa Aizawa mengintip atmosfer semua orang dengan ekspresi bermasalah. Sedangkan Shinonome yang tampaknya telah memperoleh bukti dari melihat reaksiku, melanjutkan dengan tenang.
"Seseorang yang mendorong punggung Ikuno-kun di ruang audiovisual yaitu kau, kan? Walaupun saya sudah melihatnya di pintu masuk ruang klub, kamu mendorong Ikuno-kun dengan sengaja, ya kan Takatora-san?"
"Ruang audiovisual, ti-tidak...."
Mencengkram roknya erat, gadis mungil ini berusaha menciptakan alasan.
"Begitu kah? Sementara asumsi itu benar, tapi fakta bahwa kamu ingin mendorong perselisihan diantara aku, Aizawa-san dan Ikuno-kun takkan berubah"
"A-Aku memang tidak menyangkalnya. Karena Kousuke....dia akan menikahiku...."
....Pernikahan....
Selama masa kanak-kanak, itulah kesepakatan yang Ten-nee gunakan sebagai alasan mengikutiku. Jadi, gadis ini benar-benar Ten-nee?
Mendadak, Aizawa dengan keadaan yang tampak agak murka mendekatiku.
"Tunggu, Ikuno yaitu tunangan Takatora-san?! Jika begitu, kamu dilarang dekat-dekat dengan gadis lain! Jika saya ada di posisinya, saya juga takkan senang!*"
[Apa yg dikatakan Aizawa disini ambigu. Yg ia maksud adalah, konsultasinya wacana "untuk mengetahui perasaan ketika mempunyai seorang pacar". Dia murka lantaran seharusnya Ikuno menolak usul itu kalau ia benar2 sudah mempunyai kekerabatan dengan Takatora]
Aizawa yang percaya dengan gampangnya pada dongeng itu menempatkan kedua tangan di pinggang sambil menatapku tajam dengan alis melengkung.
Tidak, kepolosan juga harus ada batasnya. Mula-mula, abad apa kini yang menggunakan pertunangan segala??
"Aizawa-san, itu mungkin hanya lelucon. Kau tidak perlu menganggapnya serius"
"E-Eh?! A-Apa begitu....maaf, kupikir itu benar"
Mengacuhkan Aizawa yang memerah dengan tangan 'watawata'*, Shinonome bertanya untuk terakhir kalinya.
[Kedua tangan yg melambai-lambai kesekitar]
"Singkat kata, kamu ingin menikahi Ikuno-kun lantaran menyukainya semenjak masih bawah umur dan tidak ingin kami berdua berada di sisinya. Namun, kalau memang begitu masalahnya, kamu hanya harus membicarakan itu baik-baik, kan?"
Tepat seuasai ucapan Shinonome berakhir, Ten-nee yang awalnya diam mulai menggigit bibirnya dan eksklusif mengangkat kepala.
"Diam diam diam diam!! Kau takkan mengerti perasaanku ini!!!"
"Ah, tu-tunggu, Ten-nee!"
Takatora-san, tidak, Ten-nee menepis tanganku dan melarikan diri.
"....Ikuno-kun, saya dan Aizawa-san mungkin hanya bisa hingga disini. Kau, cepat kejar dia. Ini masalah antara kalian berdua kan?"
"A-Anu, Ikuno....meskipun saya tidak terlalu mengerti, lakukanlah yang terbaik!"
Tangan kecil Aizawa melambai dengan cemas.
Akupun mulai berlari diiringi kebingungan akhir pertemuan kembali yang mendadak dengan sobat masa kecil.
☆☆☆☆
Setelah berlari sebentar, saya melihat punggungnya. Dia yang dulu mempunyai kaki cepat dan selalu menerima kawasan pertama dalam lomba lari. Tapi meskipun demikian, itu yaitu dongeng masa lalu. Diriku kini bisa menyusul Ten-nee ketika gadis itu tiba di tengah tangga ke lantai dua.
"Ten-nee!! Haa, haa....tunggu!"
"Kousuke"
Aku berteriak pada gadis yang berada di potongan paling atas tangga. Dia menghentikan kakinya dan berbalik.
"Ke-Kenapa kamu lari....Sudah usang semenjak pertemuan terakhir kita. Maksudku, kalau kamu memang sudah tahu aku, kenapa tidak menyampaikan sesuatu?"
"Itu, karena....uuu"
Dia membalik punggungnya lagi, kali ini bahunya mulai gemetar.
"....Ten-nee....kau menangis?"
"Tidak, ini berbeda! Aku tidak menangis, diriku tidak selemah itu! Karena orang yang akan melindungi Kousuke yaitu aku!!"
Sambil menyampaikan itu, ia berusaha menyeka air matanya.
'Aku akan melindungimu' ya?....Diingat-ingat lagi, seorang gadis memang sering menyampaikan hal semacam itu di masa lalu. Aku yaitu anak yang ceroboh, pernah jatuh dari tangga seluncuran dan hampir mengalami ditabrak mobil. Namun, berkat dirinya yang selalu di sisi, itu semua tidak menjadi kecelakaan serius.
"Ten-nee....terima kasih banyak untuk segala sesuatunya. Karena adanya dirimu, saya tidak mempunyai cedera hebat. Tapi sekarang, semuanya akan baik-baik saja, kamu bisa merasa lega. Yah, saya telah tumbuh. Menjadi pribadi yang tidak bandel ibarat di masa lalu, apalagi melaksanakan sesuatu yang berbahaya"
"....Masih. Kousuke masih melaksanakan hal-hal berbahaya! Karena itulah, hari ini saya mencoba menemuimu. Meski kukira harus menunggu hingga saya benar-benar tumbuh lebih tinggi...."
Sampai tumbuh lebih tinggi? Seperti yang diharapkan, ia khawatir wacana ukuran tubuh, kan? Yah, benar juga, bahkan jikalau ia berkata dirinya yaitu Ten-nee, saya masih sulit mempercayai itu....
Dengan tetap memunggungiku, Ten-nee melanjutkan.
"Kousuke, berhentilah dari kegiatan klub itu. Shinonome Ibuki yang berbicara dengan baik padamu di kelas, yaitu gadis yang benar-benar licik, jahat, dan mengerikan"
Hahaha, menurutku kamu jugalah seorang pelacur. Pelacur pertama yang saya temui dalam hidup. Yah, dirinya mungkin benar justru lantaran mereka ada di jenis yang sama. Ten-nee itu menakjubkan. Semua orang yang ada didekatnya bisa dengan simpel ditipu, ini menjadi hal yang hebat.
"Juga, gadis itu bahkan lebih berbahaya"
"Eh, 'gadis itu'?"
"Hm, Aizawa Manaha"
Aku menelan ludah mendengar Ten-nee yang rambutnya telah memanjang hingga ke pinggul, membuatnya lebih ibarat seorang gadis sekarang.
"Aizawa? Ten-nee pikir ia berbahaya?"
Gadis didepanku ini sudah menebak wajah orisinil Shinonome. Itu saja membuatku khawatir wacana jawabannya. Meski diriku tetapkan Aizawa sebagai pelacur yang tidak diketahui (sementara), jujur saja saya masih bingung. Maksudku, jikalau perlu di katakan, baru-baru ini saya berpikir bahwa ia memang gadis baik.
"Gadis itu semakin dekat dengan Kousuke, jadi saya juga mengamati dia"
Kata-katanya menggema di gedung sekolah yang sunyi.
Sementara detak jantungku terdengar semakin keras, telingaku mencoba dengan cermat menangkap bunyi Ten-nee.
"Aizawa Manaha yaitu gadis berbahaya, entah itu bagiku maupun bagi Kousuke. Aku mengucapkan ini untuk kebaikanmu sendiri. Secepatnya, berhentilah terlibat dengan dia. Jika tidak, 3 tahun masa SMAmu akan berantakan....bahkan mungkin hidupmu akan hancur lantaran harus menderita pengalaman yang mengerikan. 'Intuisi gadis'ku mencicipi hal semacam itu. Ini tak sanggup diragukan lagi"
Seluruh hidupku... benarkah?
Memoriku memutar ulang tawa manis bagaikan malaikat ala Aizawa. Kemudian, tubuhku terkaku.
Jika benar ia yaitu pelacur yang menggunakan topeng gadis polos, mungkin dirinya bahkan lebih jelek dari Shinonome. Karena masa-masa TK, SD, dan juga SMPku telah dipermainkan oleh para pelacur, saya sanggup dengan simpel membayangkan hal yang sama terjadi pada 3 tahun kehidupan SMA.
Namun, untuk seluruh hidup....asumsi kerusakannya sangat jauh melampaui imajinasiku....
"Kalau itu benar, darimana kamu bisa tahu?"
Mendapat pertanyaan dariku, ia yang sosoknya memerah lantaran cahaya senja, menjawab.
"Aku juga tidak begitu tahu. Aku hanya merasa kalau ia yaitu gadis berbahaya. Itulah sebabnya Kousuke, tolong berhentilah mengikuti kegiatan klub. Aku bisa cemas dan tak bisa berkonsentrasi pada klub cheerleader jikalau kamu tidak melakukannya...."
Yah, saya memang paham bahwa Aizawa yaitu eksistensi berbahaya. Walaupun setengah yakin lantaran belum ada gejala kalau dirinya berada di tingkatan itu, kewaspadaan masihlah diperlukan.
Tapi, daripada itu....
"Ten-nee....tentang menghentikan kegiatan klub segera, saya tidak bisa melakukannya. Itu merupakan tempatku yang penting. Jadi, bahkan jikalau berbahaya, saya tidak mau meninggalkannya"
Ketika ucapan seriusku terlontar pada gadis di depan, bunyi Ten-nee bergetar dalam kemarahan.
"Ke-Kenapa?! Ini sungguh berbahaya!!"
"Kau memang benar. Tapi saya tidak lagi ibarat di masa lalu. Aku yang kini tahu bagaimana melindungi diri"
Aku telah menyaksikan banyak sekali jenis pelacur. Menghadapinya bukanlah mustahil, bahkan tanpa harus mendapatkan dukungan Ten-nee.
....Hanya saja, gadis ini tampaknya tidak mengerti, ia mulai merengek ibarat anak kecil.
"Tidak, tidak, tidak!! Kousuke takkan bisa tanpa diriku! Bukankah kamu sudah berjanji menjadi milikku?! Itu sebabnya, saya akan melindungi....d-dan menikah denganmu!!
Ketika ia mengungkapkan kesepakatan yang kami buat semasa kecil, ujung bibirku melengkung ke atas.
Ten-nee masih sama ibarat dulu. Apa yang ia katakan tidaklah serius. Gadis ini mempunyai keinginan berpengaruh untuk memonopoli suatu hal semenjak kecil. Menyaksikan diriku bersama Shinonome dan Aizawa, mungkin terasa ibarat mainannya telah diambil dan membuatnya menjadi tidak sabaran.
"Lagipula, Ten-nee. Jika kamu sudah tahu kita satu sekolah, kenapa tidak menyapaku?"
"I-Itu....Kousuke, kamu tidak mengingatnya?"
Tampak seolah rambut nekomimi-nya menjuntai perlahan. Sementara diriku bermasalah dihadapan pertanyaan yang kurang jelas, ia melanjutkan dengan nada kesepian.
"Dulu, kamu sekeluarga pernah pergi ke festival sekolah Sekolah Menengan Atas terdekat, kan? Pada dikala itu, kamu menonton pertunjukan klub cheerleader dan berkata. 'Ten-nee nantinya niscaya akan menjadi tinggi, langsing dan anggun ibarat semua onee-san itu. Ketika waktunya tiba, saya niscaya akan menikahimu'"
....Hah, saya pernah menyampaikan hal semacam itu?
Jujur saja, saya tidak bisa sepenuhnya mengingat kenangan masa lalu. Hanya saja, pagi ini Sharte juga membahas wacana festival sekolah. Mungkin apa yang diceritakan Ten-nee....
"Ta-Tapi itu tidak ada hubungannya kan dengan kamu yang tidak menyapaku?"
"Ada! Pastinya ada! Karena, aku....aku....!"
Wajah itu terselimuti sisa-sisa mentari senja, segala kemilaunya menyebar bersamaan ketika ia menoleh ke belakang.
"Karena, aku....tidak bisa menjadi ibarat yang kamu harapkan"
Air mata itupun mengalir diwajah seseorang yang biasanya pemberani, berpengaruh dan tomboy. Tanpa peduli seberapa banyak diseka, seolah-seolah ingin terus mengganggu. Mungkin lantaran tidak menginginkan saya menyaksikan diri rapuhnya, Ten-nee yang pernah berkata akan melindungiku, kini berusaha keras menutupi semua kelemahan dengan menjaga biar matanya tetap tajam.
"Tinggi, panjang kaki, bahkan dada, semuanya lebih kecil dibanding wanita seumuran....aku hanya yang paling besar dikala di TK, selebih itu, tidak sama sekali. Pada akhirnya, saya tidak bisa menikah dengan Kousuke...."
Namun, tanpa bisa bertahan lagi, ekspresi kerasnya runtuh dan beralih menjadi sedih.
"Meski sudah minum susu setiap hari semenjak tahun-tahun awal SD, itu sia-sia....Tapi saya tidak menyerah. Sambil berusaha di kegiatan klub, saya juga terus mencoba yang terbaik untuk tumbuh. Karena mendengar dari mama kalau Kousuke memasuki sekolah ini, aku, aku....hiks...."
Ten-nee yang mencapai batasnya hanya bisa menangis tanpa bisa menyampaikan apapun.
Dia telah mempercayai sebuah kesepakatan denganku dan melaksanakan yang terbaik hingga sejauh ini....
....Dan, diriku, yang tidak mengingatnya, yaitu orang terburuk.
Jika ini yaitu situasi di galge, menghibur heroin untuk menaikkan kesan yang baik yaitu hal standar. Tapi inilah kenyataan. Takkan ada opsi kalimat yang muncul biar situasi menjadi mudah.
Akupun terdiam, bersama waktu yang terus berputar. Kesunyianku tertutupi oleh isak sedih seseorang....Ketika bunyi tangisan itu lenyap, diapun menatapku dengan mata yang terisi banyak sekali emosi.
"....Kousuke masih sama ibarat sebelumnya, benar-benar payah....Bahkan pada dikala ibarat sekarang, kamu tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada seorang gadis"
Setelah menyeka butiran air di sudut matanya sambil menggerutu, ekspresinya berubah serius. Kalimat yang ia lontarkan kemudian keluar dengan lebih kuat.
"Seperti yang diharapkan, Kousuke masih tidak cukup dikatakan sebagai seorang pria. Kau payah tanpa perlindunganku! Kau belum boleh membantu seorang gadis dengan sembarangan, saya yang akan menjaga tindakanmu! Se-Selain itu, kamu dan keduanya berada ruang klub yang sama, dan itu membuatku merasa tidak nyaman---eh....?"
Dia melangkah maju dimana kakinya masih di tangga. Sebagai hasil dari dirinya yang begitu bersemangat untuk membujukku, pijakanya pun terlepas. Tubuh mungil seorang gadis jatuh sempurna di depan mata hingga membuatku panik.
"Uguh?!....Kuuuuuh!!"
Aku hanya nyaris menangkap Ten-nee di posisi gendongan putri. Meskipun ia kecil dan ringan, bobot akhir jatuh dari atas tangga menciptakan kedua kakiku kaku dan mati rasa.
"Eh, Kousuke....?"
Gadis yang tertahan di kedua lenganku mengangkat wajah terkejut. Entah bagaimana, sambil menahan suatu beban, saya berhasil berbicara.
"....Lihat....aku bukan anak kecil lagi. Aku....sudah bisa melindungimu, ya kan?"
"....Uhhhh...."
Setelah membuka matanya yang besar, wajah merahnya yang seolah terbakar, berpaling. Aku dengan lembut membiarkannya turun.
Diriku mungkin bisa menjadi keren jikalau menyampaikan kalimat ibarat 'Apa kamu baik-baik saja?'. Sayangnya, saya tidak mempunyai keterampilan Ikemen semacam itu. Bahkan sekarang, hal terbaik yang bisa di lakukan yaitu menyembunyikan fakta bahwa kakiku telah mati rasa.
"U-Untuk yang barusan, saya hanya bisa menyampaikan ini....te-terimakasih, Kousuke"
"Ha-Hahaha....tidak apa-apa. Itu bukan masalah besar"
Dimasa lalu, posisi orang yang digendong terbalik dengan sekarang. Jika ingatan ini benar, itu terjadi ketika saya secara ceroboh terpleset dari tangga seluncuran....Menyebalkan, sungguh menyebalkan.
Yah, memikirkan hal itu benar-benar tidak bagus.
"Ten-nee, saya yang kini bisa mengurusi banyak sekali macam masalah sendirian. Bahkan ketika ada dua gadis itu, saya sudah bisa tetapkan sesuatu dengan baik dan benar. Itu sebabnya, percayalah....Atau kah, diriku ini masih belum bisa dipercaya?"
Orang yang mendapatkan pertanyaanku, mengalihkan pandangan ke arah jendela seolah-olah berusaha menghindar. Ekspresi wajahnya terlihat merupakan adonan antara kebahagiaan dan kesedihan.
"Se-Sebelum saya menyadarinya, kamu telah menjadi seorang pria, ya...."
"Aku masih jauh dari itu. Lagipula, saya tidak bisa menghiburmu tadi"
"Uun, saya tidak keberatan....Da-Daripada itu, rasa terimakasih. Aku harus memperlihatkan Kousuke rasa terima kasihku"
"Hm, rasa terima kasih?"
....Tatapan gelisahku masih memperhatikan Ten-nee yang mulai meletakkan kedua tangan di ujung roknya.
"Kau menyukai hal ini semenjak kecil. O-Oleh lantaran itu....Uuu"
Sambil menggigit bibir untuk menahan malu, ia perlahan-lahan mengangkat roknya dengan tangan gemetar. Sama ibarat ketika tirai panggung terangkat, adegan dari belakang layarpun secara sedikit demi sedikit terkuak. Pahanya yang ramping dan hal berbentuk V juga muncul.
"Tu-Tunggu Ten-nee! Apa yang kamu lakukan!!"
"Ja-Jangan khawatirkan itu. Lihatlah dengan benar....nnn"
Memerah dan frustasi mencoba untuk berpaling, ia menghindari kontak mata denganku yang ada di depannya. Itu bukan celana dalam berpola strawberry imut yang kadang kala saya lihat di TK, itu yaitu apa yang akan orang cukup umur pakai. Mengingatkanku pada bikini bersisi tipis.
"Uuuu, bagaimana Kousuke....apa yang ingin saya katakan, kamu mengerti?"
"Eh, apa yang ingin kamu katakan....?"
Aku termangu melihat pakaian dalam gadis itu, bunyi keras jantungku takkan disadari oleh sekitar.
"Seperti yang diharapkan, Kousuke masih payah. Ta-Tapi...."
Akhirnya, Ten-nee menurunkan roknya. Tangannya saling menggenggam di belakang dengan tatapan yang menyapu lantai.
"Lelaki ibarat Kousuke, saya tidak membencinya"
"....Ten-nee"
Bahkan di masa lalu, ia selalu mendapatkan segala sesuatu wacana diriku. Sampai sekarangpun itu tidak berubah, dan menciptakan hatiku memanas.
"....Meskipun kamu mungkin sedih lantaran tidak tumbuh besar, tapi dalam dirimu masihlah Ten-nee yang saya sukai. Tak ada hal dari dirimu yang saya tidak suka"
"Kousuke?"
Dia kemudian menatapku dengan ekspresi bingung. Selama TK, teman-temanku menjauh lantaran perbuatan Ten-nee. Tapi dirinya selalu berada disisiku dan Sharte, dua anak yang sering ditinggalkan orangtuanya pergi ke luar negeri. Tidak ibarat pelacur lain, tak ada alasan untuk membencinya, apa yang ku rasakan hanyalah kenyamana lantaran kepedulian gadis ini. Bahkan sekarangpun tidak berubah. Oleh lantaran itu, saya tidak ingin melihat air mata menutupi wajah sobat masa kecil berhargaku lagi.
"Hal ibarat pernikahan, saya masih tidak tahu. Tapi, saya sudah menyampaikan ini tadi
....yah. Menurutku, gadis berpostur kecil itu imut. Ja-Jadi, kamu tidak perlu mempermasalahkannya"
Dalam karya-karya ibarat LN, ketika heroin mengungkapkan perasaannya, kebanyakan protagonis akan menderita gangguan pendengaran, atau menjadi terbelakang tanpa sadar dan menepis perasaan si lawan bicara. Namun, saya yaitu seorang insan tiga dimensi yang takkan seceroboh itu....Ah, kurasa tidak juga. Mengenai perasaan gadis di depanku sekarang, jawabanku masihlah kurang bagus. Ya, mungkin saya kurang lebih sama.
Setelah mendapatkan kalimat itu, matanya mulai berkaca-kaca seolah telah mendengar hal yang mengharukan.
"....Baiklah. Aku akan percaya pada Kousuke. Tapi, kamu juga harus melaksanakan yang terbaik"
Masih sama. Dirinya selalu mendapatkan segala sesuatunya wacana diriku*.
[Kalimat ini memang muncul lagi]
Aku kemudian mengambil tangannya, yang sudah sering kugenggam di masa lalu.
"Terimakasih Ten-nee....Jadi, bagaimana kalau kita kembali sekarang? Kurasa, keduanya mulai khawatir"
Dengan anggukannya, langkah kamipun bergerak lagi. Walau posisi yang kini berbanding terbalik dengan masa lalu, tampaknya ia tetap nyaman dengan kekerabatan ini.
Genggaman yang meraih tanganku menjadi lebih erat.
☆☆☆☆
"Nahahahaha! Itu sebabnya, saya akan meninggalkan Kousuke untuk kalian!"
Setelah kembali ke klub sastra, Ten-nee yang duduk di sofa berperilaku besar kepala di depan kedua gadis.
Dia sebelumnya dengan garang meminta maaf dikarenakan telah memanfaatkan kantor konsultasi hanya biar bisa berbicara denganku. Yah, ia terlihat sangat senang dikarenakan telah memperbaharui persahabatan lama. Sangat terang kalau dirinya terlalu gembira.
"Fufu, kukira kamu benar-benar memperburuk masalahmu sendiri. Yah, biarkan saja ibarat ini, kita sudah 'berpura-pura' membantu seorang gadis canggung dan sangat pemalu"
Duduk berlawanan dengan kami, Shinonome menikmati teh yang dibentuk Aizawa. Dari luar, wajahnya tersenyum, tapi kamu bisa mencicipi kedengkian dalam kata-katanya. Ya apa boleh buat, Ten-nee telah membesar-besarkan kasus ini hingga masuk akal saja jikalau mereka marah....kecuali Aizawa yang duduk di sebelah, mungkin.
"Syukurlah ! Ketika Takatora-san terpojok dan menghilang, saya benar-benar khawatir! Tapi itu benar-benar bagus lantaran kamu tampaknya sanggup berdamai dengan Ikuno♪"
Gadis itu tersenyum gembira seolah-olah masalahnya sendiri. Apa ia tipe wanita yang akan merasa senang melihat orang lain bahagia? Bagaikan malaikat tanpa noda, dirinya terlihat mempesona....Hanya jikalau kamu tidak melupakan sesuatu wacana 'akting'. Ten-nee juga berkata bahwa ia berbahaya....
"Guuhh....Aizawa Manaha. Sesuai dugaan, kamu mempunyai wangi seorang gadis yang sangat berbahaya! Bahkan lebih berbahaya dari Shinonome Ibuki. Uuuu "
Dan gadis kecil ini hingga memperlihatkan taring sekaligus erangan seolah anak anjing. Ditambah lagi, lantaran model rambut Nekomimi, membuatnya makin ibarat dengan binatang.
"Ba-Bau?! Tidak mungkin! Apa saya mempunyai wangi yang aneh?!"
Bingung dengan kata 'bau', Aizawa eksklusif mengendus lengan ramping dan kerah di belahan dada putihnya nya.
"Bukan! Bukan itu yang saya maksud! Aizawa Manaha, saya mendengar bahwa kamu yaitu pelacur yang mempunyai segudang pengalaman dengan banyak sekali pria!!"
"Eh? A-Ah? Segudang pengalaman? Te-Tentu saja saya telah bekerjasama dengan banyak pria! Ini, ini bahkan tidak bisa dihitung dengan kedua tangan!"
....Haahh, kenapa malah berbohong? Aku tahu kalau kamu tidak mau ketahuan, tapi tidak perlu hingga terus-terusan mengulanginya, kan?
"Ternyata benar! Uuu, wanita yang keterlaluan....A-Apalagi, dari luar kamu mempunyai karakter yang baik dan senyum yang manis....itu semua niscaya hanya jebakan untuk memikat para lelaki. Dengar, akan berbeda jikalau kamu menipu orang lain. Namun, kalau kamu hingga mencoba menipu Kousuke, saya tidak akan memaafkanmu!!"
Seolah tak mau memperlihatkan miliknya, Ten-nee memelukku yang duduk di samping. Aroma harum sampo yang melayang, dan dua gundukan mungil yang menekan, membuatku merasa malu.
Sama ibarat abang sesungguhnya, gadis ini sangat peduli dan terlalu khawatir. Kalau ini dulu, saya sudah terbiasa. Tapi, lantaran kini tubuhnya begitu kecil, ia lebih ibarat adik yang manja.
"Me-Menipu?! Aku tidak akan melaksanakan hal semacam itu!"
"Hmm, begitu kah? Yah, menyampaikan sebanyak ini sudah cukup. Lagipula, saya sudah mendengar sesuatu yang bagus*, jadi saya tidak perlu cemas lagi"
[Perkataan Ikuno pas ditangga, mungkin. Tentang ia yang sudah bisa menjaga diri sendiri]
Ten-nee mengirim lirikan ke arahku dan tertawa lebar hingga memperlihatkan taring nya. Dia kemudian minum teh dalam satu tegukan dan meninggalkan kawasan duduk sambil membawa tas klubnya.
"Ah, Ten-nee, kamu sudah mau pergi?"
"Un, meski terlihat ibarat ini, saya yaitu andalan klub cheerleader!"
Dia terlihat masih punya banyak sekali hal untuk dibicarakan, namun kegiatan klub juga tidak bisa ditinggalkan. Kamipun berdiri dan mengantar Ten-nee pergi.
Berhenti di pintu masuk, gadis itu berjalan kembali ke sisiku.
"A-Aku gres saja ingat....Kousuke, cepat turunkan kepalamu"
"Eh, ada apa?"
"Ja-Jangan khawatir. Uuu, cepatlah"
Wajahnya memerah diiringi ekspresi khawatir dihadapan tatapan Shinonome dan Aizawa. Akupun menuruti apa yang ia minta. Setelah mengkonfirmasi bahwa kepalaku telah turun di ketinggian yang sama, Ten-nee sekilas melirik ke arah Aizawa.
"Aizawa Manaha. Ketika saya tiba di ruang klub, kamu dikala itu bertanya bagaimana rasanya berciuman, kan?"
"Ah? Ya, memang. La-Lalu, ada apa dengan hal itu?"
Mengingat adegan di waktu tersebut, Aizawa pun mulai merona ibarat Ten-nee.
"Ka-Kalau begitu, lihatlah ini baik-baik. Sesuatu yang disebut ciuman....adalah ibarat ini"
Tubuh kecil gadis didepanku bersandar lebih dekat dan perlahan meregangkan dirinya, kemudian....
"....Chu"
Sesuatu yang lembut nan berkilau menyentuh pipiku. Kejadian mengejutkan ini membuatku mundur satu milimeter*.
[Kenapa sampe nyebutin hal detail kayak 'satu milimeter'?....intinya, Ikuno kaget sampe tubuhnya secara reflek bergetar/melonjak sekali dan sedikit ke arah belakang. Yah, satu milimeter cuma kata kiasan]
Menyaksikan pemandangan ini, Aizawa menutup lisan dengan tangan, sedangkan Shinonome tiba-tiba berkedut.
"Ci-Ciuman yaitu sesuatu ibarat ini....namun, kamu dilarang melakukannya dengan orang lain selain seseorang yang kamu cintai. Ini bukanlah hal yang perlu dilakukan hanya lantaran alasan lemah ibarat ingin tahu rasanya. Ka-Kau mengerti?"
Ten-nee kemudian berbalik dan bergerak lagi menuju pintu.
Disisi lain, Aizawa mengangguk pelan sesudah mendengar itu.
"Me-Memang benar. Aku juga ingin mempunyai ciuman pertama dengan seseorang yang ku cintai. Ikuno....maaf. saya salah dikarenakan telah meminta sebuah hal keterlaluan....Maaf untuk kalian berdua"
"Ba-Baguslah jikalau kamu mengerti. Karena kamu sudah tahu....uuu, a-aku harus pergi!"
....Tapi sialnya, Shinonome akan menembakkan panah terakhir pada lawan yang telah merebut mangsanya.
"Fu-Fufufufufu. Rantai insiden yang sangat mendadak, bahkan saya hingga terkejut. Ini menjadi hari yang sungguh mengerikan lantaran dirimu....Takatora-san, tolong jawab pertanyaan terakhirku. Ketika kamu mendapatkan pemikiranku wacana kasus ini, ada satu hal yang belum kamu akui. Jika itu mungkin, saya sangat tertarik untuk mendengarnya"
Apa ini wacana insiden di ruang audiovisual?.
Ten-nee dengan tenang mendengarkan secara menyeluruh apa yang dikatakan Shinonome. Satu-satunya hal yang ia bantah yaitu dikala dimana 'Seseorang mendorongku di ruang audiovisual'....Mungkinkah, itu hanya dalih?
Dia hanya menggeleng dengan wajah heran.
"Tidak, saya tidak melaksanakan apapun di ruang Audiovisual. Aku sudah bilang, kan?"
Dari nada suaranya, tak terasa kebohongan disana. Aku dan Shinonome hanya bisa bergumam 'Eh?', sambil melihat satu sama lain dengan badan kaku.
Berbicara wacana Aizawa, ia eksklusif memeluk erat Shinonome dengan mata berkaca-kaca sambil gemetaran.
Setelahnya, setiap pulang sekolah, saya tak pernah mencoba masuk ke ruangan itu lagi.
∆∆∆Chapter 6 berakhir disini∆∆∆
Catatan Penerjemah : sulit juga nerjemahin chapter ini.... banyak potongan yg ambigu.... -_-
Untuk kalian yg merasa bingung. Knapa Shinonome murka pas kluar dari ruang Audiovisual. Kalo menurutku itu karna Ikuno tidak sempat dirawat oleh Shinonome dengan saputangannya untuk dibersihkan dari mimisan, dan malah menggunakan tisu dari Aizawa yang mendadak datang.
Ke Halaman utama Bokubitch
Ke Chapter selanjutnya
Diterjemahkan oleh
Masih di hari yang sama sesudah Sharte dan saya membahas masa lalu, kini yaitu sepulang sekolah.
"Ikuno, apa yang harus kita lakukan?"
Duduk di sofa ruang klub, Aizawa menghadapku dengan ekspresi kesulitan.
"Satu ahad telah berlalu semenjak kita memasang poster perekrutan anggota, namun tak ada satupun orang yang datang? Jika terus begini, klub akan berada dalam bahaya...."
"U-Un. Pastinya. Tinggal 3 ahad lagi...."
Aku memikirkan isi posternya sedangkan Aizawa bertanggung jawab atas disain. Dia menggambar beberapa binatang lucu, bahkan hingga diwarnai. Itu terlihat sangat bagus ketika selesai. Sekarang, banyak cetakannya tersebar di banyak sekali potongan gedung sekolah.
Jujur saja, taktik poster ini kemungkinan akan mengumumkan bahwa aku, presiden klubnya yaitu seorang otaku. Kalau dipikir-pikir, ini seharusnya tidak bagus, tapi lantaran semua orang di kelas sudah tahu, tak ada yang perlu disembunyikan.
"Hanya saja, sungguh mengejutkan. Aku tidak menyangka Aizawa akan bekerja sama hingga ibarat ini"
"Eh, tunggu. Kata-kata barusan, apa maksudnya?"
Langsung saja, Aizawa mendorong wajah cantiknya ke atas meja di depanku.
"Yah, saya tidak mengartikannya sebagai hal yang buruk! Aizawa bergabung dengan klub ini meski bekerjsama tidak mau, kan? Karena itulah, mengejutkan ketika melihatmu melaksanakan yang terbaik"
"Hmm. Mungkinkah, kamu berbicara wacana penyebaran poster?"
"Un"
Seminggu yang lalu, saya menciptakan poster sendirian. Semuanya baik-baik saja hingga terhadang oleh kesulitan mencetaknya secara berlebih.
Aizawa berkata 'Sebenarnya ini sangat boros, tapi lantaran sudah tercetak dengan susah payah, ayo sebarkan'. Kemudian, 'Tapi Ikuno lemah dalam hal ibarat ini ya. Izinkan saya membantu'. Kurang dari 30 menit, ia menuntaskan semua tanpa ekspresi buruk. Gadis secantik ia harusnya melaksanakan sesuatu yang licik, namun kenyataan bahwa dirinya membantuku takkan berubah.
"Walaupun saya hanya melihat dari samping, Aizawa terkenal dan diterima oleh semua orang ya. Kau memang luar biasa"
"A-Apa yang kamu mendadak katakan....Ikuno dalam masalah, jadi saya ingin membantu. Ini tidak bekerjasama dengan kepopuleran"
Menerima kebanggaan itu, wajahnya merona malu sambil mencengkram ujung rok pendek di pahanya.
"Lagipula, saya telah meminta Ikuno untuk berkencan denganku. Setelah kamu memenuhi usul itu dengan baik, masuk akal saja jikalau saya juga berusaha untukmu"
"Begitu ya. Mungkin benar, tapi...."
Tapi, seorang gadis anggun yang melaksanakan sesuatu hingga sejauh ini ibarat dirinya tidaklah normal.
Sebagian besar dari mereka hanya akan berlagak terbelakang sesudah banyak mengumbar janji.
Jika diingat-ingat, itu pernah terjadi di tahun ketiga SMP. Light novelku yang sedikit ecchi ditemukan oleh seorang gadis anggun yang tidak kukenal baik dari kelas yang sama. Dia bilang akan tetap diam jikalau saya mengganti kiprah piket satu minggunya, dengan enggan saya menurutinya. Namun, satu ahad kemudian, rumor wacana diriku yang mempunyai manga erotis tersebar di kelas. Tentu saja saya eksklusif bertanya pada si pelacur buruk. Tapi kata-kata yang ia kembalikan malah, 'Hah? Ada rumor ibarat itu?'.
Berkatnya, saya dicap jelek oleh sobat sekelas, sama ibarat di SD, dan berakhir sendirian hingga lulus.
Dengan pengalaman semacam itu, gadis secantik Aizawa yang selalu berusaha dalam melaksanakan sesuatu tidaklah umum.
....Mungkin saja dirinya memang gadis yang baik?
Ha!! Tidak, jangan tertipu. Dia memang meningkatkan kesan hingga ke tingkat yang baik. Aku yakin ia akan mengakibatkan 'damage' yang besar di akhir.
Sambil berhati-hati, saya menatap si Pelacur tak diketahui (sementara) yang memalingkan wajahnya. Kemudian....
"Kesampingkan itu. Aizawa-san, boleh saya mendengar sesuatu darimu?"
Shinonome yang membaca sebuah buku dengan tenang di sebelah gadis ini, menyisir rambutnya dan berbicara.
"Ah, apa itu, Ibuki? Aku siap mendengar apapun yang kamu katakan!"
"Te-Terimakasih"
Sepertinya ia masih belum terbiasa dipanggil dengan nama depannya. Untuk pertama kali, gadis ini mengerti arti seorang sobat sejati dari Aizawa, sikapnya tampak canggung semenjak ahad lalu.
Setelah berdehem dan tersenyum lembut, Shinonome melanjutkan.
"Begini, saya memang mengerti bahwa kamu bergabung dengan klub dikarenakan telah berjanji. Tapi hanya untuk berkencan dengan seorang lelaki selama sehari, bukankah itu sangat tak menguntungkan bagi Aizawa sendiri?"
"Eh, kenapa begitu?"
Orang yang bersangkutan memiringkan kepala lantaran tak mengerti perhitungan yang ada di kepala Shinonome.
Namun, saya tahu maksudnya.
"Perkataan barusan, saya rasa bisa paham. Singkatnya, klub ini mungkin akan lenyap sesudah satu bulan. Hanya lantaran kencan 1 hari, kamu tetapkan bergabung. Berpikir wacana waktu yang tersita, Shinonome menganggap kalau kamu terlalu berlebihan"
"Oh, begitu ya!"
'Pon!', Aizawa menepuk tangannya.
"Hmm. Tapi, yang kupikirkan bukan itu....hahahaha"
"Katakan, apa yang kamu maksud dengan 'bukan itu'?"
Ketika saya bertanya, ia dengan malu memutar-mutar ujung rambutnya.
"Ikuno yaitu lelaki yang bisa saya ajak bicara langsung. Jika bersamamu sepanjang waktu, saya merasa androphobia-ku ini bisa diatasi"
"Ufufu, saya mengerti"
Shinonome yang tampaknya tahu cara untuk menyerang, mengangguk kagum. Pelacur ini....
"Lagipula, ada hal yang hanya bisa ku konsultasikan dengan seorang lelaki, kan?"
"Hanya untuk seorang lelaki? Apa itu, Aizawa?"
"Hmm, kamu tahu, ada sesuatu yang menggangguku sekarang"
Dia kemudian menggigit bibirnya, diikuti dengan pipi yang berangsur-angsur memerah.
"Beritahukan saja. Aku sangat berterima kasih kepadamu dikarenakan telah bergabung dengan klub, biarkan saya membayar hutang ini hingga akhir"
"Benar sekali. Aizawa seharusnya mendapatkan sesuatu sebagai imbalan. Lagipula, Ikuno-kun yaitu orang yang saya tunjuk untuk kantor konsultasi Osis, yaitu tugasnya untuk mendengarkan keluhan para siswa"
Jangan hanya memandangiku. Sekarang ini saya harus mendengarkan usul seseorang dengan baik, kan?.
"Ka-Kalau begitu. Ikuno, apa kamu mau mendapatkan permintaanku?"
"Tentu. Katakan saja apa yang kamu inginkan"
"U-Un. Lalu....---"
Setelah memusatkan tekad, ia menghadap sempurna ke arahku. Ketegangan bisa terlihat dari telingannya yang memerah.
"---I-Ikuno! Tolong....To-Tolong cium aku!!"
....Eh? Kalimat apa barusan?? Jika pendengaranku tidak salah, ciuman atau sesuatu yang mirip....eh???
Tubuhku membeku ketika memproses apa yang ia katakan. Di sisi lain, Shinonome tersenyum seolah telah mengetahui ini sebelumnya.
"Sesuai dugaan, ku pikir kamu mungkin mengatakannya"
"E-Ehhh?! Bagaimana Ibuki bisa tahu?!"
Mengabaikan diriku yang kebingungan, Aizawa yang kulit wajahnya semakin memerah menekan Shinonome biar menjawab.
"Pagi ini, kamu terus-terusan ditanyai teman-temanmu di kelas kan? Hal ibarat 'Perasaan apa yang kamu sanggup dikala berciuman dengan pacarmu?'. Aizawa-san tidak menjawabnya dengan benar dan malah terkesan menghindar. Darisana, seseorang mulai mewaspadai pengalaman melimpahmu dengan para lelaki. Karena situasinya persis sama ibarat terakhir kali, ini bisa diprediksi dengan mudah"
"Be-Begitu ya. Ibuki, sudah mendengarnya...."
Pandangan gadis ini kemudian beralih ke lantai. Rona kulitnya semakin merah.
'Seorang teman', itu mungkin si gyaru berambut cokelat.
"Karena belum berciuman dengan siapa pun hingga di usia ini, saya jadi malu kalau harus mengatakannya kepada semua orang...."
Lagipula, Aizawa punya androphobia. Berpegangan tangan saja sudah mustahil. Ketika kesudahannya paham akan situasi, saya dengan tenang mulai berpikir.
"Eh, tunggu sebentar! Jadi, kamu ingin kita berciuman?!"
"I-Itu....Apa boleh buat. Jika dibiarkan, kebohonganku akan ketahuan....Aku hanya bisa meminta hal ibarat ini pada Ikuno...."
"Tidak, maksudku, ini lebih serius daripada membiarkan kebohonganmu diketahui...."
Aizawa merupakan gadis yang pernah menyatakan akan berpegangan tangan hanya dengan orang yang penting baginya. Oleh lantaran itu, berpikir secara normal, hal-hal ibarat ciuman malah mustahil....
....Tidak, kalau dipikir lagi. Aku mengerti sekarang.
Ya, kesudahannya saya mengerti satu hal wacana Aizawa.
Sama ibarat terakhir kali, ia hanyalah gadis yang benci kalah populer.
Oleh lantaran itu, ia mencoba menghias diri dengan kebohongan.
Hmm? Jadi, seringnya gonta ganti barang bermerek terkait dengan ini?
Sambil berpikir, saya mengalihkan perhatian pada situasi sekarang.
"Yah, Aizawa....walaupun kamu memintanya, tapi...."
Shinonome, jikalau kamu menganggapku sebagai binatang peliharaanmu, maka tolong aku. Berpikir begitu, mataku meliriknya.
"Jadi Ikuno-kun, cepatlah dan penuhi usul Aizawa-san"
"Ada yang salah dengan kepalamu!!"
"Ufufu, apa yang kamu bicarakan, ini masih normal"
Uwaa. Tahu bahwa saya tidak sanggup melakukannya, ia sengaja menyampaikan itu. Dasar wanita S!.
"Ikuno, saya sudah siap...."
Aizawa duduk di sampingku dan semakin menyandarkan tubuhnya. Aroma manis dan feminin seorang gadis mulai melayang disekitar. Tindakan menyisir rambut sampingnya ke belakang indera pendengaran menciptakan dadaku berdentang 'dokidoki'. Diriku pun tersadar akan bibirnya.
"Kupikir Ikuno niscaya tidak akan menyukai hal ini. Tapi kamu telah berusaha menyelamatkan klub....aku juga, akan melaksanakan yang terbaik untuk klub sastra....jadi...."
Masih merona, sesudah ragu sejenak, ia menatapku.
"Ci-Ciumlah aku!"
"Tu-Tunggu, Aizawa....?!"
Tubuhnya membungkuk ke depan, dengan mata terpejam dan bibir yang mendekat.
Berusaha keras dalam situasi sulit lantaran dirinya yang benci kehilangan kepopuleran. Memikirkan unsur-unsur aneh itu akan saling terkait dan mengarah pada situasi sekarang. Melihat tubuhnya yang gemetar, saya tahu ia sedang memaksakan diri.
Meski mencoba menghentikannya, tubuhku malah dengan aneh tertarik ke arah Aizawa.
"Batalkan dulu. Kalian berdua, ada pengunjung"
Sambil tersenyum senang, Shinonome berkata begitu. Aku kemudian berbalik untuk melihat pintu masuk klub.
"Tsu"
Seorang gadis kecil, yang wajahnya semerah apel, sedang berdiri dengan kepala menunduk.
Rambut oranye panjang hampir hingga ke pinggul, diatasnya terbagi menjadi dua tanduk ibarat tandan, yang ibarat dengan indera pendengaran kucing.
Dia yang gemetar dihadapan situasi kini tampaknya pengunjung kantor konsultasi.
"Oi Shinonome, semenjak kapan kamu tahu anak itu datang?"
"Kurasa ketika saya merekomendasikan pada Ikuno-kun untuk berciuman"
Dia mengucapkannya dengan lembut sambil tersenyum.
"Mou! Ibuki no baka! Jika kamu sudah tahu, kenapa tidak mengatakannya lebih cepat?!"
"Maaf. Aku pikir semua orang telah menyadarinya"
Shinonome berdiri dengan tenang dan menenangkan Aizawa yang mulai terisak, kemudian menuju posisi pengunjung yang bersangkutan.
"Maaf lantaran tidak menyambutmu. Sekarang, silakan masuk"
Diiringi kata-katanya, gadis itu mengangguk ringan tanpa mengangkat wajah.
"Salam, saya Takatora, kelas satu D. Senang bertemu dengan kalian hari ini"
Setelah disajikan teh dari set minum yang selalu siap di ruang klub, gadis itu menyapa sambil masih menatap kami dengan canggung.
Aku melihat badan kecilnya yang duduk di sofa. Kaki yang terbungkus kaos kaki imut selutut itu tak mencapai lantai.
Inilah yang disebut loli girl (lolikko). Gaya rambutnya juga tampak ibarat indera pendengaran binatang, ditambah dengan mata yang besar dan tajam. Dadanya mengecewakan tapi wajah manis itu sangat menarik, mengingatkanku pada seekor anak anjing. Dirinya akan pantas disebut si anggun 2 dimensi yang menciptakan jantungmu berdenyut!.
Tapi yah, saya lebih ke tipe Onee-san, jadi ini tidak terlalu membuatku bersemangat.
"Hahaha, Takatora-san....Ma-Maaf ya! Aku hingga kaget barusan. Namun kami tidak mempunyai kekerabatan semacam itu!"
"A-Aku sama sekali tidak keberatan. Selain itu, anu...."
Terlihat agak putus asa, Takatora-san melirikku seolah ingin menyampaikan sesuatu.
"Eh, apa ada sesuatu di wajahku?"
" !!"
'Bunbun' Takatora-san menggelengkan kepalanya sambil masih menatapku. Mungkin ia ingin menyampaikan sesuatu.
"Ikuno-kun, apakah ia kenalanmu?"
"Tidak. Ini bahkan pertama kalinya saya berbicara dengan Takatora-san...."
"...."
Ketika saya mengucapkan itu, Takatora tiba-tiba menjadi lebih tertekan.
Mungkinkah saya pernah berbicara dengannya di suatu tempat?
Meski begitu, saya eksklusif beralih ke topik utama lantaran atmosfirnya terasa berat.
"Takatora-san, kan? Walaupun hanya presiden klub sastra, saya telah dipercayakan dengan pekerjaan di kantor konsultasi Osis selama seminggu. Karena itulah, apa kamu mempunyai sesuatu untuk dibahas?"
"Un. Ada"
Setelah berhenti sebentar.
"....Se-Seragam untuk kegiatan klubku, disembunyikan oleh seseorang. Jadi, untuk mencarinya, saya ingin dukungan kalian"
"Oh, untuk kegiatan klub ya! Ngomong-ngomong, klub apa? Bola basket atau lari?"
" !"
'Bunbun' ia menggelengkan kepala lagi. Kelihatannya terlalu gugup lantaran berhadapan dengan kami bertiga, wajahnya memerah.
"Cheerleader....aku di klub cheerleader"
Shinonome kemudian mulai berbicara dengan wajah yang mengisyaratkan 'aku mengetahui segalanya'.
"Meskipun Takatora-san yaitu siswa kelas satu, ia yaitu bintang klub cheerleader. Pendaftaran dirinya di sekolah ini menggunakan metode perekomendasian atas bidang olah raga. Kemampuan fisiknya cukup tinggi, saya juga dengar ia merupakan orang yang sangat berbakat hingga mendapatkan banyak proposal dari sekolah lain"
"Bagaimana kamu tahu informasi serinci itu, Shinonome?"
"Ufufu, akulah yang akan menjadi pengurus sekolah ini kelak. Siswa mana yang mendapatkan beasiswa dan tindakan apa yang sedang diambil, mulai sekarang, saya harus memahaminya"
Kecuali dikala bersamaku, ia bertindak selayaknya ojou-sama lembut hingga akhir.
Benar juga, dirinya akan menjadi pemimpin berikutnya lantaran orang tuanya telah meninggal.
Dia memang pelacur bermasalah, tapi masih mempunyai sisi bagus yaitu selalu melaksanakan yang terbaik dalam banyak sekali pekerjaan. Aku mengagumi itu.
"Maaf, Takatora-san, pembicaraannya menjadi menyimpang. Kau berkata kalau seseorang menyembunyikan seragam acara klubmu. Bisakah saya mendengar sedikit detailnya?"
"Un....yah, saya memasukkannya ke dalam tas di kelas, tapi sepulang sekolah, itu hilang"
"Dengan kata lain, kamu gres sadar seragammu hilang di waktu sepulang sekolah?"
Takatora-san mengangguk ringan dan melanjutkan.
"Di sekolah, kadang kala saya akan meletakkan semua buku tulis di laci, jadi saya tidak akan meninggalkan tas kecuali dikala pergi makan bekal pada istirahat siang. Sampai dikala itu pakaianku masih ada. Aku mulai berpikir seseorang telah mencurinya selama istirahat makan siang dan sebelum saya kembali ke kelas...."
"Hal ibarat mencuri barang orang lain...."
Meski Aizawa terlihat sering berada di kelompok gyaru mencolok, hatinya benar-benar murni. Seolah dirinya sendiri yang mengalami.
"Takatora-san, apa baru-baru ini ada orang yang menaruh dendam padamu? Atau sesuatu sudah berubah dalam kehidupan pribadimu?"
"Tidak juga. Aktivitas sekolah dan klub masih sama ibarat biasa, setidaknya itu yang kurasakan"
Gadis ini terlihat agak murung. Yah, kesedihannya bisa dimengerti lantaran dirinya telah kehilangan sesuatu....
"Begitu ya. Ngomong-ngomong, kemana kamu pergi dikala istirahat makan siang?"
"Ahh, saya pergi bermain basket dengan gadis-gadis kelasku di gimnasium...."
Shinonome berpikir hati-hati, dengan lembut dan terampil melaksanakan pemeriksaan selayaknya berurusan dengan kasus anak hilang.
"Dengan kata lain, pelakunya mulai bertindak semenjak ketika kamu pergi ke gimnasium hingga tiba waktu pulang sekolah"
"Oi Shinonome, itu berarti...."
"Ya, tepat"
Setelah memainkan rambutnya kemudian membiarkan itu tergerai kebawah bagaikan tirai, Shinonome perlahan membuka kelopak matanya.
"Semua orang yang berada di sekolah ini pada waktu itu yaitu tersangkanya"
"Uuu...."
Takatora-san mengernyit lantaran terbebani oleh jumlah yang absurd.
Jika ini yaitu drama misteri, akan ada orang yang melemparkan sanggahan. Tapi, inilah kenyataan.
"Tunggu. Teorimu memang bagus, tapi tak peduli bagaimana kamu memikirkannya, bukankah ini mustahil?"
Begitu saya menyampaikan hal barusan, Shinonome berpaling dan tersenyum lembut padaku.
"Aku hanya berbicara wacana kemungkinan. Sekarang, balasan pastinya tidak sanggup ditemukan. Mula-mula, apa yang perlu dipahami yaitu adegan besarnya dan menghapus informasi yang tak perlu. Dari sana, perlahan kita niscaya akan menemukan si penjahat. Yah, singkatnya, pisau cukur Occam"
"Pisau cukur siapa?"
"Pisau cukur Occam. Sebuah teori pemikiran yang mengambil kesimpulan dengan mencukur sisa-sisa tak mempunyai kegunaan dari esensi hipotesis. Awalnya ini yaitu kata yang berasal dari filsafat"
Jidatku terasa sakit. Namun dilain arah, Aizawa malah terlihat berbinar-binar.
"Seperti yang diharapkan dari Ibuki, si peringkat pertama di kelas kita, kamu sangat berpengetahuan luas! Sungguh menakjubkan ♪"
Aizawa peringkat kedua di kelas. Ku pikir ucapannya bukanlah sarkasme lantaran 'aura alami'nya masih terpancar. Mungkin saja ia memang bukan pelacur....hmmm.
"Ini bukan masalah besar, Tapi, sama ibarat kata Ikuno-kun, ada terlalu banyak tersangka untuk satu kasus. Karenanya, kita harus mengurangi angkanya"
"Mengurangi? Apa maksudmu? Hal ibarat itu mungkin?"
"Suatu insiden takkan lahir kecuali ada titik kontak. Dengan menggunakan prinsip pertukaran Locard, teori mapan yang juga merupakan dasar kriminologi, bisa diasumsikan kalau jumlah itu bisa dikurangi"
Waahh....lagi-lagi, muncul istilah yang rumit.
Namun, Aizawa nampaknya menyadari sesuatu.
"Ah, jikalau begitu, pelakunya mungkin di kelas Takatora-san atau klub cheerleader???"
"Ya, kupikir masuk akal"
Tersenyum layaknya jenius, Shinonome dengan elegan mengangkat cangkir berisi teh hitam yang telah kusiapkan ke bibirnya.
Namun, saya tak bisa puas dengan pendapat barusan.
"Anu, ini sulit untuk dibicarakan, tapi....ada kemungkinan seseorang tanpa titik kontak lah yang mencurinya*. Kostum cheerleader mempunyai tingkat eksposur yang tinggi, selain itu Takatora-san kecil....lebih tepatnya, imut, mungkin? Aku berpikir kalau pakaian semacam itu akan sangat terkenal di beberapa kelompok laki-laki"
[Tanpa titik kontak, anggap saja 'orang yg gk bekerjasama dengan korban'. Titik kontak bisa saja terjadi pada orang, tempat, maupun benda. Ini merupakan dasar dari Teori pertukaran Locard yg Shinonome sebutkan diatas]
Sepertinya pendapatku tak bisa mencapai Shinonome si gadis serius, matanya yang menatapku malah terbuka lebar.
"Sa-Sampai mempunyai pandangan gres setingkat itu....seperti yang diharapkan dari Ikuno-kun"
Aizawa yang tadinya berada di sampingku, eksklusif bersandar ke dekat Shinonome seolah takut.
"I-Ikuno....jadi lolicon. Menjijikkan...."
Hahahaha, pembicaraan ini melenceng ke arah komedi.
"Ufufu, kalau dipikir-pikir, normal bagi seorang otaku ibarat Ikuno-kun untuk menyukai gadis kecil semanis Takatora-san. Dan mungkin saja kamu memperoleh perasaan khusus dikala memeluk bajunya"
"Oi, ini bukan tentangku! Penjelasan barusan hanya terkait dengan kasusnya!!"
"Begitu kah? Tapi, kurasa orang yang bersangkutan memikirkan hal berbeda"
Mendengar perkataannya membuatku terkejut hingga beralih melihat Takatora-san.
"Tsu"
Sambil menggosok-gosok kedua pahanya, ia menatapku gelisah dengan pipi bersemu merah.
"Tidak, jangan salah paham! Aku bukan lolicon!!"
"Ayo kita tangkap kandidat pertama tersangka, yaitu Ikuno-kun"
"Aku menyerah!!"
Tentu saja tuduhan palsu akan terlahir. Sekarang saya mengerti pengalaman ibarat itu!.
"Ahem. Takatora-san, apa kamu tahu dendam, terutama hal yang terjadi baru-baru ini, atau gagasan wacana orang yang tidak biasa?"
"U-Un....tidak ada"
Seolah-olah masih menganggapku sinting, dalam keadaan galau ia berulang kali melirikku.
Mungkin, ia bersikap hati-hati....
"Aku mengerti. Pertama-tama, kamu mungkin perlu tahu kalau tersangkanya ada banyak. Dengan mempersempit hitungan ini, kita bisa menemukan penjahat yang menyembunyikan seragammu. Hanya saja, tujuan kita akan berfokus untuk menemukan seragam dan bukan mencari si penjahat. Kita harus segera bergerak"
"Hei, Shinonome. Lebih tepatnya, kemana kita harus pergi?"
"Kelas dan ruang klub cheerleader. Meski Takatora-san mungkin sudah pernah mencarinya di sana, kita harus bekerja sama dan mencari lagi. Lalu secara perlahan, kita niscaya bisa mempersempit kemungkinan lokasinya"
Barusan itu, ia berbicara wacana teori pisau cukur atau semacamnya, kan?
"Ok , saya mengerti. Jika pencarian kedua kalinya ini masih belum membuahkan hasil, kita akan memikirkan metode yang berbeda!"
Terus terang, sangat disesalkan lantaran tak bisa melaksanakan acara klub. Selama seminggu, saya bersama Aizawa mencari metode merekrut anggota, dan belum bisa melaksanakan aktivitas. Namun, orang yang bermasalah juga tak bisa diabaikan, saya akan melaksanakan tugasku di kantor konsultasi demi mempertahankan klub.
"Benar! Mengambil barang orang lain tanpa izin tak sanggup ditolerir, saya akan melaksanakan yang terbaik demi Takatora-san!"
Berpikir sama sepertiku, Aizawa juga berdiri dan mengangkat tinjunya ibarat seorang pria.
"Kalau begitu, sudah diputuskan. ayo pergi"
Kami berempat kemudian meninggalkan ruang klub, melintasi jembatan penghubung untuk menuju kelas si korban.
☆☆☆☆
"O-Oi....kau, hei kau!"
Entah kenapa Takatora-san yang berjalan di depan, malah mendekat ke sampingku.
"Eh, aku? Kau perlu sesuatu dariku?"
"Hmm, tidak juga, tapi...ah, namamu...."
"Ouh. Aku Ikuno Kousuke, kelas C. Senang berkenalan denganmu"
"Ikuno, Kousuke, boleh kupanggil Kou-Kousuke?"
"Hah? Un, memang tidak masalah, hanya saja...."
Tiba-tiba menggunakan nama depan. Maksudku, terlalu bersahabat bisa mengakibatkan kesalahpahaman. Selain itu, ia yaitu gadis yang manis. Jangan-jangan ini....
"Kesampingkan itu, anu....hmm, kenapa terus menatapku, apa kamu sedang memikirkan sesuatu?"
Berjalan berdampingan dan entah kenapa terus ditatap dengan pandangan yang serasa tidak nyaman.
Apa ia khawatir lantaran ucapanku wacana tubuhnya yang kecil tadi? Aku jadi merasa bersalah.
"Tidak, saya tidak memikirkan apapun"
Takatora-san kemudian menunduk dan terlihat seolah-olah mau menangis, ia memegang erat roknya dengan kedua tangan.
"Eh? Ma-Ma-Maaf! Apa saya sudah menyampaikan sesuatu yang buruk?!"
" !"
'Bunbun', sesudah menggelengkan kepala, gadis ini menyeka air mata dengan tangan mungilnya, kemudian menatapku sambil tersenyum lemah.
"Tidak, bukan apa-apa. Emm, tapi....yang terjadi tadi...."
Suaranya pun berangsur-angsur menjadi lebih pelan. Menunduk lagi, namun dengan pipi memerah.
"Ji-Jika tidak salah dengar, kamu menyukai gadis kecil, kan? Sangat berbeda dari masa kemudian dimana kamu mengaku suka pada gadis yang tinggi dan langsing...."
Meski tidak bisa mendengar semua ucapanya lantaran volume yang rendah, namun mungkin ini hanyalah kesalahpahaman.
"Takatora-san, saya bukan seorang lolicon. Jika perlu dikatakan, saya masih tetap suka tipe onee-san yang tinggi ibarat di masa lalu*"
[Pikirkan baik2, ikuno tidak bisa mendengar semua perkataannya lantaran semakin/terlalu pelan. Menurutku, apa yg tidak ia dengar niscaya ada di potongan akhir, yaitu 'Sangat berbeda dari masa kemudian dimana kamu mengaku suka pada gadis yang tinggi dan langsing'. Jika begitu, kenapa Ikuno malah membalas 'masih tetap suka tipe onee-san yang tinggi ibarat di masa lalu'?. Ini seolah Ikuno tahu dan tak menyanggah bahwa Takatora pernah mengenal dekat dirinya dari dulu, bukan hanya sekedar pernah bertemu....Aneh, atau saya salah ngartiinnya??]
"....Uuu, sudah kuduga...."
Eh, kenapa malah murung lagi? Entah bagaimana, potongan rambut ibarat nekomiminya tampak terkulai.
Melihat kondisi ini, saya merasa harus menyemangatinya dan membuka mulut.
"A-Ahhh, tapi gadis kecil tidaklah buruk. Mereka memang tak mempunyai pesona ibarat tipe Onee-san, namun gadis kecil itu sangat imut! Be-Benar! Mereka baik, saya suka mereka!"
"Benarkah?!"
"Tentu saja, gadis kecil itu sangat manis! Hanya melihat mereka tak tertahankan!"
"Uaa "
Dia tampak terbungkus aura kebahagiaan, tersenyum gembira hingga gigi taringnya kelihatan. Dari reaksi ini, saya merasa lega.
Hanya saja, kenapa bertanya hal ibarat itu padaku?
Sambil memikirkannya, saya mencicipi sesuatu dari belakang dan berbalik.
"Fufufu , ibarat yang diharapkan, Ikuno-kun yaitu lolicon. Aku jadi sedikit khawatir"
"Ikuno, apa kamu baik-baik saja? Setahuku, lolicon yaitu penyakit bawaan, kan*?....Jika kamu malu untuk pergi sendiri, saya mau menemanimu ke rumah sakit"
Shinonome cuma bercanda, tapi Aizawa yang polos benar-benar mempercayainya. Selain itu, ia hingga salah paham dan menganggap lolicon sebagai penyakit serius ketika menatapku dengan cemas.
"Aizawa, jangan khawatir wacana itu. Sebaliknya, saya bukan lolicon"
"...."
Ah, sialan. Sekali lagi, saya menciptakan gadis itu murung, jangan begini....
Tapi lantaran klarifikasi pada Aizawa mengakibatkan kesalahpahaman tadi, tanpa mengubah apapun, saya melanjutkan perjalanan menuju kelas satu D di lantai pertama.
Sementara itu, Takatora-san yang telah turun semangatnya mendekat dan bertanya kepadaku.
"Kousuke....akhir-akhir ini kamu sering mengobrol dengan mereka berdua. Hubungan macam apa yang kalian miliki?"
"Eh, akhir-akhir ini? Takatora-san, kamu mengawasiku setiap hari?"
"?! Sa-Salah! Tidak, itu....jadi, begini....ahhh, pokoknya! Aku ingin mendengar kekerabatan ibarat apa yang kalian miliki. Uuu !"
Entah kenapa, pupilnya yang tajam dan besar itu memelototiku. Ini ibarat beberapa waktu yang lalu, kan? Meski tidak mengerti, saya dilarang menentang gadis cantik, terutama yang rapuh.
Akupun menjawab dengan enggan.
"Mereka berdua, yah....hmm , ini kekerabatan istimewa, atau mungkin, rumit"
"Hubungan yang rumit? Muu "
Wajah Takatora-san menjadi berkerut, pipinya mengembung lantaran cemberut.
Sambil memikirkan reaksi membingungkan itu, saya mencicipi tatapan seseorang dan menoleh ke belakang. Disana ada Shinonome yang sedang melihat kami berdua dengan wajah serius.
Bergerak dari lorong lantai dua ke lantai satu, kami hingga di kelas Takatora-san yang letaknya disamping kelas kami.
Keempat orangpun bekerja sama dan mengusut seluruh potongan ruangan. Namun, seragam gadis ini masih belum bisa ditemukan.
"Waah....mungkin memang bukan di kelas. Kalau begitu, selanjutnya yaitu ruang klub?"
Aizawa yang awalnya dipenuhi energi ketika berusaha untuk mendistribusikan poster tersebut, kini nampak sedikit lelah.
"Tidak, tunggu Aizawa-san. Ada ruang audiovisual di sebelah sini. Pikirkanlah, itu bisa jadi kawasan si pelaku menyembunyikannya"
Seolah sudah memperkirakan bahwa barang itu tidak di sini semenjak awal, Shinonome mengatakannya dengan dingin.
"Ruang audiovisual? Kupikir kemungkinan itu niscaya ada. Lalu, kita pergi?"
"Ah, tunggu Ikuno!!"
Saat saya hendak meninggalkan kelas, Aizawa tiba-tiba menangkap ujung seragamku.
"Eh....ada apa Aizawa?"
"? Ya-Yah, hanya saja...."
Aizawa melepaskan genggamannya. Pahanya menggeliat, ia terlihat agak gugup.
"Di ruang audiovisual, kini ini banyak alat-alat elektronik yang rusak disana, kan? Seluruh kawasan selalu gelap dikala tidak digunakan....lagipula, kamu juga dengar rumor wacana kemunculan 'itu'?"
"Aku tahu kalau barang-barangnya ada yang rusak. Tapi, kemunculan? Kemunculan apa?"
"Jadi....ada itu...."
Tidak, saya tidak mengerti bahkan jikalau kamu tersipu.
"Fufu, dengan kata lain, Aizawa-san khawatir wacana penampakan hantu, ya?"
"Eh, hantu?! Aizawa, mungkinkah kamu lemah dalam hal semacam ini?"
"A-Apa boleh buat kan. Hal-hal yang menakutkan tetap saja menakutkan...."
Gadis ini tampaknya benar-benar takut sambil memeluk tubuhnya yang ramping hingga menciptakan payudaranya membengkak.
Heee, meski berkarakter jujur, ia juga mempunyai kelemahan. Sungguh gadis yang tidak mengkhianati harapanku. Dia bisa berubah dari seorang pelacur ke wanita lemah dalam kasus ini*.
[Ini kayak ejekan/komentar sarkastik]
"....Ngomong-ngomong, rumornya ibarat apa? Aku belum pernah mendengar penampakan apapun"
"Begitu ya, jadi Ikuno tidak tahu....padahal cukup terkenal"
Karena saya tidak punya banyak teman.
Walaupun tidak suka menonjol dan mempunyai sobat kurang dari kenalan untuk melindungi diri sendiri, entah bagaimana serasa hampa....
"Ini hanya rumor belaka. Dulu, tampaknya ada seorang siswi yang bunuh diri dengan melompat dari sana. Penampakannya terlihat dari jendela ruang audiovisual sepulang sekolah. Gadis itu akan mengajak seseorang mengikutinya dengan mendorong punggung orang tersebut....kekuatannya ibarat seorang pria, ibarat itulah!"
"Ke-kenapa ini mendadak menjelma horor...."
Akupun merinding sambil menggosok kedua bahu. Tiba-tiba, dari sebelah telingaku---
"Fuuh "
"Owahh?!"
---Napas lembut hangat tertiup, hingga membuatku melompat kaget.
"Ara, jangan-jangan, Ikuno-kun takut?"
Shinonome, si pelaku menatapku lekat-lekat, matanya yang berisi provokasi tampak bahagia.
"Bo-Bodoh! Aku ini seorang lelaki, takkan takut pada hal semacam itu!"
"Hmm? Terakhir kali kamu memang melindungi Aizawa dari para preman bertampang seram. Kali ini, bisakah kamu melindungiku dari hantu?"
"Melindungi....ha-hantu itu bahkan hanya rumor! Jadi, ayo kita pergi"
"Baiklah, kalau begitu Takatora-san dan Aizawa-san tolong tunggu disini. Ruang audiovisualnya gelap, kalian bisa saja terluka. Biarkan saya dan Ikuno-kun, yang memang staf kantor konsultasi untuk memeriksanya"
Obrolan yang sangat mulus. Entah kenapa saya punya firasat buruk, mungkin hanya imajinasi....?
"Un, saya mengerti....Ibuki, Ikuno-kun, berhati-hatilah"
Sambil memeluk tubuhnya dimana dadanya bertumpu di lengan, Aizawa kemudian mengayunkan pelan satu tangannya tampak cemas.
"Ahh. Maaf, tapi saya harus pergi ke toilet! Kalian, berhati-hatilah!"
Takatora-san yang terdiam seolah memikirkan sesuatu hingga beberapa waktu kemudian kemudian meninggalkan kelas. Kami mengikutinya keluar juga, tapi sungguh mengejutkan, sosoknya sudah lenyap. Kakinya sangat cepat.
Aku dan Shinonome kemudian berpindah ke ruang audiovisual yang tidak terkunci. Disini mempunyai proyektor untuk digunakan sebagai media pembelajaran visual, jadi semua jendelnya ditutupi oleh tirai.
Aku tidak suka dibodohi oleh Shinonome. Mempertimbangkan itu, dengan dukungan cahaya dari smartphone, saya maju ke tengah ruangan.
"Mungkin lantaran belakangan ini tidak ada yang masuk, ruangan ini serasa cukup berdebu"
Berpikir wacana ventilasi, saya menuju ke salah satu jendela. Tiba-tiba, pada punggungku....'puni'*.
[Sfx ketika menyentuh sesuatu yg lembut]
"....Oi, apa yang sedang kamu lakukan?"
"Ara, berbicara wacana apa yang lelaki dan wanita lakukan di kamar gelap dan tertutup, seharusnya tidak banyak, kan?"
Pintu masuk sudah tertutup ketika saya menoleh ke belakang, dimana Shinonome juga terlihat sedang memeluk punggungku.
Dua tonjolan sederhana itu agak menekan.
"Sesuai dugaan, tujuanmu yaitu untuk mengisolasi kita berdua di satu tempat....A-Apa yang kamu rencanakan?"
"Kau harusnya sudah tahu"
Sambil berjinjit dan meregangkan tubuhnya, ia membisikkan kata-kata manis ke dekat telingaku. Tubuh gadisnya yang lembut dan ramping, menciptakan jantungku berdentang dengan bunyi 'bakubaku'.
"Harus kukatakan, Ikuno Kousuke. Ini pembinaan untuk membuatmu tak pernah lepas dariku. Singkatnya, penting untuk menanamkan poin bagusku ke dalam pikiranmu. Aku tidak bisa menentukan cara lain"
Ujung jarinya menggosok dan menciptakan contoh melingkar di dadaku dengan gerakan tak senonoh.
Ga-Gadis ini sangat rela melaksanakan apapun untuk menjadikanku binatang peliharaannya....
"O-Oi. Bagaimana jikalau seseorang datang...."
Setelah dari dada menuju ke pusar, tanpa gejala berhenti, ujung jarinya terus bergerak ke bawah, perlahan menulusuri seluruh pahaku hingga ke paha potongan dalam. Suara geliku hampir keluar.
"Apa boleh buat. Ada Aizawa-san di ruang klub, jadi peluangku untuk memperlihatkan poin bagus ibarat ini tidak ada. Ngomong-ngomong, metode apa yang harus kupilih dalam situasi untuk mendapatkan lelaki sebaya?"
"Eh? I-Itu, kamu kan selalu melakukannya dikala ingin menarik para lelaki di sekitar. Hanya perlu tersenyum dan memperlihatkan wajah lembut ibarat biasanya, ya kan?"
"Tentu bisa jikalau itu untuk orang umum. Tapi kamu spesial. Meski kulakukan, kamu hanya akan mengabaikan gadis manis ini. Lalu, apa yang diperlukan? Hanya kamu yang bisa mengajariku bagaimana memilikimu. Dengan kata lain, Ikuno Kousuke...."
Sentuhan yang melekat di pahaku bergerak lagi melewati paha potongan dalam kemudian kembali ke pusar.
"....Ja-Jangan katakan kamu akan melaksanakan itu"
Jemari rampingnya bergerak di sepanjang perut. Ketika saya berpikir, itu segera hingga di celana dan mulai perlahan menurunkan resletingnya. Mungkin Shinonome juga tegang, saya merasa tubuhnya sedikit kaku.
"Geh, berhenti!!"
Aku segera berbalik dan melepaskan Shinonome. Seluruh tubuhku menjadi sangat panas.
"Waa, waa....hampir saja, semua yang dilakukan para pelacur sungguh mengerikan. Tapi biar kuberitahu, saya takkan pernah mengalah pada hal semacam itu!"
"Begitu kah. Kau menjadi lebih berharga untuk didapatkan. Lalu, apa yang harus kulakukan untuk berhasil, ya?"
Meski Shinonome menyisir rambutnya dengan tenang, saya merasa wajahnya agak merah.
"Entahlah. Tapi ada satu hal yang bisa saya katakan, saya sama sekali tidak tertarik padamu---"
Tepat pada dikala itu, punggungku didorong dengan keras oleh seseorang. Berkatnya, diriku eksklusif menabrak Shinonome yang ada di depan.
'Gashi' ketika bunyi tumpul itu terdengar, penglihatanku pun menjadi kabur. Di momen krusial, siku lengannya memukul hidungku.
"Kuh....uuu, hmm?"
....Pipiku mencicipi kehangatan yang berasal dari kain sutra. Sedangkan kedua tanganku menyentuh sesuatu yang kecil dan empuk.
"....Fufu, fufufufufu. Kau, apa yang sedang kamu lakukan di kaki orang lain"
"Eh? Tidak....ini....haha"
Wajahku terjepit di antara kaki Shinonome yang dibungkus stoking hitam. Disisi lain, smartphoneku jatuh. Tapi lantaran perlahan terbiasa dengan kegelapan, saya mendongak dan melihat wajah gadis ini.
Senyumnya berkedut. Tersadar akan suatu hal, ia eksklusif membenarkan roknya ke bawah demi menghentikanku dari melihat taman bunga di depan.
"Tidak tidak, Shinonome! Aku bisa menjelaskannya! Barusan ada yang mendorong punggungku, itulah yang terjadi!!"
"Dogeza. Lakukan kini atau kubunuh"
Kalimat singkatnya dipenuhi rasa haus darah. Aku yang gemetar dihadapan kemarahan hebat seorang gadis cantik, segera melaksanakan apa yang diperintahkan.
"Pertama-tama, ada hal yang perlu kamu ucapkan, kan?"
Melewati semua prosedur, Shinonome eksklusif menginjak-injak kepalaku.
Seperti yang diharapkan, ia marah. Namun, alasanku takkan diterima, lantaran ketika melihat kebelakang untuk mengkonfirmasi....tak ada orang lain disana.
"....Ma-Maaf"
Biasanya, saya akan melaksanakan apa yang ia katakan dan meminta maaf. Jika suasana hatinya baik, itu akan cukup, tapi hari ini berbeda. Dengan bunyi dingin, ia melanjutkan.
"Walaupun mengaku tidak tertarik, kamu yaitu seorang laki-laki yang mengikuti nafsunya. Seseorang dengan status ternak menyentuh badan majikannya tanpa izin, apa kamu tahu betapa kecilnya derajatmu? Akan kukatakan lagi, saya tidak punya perasaan cinta terhadapmu. Semua yang kuharapkan yaitu kamu yang menjadi binatang peliharaan. Sebagai pemimpin berikutnya dari rumah konglomerat Shinonome, diriku harus kuat. Inilah sebabnya pasangan tidak diperlukan"
Kau menyentuhku semaumu, dan ketika saya yang melakukannya, kamu marah? Para gadis anggun memang makhluk egois yang hanya hidup untuk kepentinganya sendiri. Yah, saya juga paham kalau ia murka lantaran saya menyentuh badan seorang gadis.
"Hanya ada satu alasan kenapa saya menginginkan Ikuno Kousuke. Dari dikala terlahir hingga sekarang, satu-satunya yang tidak mematuhiku yaitu dirimu. Aku menghargai sifatmu itu. Kau bernilai semahal permata"
"Kuh....Aku tidak pernah bisa mengerti. Ingin menjadi binatang peliharaan atau apa pun. Apa kamu idiot. Apa kamu ini seorang politisi hentai dari suatu negeri---uguuu "
Untuk menutup lisan kurang ajarku, telapak kakinya menekan ibarat orang yang sedang mematikan rokok di jalan.
Ini sangat berbeda dari Aizawa yang tidak menggunakan kekerasan ketika saya melihat celana dalam atau menyentuh dadanya. Yah, Aizawa gadis yang baik. Mungkin saja ia bahkan memperbolehkanku melaksanakan hal-hal ecchi apapun.
"Melihat pesona dari hal berharga yaitu kesukaanku. Untuk alasan ini, saya tak bisa mengizinkan insiden barusan terlewat. Permata yaitu sesuatu yang harus dihargai oleh pemiliknya, untuk digunakan dan ditangani dengan perasaan sayang. Namun, hal ibarat menyentuh pemiliknya tanpa izin tetaplah tidak mungkin diterima. Ini sama. Itulah alasan kemarahanku, apa otak kecilmu itu sudah memahaminya?"
"Te-Terima kasih atas klarifikasi menyeluruhnya...."
Membeku lantaran terhujani bunyi sedingin es, saya kemudian mencoba untuk bangkit dengan memaksa kakinya kembali.
Singkat kata, Shinonome tampaknya melihatku hanya sebagai barang, bukan manusia. Meskipun eksistensi permata yaitu untuk menciptakan pemiliknya bersinar, sayangnya saya tak mempunyai pemikiran semacam itu. Tidak sedikit pun.
"Begitu. Baguslah kalau kamu cepat mengerti"
Pada akhirnya, dialah yang menyingkirkan kakinya. Berjongkok di depanku seolah telah kehilangan minat dan mulai menepukku dengan senyuman hangat.
"Seperti yang diperkirakan dari lelaki yang saya inginkan"
Dengan kesan keibuan itu, kepalaku ditepuk lembut, terlampau lembut menggunakan tangannya.
"....Apa maumu sebenarnya. Setelah menginjak kepala seseorang, kamu menepuknya"
"Memarahi binatang peliharaan yang telah berperilaku jelek itu wajar. Tapi, saya rasa juga penting untuk memperlihatkan kebanggaan sesekali ketika ia mendengarkan majikannya. Wortel dan tongkat yaitu dasar dari pelatihan"
Apa-apaan, meski tahu kalau wanita yang sedang menepuk kepalaku yaitu pelacur, perasaan senang masih tetap muncul. Sial, saya merasa telah kalah.
"Ara? Daripada itu, Ikuno Kousuke, kamu mimisan"
"Eh? Sungguh?...."
Menyentuh lubang hidungku, ada cairan berbau besi hangat yang mengalir.
"Ini niscaya lantaran terkena sikuku. Ternak, saya minta maaf. Diamlah sebentar, saya akan menghentikan pendarahannya sekarang"
"Shinonome mau melaksanakan hal ibarat itu untukku?"
Dia kemudian mengambil sebuah saputangan glamor berenda putih dari sakunya. Menyeka darah akan menciptakan barang itu kotor dan sulit dihilangkan dari noda.
"Ya, kamu keheranan? Aku memilikimu sebagai binatang peliharaan, masuk akal saja jikalau majikan merawat binatang peliharaannya, kan?"
Tanpa peduli pada saputangan yang semakin kotor, ia menatapku seolah pernyataan tadi sudah jelas.
Aku mungkin telah salah paham wacana Shinonome.
Beberapa waktu yang lalu, ia berkata kalau Aizawa berada di posisi yang kurang menguntungkan, saya mengerti sekarang. Shinonome yang berdiri di atas orang lain, menghormatinya ke titik menghargai keadilan. Meskipun di satu sisi memperlakukanku sebagai hewan, ia akan menjagaku di dekatnya untuk diawasi dan disayangi.
Hmm? Tunggu. Tinggal di dekat seseorang, merawat dan menghargai. Bukankah itu sesuatu yang dilakukan oleh sepasang kekasih? Untuk memulai, terus-terusan mengejar seorang lelaki dan ingin memonopolinya, ini sama saja dengan tingkah laris seorang gadis terhadap lelaki yang ia sukai....
"Hei, jangan bergerak. Aku tidak bisa membersihkan darahmu. Merawat juga merupakan kiprah majikan"
Shinonome tersenyum tipis sambil tangannya mendekat ke pipiku dengan kain putih yang terlipat.
Pada dikala itu, seseorang perlahan membuka pintu ruangan. Cahaya pun merambat masuk mengusir kegelapan.
Aizawa yang mungkin khawatir lantaran kami terlalu usang kembali, mengintip ke dalam dengan ekspresi waspada.
"Eh....Ikuno? Apa yang terjadi?!"
Masih dalam posisi dogeza, saya berbalik dan melihat Aizawa yang bergegas menuju kesini.
"Ini serius! Ada darah yang keluar! Ibuki, apa yang terjadi?!"
"Yah, lantaran ruangannya gelap, Ikuno-kun tiba-tiba terjatuh...."
"Jadi begitu....anu, saya akan meminjamkan bahuku, ayo kita pindah ke kawasan yang lebih terang"
"Ya. Maaf, Aizawa...."
Sementara berpikir ini yaitu kesalahan Shinonome, saya beralih ke koridor dibantu Aizawa dan duduk. Dia mengeluarkan tisu saku yang sempat dibawa, memelintirnya dan menyumbat lubang hidungku tanpa menyampaikan apapun.
"Ikuno, kamu lebih baik menunduk daripada mendongak. Juga, cubitlah hidungmu dengan jempol dan jari telunjuk. Ini disebut tekanan hemostasis*. Tenang saja, sebentar lagi mungkin akan berhenti mengalir"
[Setahuku, Hemastosis sendiri ada bermacam-macam, bisa dari dalam badan atau dari luar. Nah, klo dari luar biasanya berupa tekanan untuk menyumbat pendarahan]
"Un, saya tahu....Maksudku, Aizawa, kamu ternyata begitu terampil dan pintar"
Ini sama ibarat terakhir kali, Aizawa salah menduga saya mengalami demam dan dengan cepat merespon. Kupikir pelacur orisinil takkan melaksanakan hal ibarat itu demi orang lain....
Dia yang berjongkok didepanku dan tersenyum, entah bagaimana tampak canggung.
"Emm....Di masa lalu, saya juga mengalami hal yang sama lantaran kekerasan ayah. Setiap kali itu terjadi, ibu akan merawatku. Lama-kelamaan, saya jadi hafal tindakannya. Ahaha"
Sepertinya saya telah menciptakan gadis ini mengingat kenangan yang buruk....ketika hatiku dipenuhi rasa bersalah, Shinonome keluar dari ruangan.
"Ah, kalau dipikir-pikir, saya menyesal telah melaksanakan hal jelek tadi, Shinonome. Juga, terimakasih"
"Tidak, jangan khawatir"
....Hmm? Wajahnya yang berpaling itu tampak kaku, apa ia marah? Rasa syukur ku tampaknya sia-sia belaka, yah memang saya yang salah.
Namun, tidak biasanya ia tetap di 'mode sifat terbalik' ketika ada Aizawa....
Disisi lain, Aizawa entah kenapa mulai gelisah seolah mengkhawatirkan sesuatu, suaranya berangsur-angsur lenyap.
"I-Ikuno....resletingmu terbuka...."
"....Eh?"
Mengalihkan mataku ke bawah, tepatnya di tengah celana. Itu sepenuhnya terbuka.
Benar, Shinonome tadi menurunkannya sebelum saya sempat melepaskan diri!.
"Ma-Ma-Ma-Maaf, Aizawa!!"
Secepat mungkin menutupnya dan meminta maaf kepada Aizawa yang memalingkan muka sambil bersemu merah.
Disisi lain, Shinonome terlihat ingin menyampaikan sesuatu. Akan jelek jikalau hingga Aizawa mendengar apa yang terjadi.
"Hmm?....Takatora-san sudah kembali ya"
Orang yang disebutkan barusan ada tak jauh dari kami, berdiri di dekat pintu masuk ruang audiovisual.
Gadis berpostur kecil itu menatapku canggung dan mengalihkan tatapannya seolah merasa tertekan akan suatu hal.
"Takatora-san, saya begini lantaran kecerobohanku sendiri. Makara jangan khawatir hanya lantaran kamu berpikir ini akhir permintaanmu"
"Uu....terimakasih"
"Hmm?"
Seketika itu---aku mendadak mencicipi tatapan seseorang dari kedalaman koridor dan eksklusif menoleh ke arah sana
....Ada seseorang tadi. Aku cukup yakin sedang diawasi....atau mungkin hanya perasaanku?
☆☆☆
Setelahnya, kami bersama Aizawa yang ketakutan menjelajahi seisi ruang audiovisual. Namun sayang, tak ada yang ditemukan.
Tujuanpun berlanjut ke ruang klub.
Shinonome sempat berkata bahwa sebelum mengusut kesana, akan lebih baik meminta izin lebih dulu ke guru penanggung jawab klub di kantor. Pemimpin kami bersikap cuek padaku sepanjang perjalanan, tapi dikala langkah kaki empat orang mencapai gedung khusus klub* di sebelah gimnasium, ia berubah lagi ke 'mode lembut'.
[Ruangan untuk banyak sekali klub itu dikumpulkan di satu area]
"Jadi, lantaran sudah menerima izin sensei, ayo kita mulai penyelidikannya"
Gedung khusus klub merupakan bangunan bertingkat dua, terdapat hamparan bunga dilantai pertamanya dan ruang klub cheerleader berada dekat sana.
"Terimakasih, Ibuki! Memeriksa loker orang lain tanpa izin itu buruk"
"Aku setuju. Yah, bagaimanapun ada kemungkinan kalau seragam Takatora-san ada di sini. Sensei juga berkata kita harus menghormati privasi dan tak boleh seenaknya membuka tas siswa lain"
Aku menyampaikan itu sambil mengkhawatirkan hidungku yang tersumbat tisu. Takatora-san kemudian menggunakan kunci ruang klub untuk membuka pintunya.
"Sudah terbuka. Dari sini, saya akan ikut memeriksa, mohon bantuannya...."
"Un, serahkan pada kami. Kami akan bekerja sangat keras untuk menemukannya! Benar kan, Ibuki?"
Aizawa yang antusias merangkul erat lengan Shinonome.
"Y-Ya....daripada itu, Aizawa-san, kita harus berpencar untuk mencarinya"
"Ah, maaf maaf. Kau benar. Hehehe...."
"Fufu. Sungguh, sifatmu ibarat anak kecil"
"Eh. Begitukah? Tapi saya menganggap diriku sendiri cukup dewasa...."
"Kesan seseorang wacana pribadinya sendiri pada umumnya tidak lah benar. Yah, bagaimana kalau kita mulai sekarang?"
"Hahaha, baiklah!"
Mereka berdua sudah ibarat ini selama seminggu. Meski Shinonome kelihatan agak terganggu lantaran ia mempunyai sobat pertama terlampau ramah, bukan berarti dirinya tidak menyukai gadis itu.
Aizawa yaitu yang pertama memasuki ruang klub. Shinonome mengikutinya, tapi sebelum itu ia menoleh ke belakang.
"Takatora-san. Kami akan sungguh-sungguh mencarinya hingga seragammu ditemukan, kamu tak perlu khawatir"
"Eh? Un, itu akan bagus untukku"
"Kasusmu akan berakhir hari ini"
"....U-Un"
Wajah gembiranya tampak seolah dirinya sedang bersenang-senang. Takatora-san hingga mengalami kesulitan merespons, kan?
Meskipun ingin menyampaikan sesuatu kepadaku, Shinonome hanya mengibaskan rambut hitamnya kemudian lenyap ke ruang klub....Kau benar-benar senang melihat orang lain dalam kesulitan, ya. Dasar pelacur, gadis yang menjijikkan.
"Takatora-san, kamu tidak perlu memikirkan apa yang ia ucapkan"
"Be-Begitu kah"
"....Baiklah, saya merasa gugup lantaran ini yaitu ruang klub para gadis, maaf mengganggu"
"Tunggu, Kousuke"
Takatora-san menatapku cemas sambil menarik kain lenganku.
"Eh, ada apa....?"
Dipikir-pikir lagi, bukankah Takatora-san masih percaya kalau saya mempunyai fetish pada seragam cheerleader? Mungkin saja ia khawatir jikalau saya hingga ingin mengendus pakaian dari anggota klub nya?
"Anu....Apa Kousuke, memang menyukai gadis-gadis berdada besar, ibarat Aizawa Manaha?"
....Yah, kelihatannya ia tidak hingga berpikir kalau saya yaitu lelaki mesum dengan fetish aneh.
"Ah, benar juga. Aku memang suka tipe onee-san. Lagipula, milik Aizawa cukup besar hingga bisa mengapit apapun....yah, begitulah menurutku!"
"Seperti yang diharapkan. Muu"
Sekali lagi, Takatora-san merajuk sambil mengembungkan pipi. Mungkin lantaran tubuhnya yang mungil, ia cemburu pada gadis berdada besar, pinggang langsing dan pantat besar ibarat Aizawa?
Sambil memikirkan hal-hal ibarat itu, saya memasuki ruang klub.
Setibanya disana, terdapat barisan loker persegi panjang dan lonjong di kedua sisi. Dindingnya terhias dengan banyak sekali macam bentuk piagam. Sesuai perkiraan, ada aroma feminim dari deodoran dan parfum yang gadis-gadis biasanya gunakan.
"Ikuno-kun....Kenapa wajahmu berubah mesum?"
"Ah, i-ini berbeda! Aku tidak menciptakan wajah ibarat itu! Nah, ayo kita mulai pencariannya!"
"Ya, ayo kita mulai....Aku akan membunuhmu jikalau kamu mengulangi pemerkosaan ibarat beberapa waktu yang lalu"
Bisikan cuek itu melayang dari dekat telingaku, rasa merinding kemudian menjalar melalui punggung. Dia pelacur bertipe rapi dan licik tanpa celah. Kau takkan pernah bisa memperkirakan taktik macam apa yang ia gunakan untuk balas dendam ketika dirinya sangat marah.
Bersama semua orang, saya dengan teliti mengusut seisi ruang klub sambil berhati-hati untuk tidak menyentuh Shinonome. Karena ada banyak barang pribadi di loker yang tertera nama masing-masing pemiliknya, saya meninggalkan urusan itu pada Aizawa dan gadis-gadis lain. Tugasku hanyalah mengusut kotak-kotak kardus yang kebanyakan berisi peralatan.
"Fuuh, di sini juga tidak ketemu. Bagaimana dengan kalian?"
"Aku juga tidak melihat seragam apapun"
Shinonome sekali lagi terlihat seolah sudah tahu barang itu tidak ada di sini dari awal. Ketenangannya seakan berkata bahwa ia telah menemukan jalan pintas.
"Di tempatku juga tidak ada...."
"Tunggu sebentar, ini yaitu loker terakhir, jadi mungkin saja....U-Uuuun"
Tepat didepan mataku, terdapat Aizawa yang membungkukan potongan atas tubuhnya ke arah loker, menciptakan pantatnya bergoyang 'furifuri', seolah-olah mengundangku. Ini mengejutkan.
"Aku akan menunggu di luar"
Shinonome pun pergi. Karena tidak lagi dipantau, pandanganku semakin dan tanpa ragu tersedot ke pantat Aizawa.
"Unnn, di sini juga tidak ada. Karena ini yang terakhir....aku jadi agak mengantisipasinya....nnnnn"
Pantatnya mencuat, tekstur itu benar-benar melambangkan kesuburan dari kelahiran.
Aku sadar kalau diriku harusnya tidak melihat ini. Namun, fokusku semakin terserap hingga tak bisa berpaling....kemudian---
'Don!!'
....Apa?
Ketika saya memikirkannya, itu sudah terlambat. Sama dengan dikala di ruang audiovisual, seseorang mendorong punggungku hingga tubuhku terpelanting ke depan. Dengan niscaya mendekati bokong besarnya, wajahku terjerembab ke lembah daging lembut yang dilindungi oleh rok.
'Zuii!!'
[Suara sesuatu yg ditarik]
"Eh....---KYAAAAAAAA?!?!?!"
Tanganku secara reflek mencari pegangan biar tubuhku tak jatuh dan menciptakan wajahku menabrak lantai. Setelah menemukan sesuatu ibarat kain tipis untuk menopang diri, kepalaku perlahan mendongak demi mengkonfirmasi benda apa itu.
"....I-Iku, Ikuno....Ka-Ka-Kau, apa yang kamu lakukan?!?!"
"Hah??"
Tatapanku tertutupi warna kulit putih, pantat menyilaukan itu bersinar ibarat buah persik. Akibat ulahku, celana dalamnya melorot, mengakibatkan setengah dari bokongnya terekspos. Diwaktu yang tepat, tangan gadis ini entah bagaimana telah berhasil mencegah kulit pantatnya telanjang bulat.
"I-I-I-I-IDIOOTTT!!! Cepat, lepaskan!!"
"Wa-Waaahhh?!?! Ma-Ma-Ma-Maaf, Aizawa!!!!"
Begitu genggamanku terlepas, Aizawa eksklusif memasang celana dalamnya lagi. Wajahnya sangat merah ketika ia selesai menutupi pantat itu.
"Ikuno idiot!! Apa yang sudah kamu lakukan pada seorang gadis?!"
Seakan merasa pusing lantaran sudah berteriak, Aizawa dengan wajah merah padam menatapku tajam. Meski matanya berkaca-kaca, ini malah semakin menciptakan ia terkesan ibarat oni.
"Tidak, bukan begitu....Ba-Barusan ada seseorang yang mendorongku dari belakang! A-Aku tidak berbohong!!"
Menoleh kebelakang, ada Takatora-san yang menggaruk kepalanya dan tertawa masam disana.
"Na-Nahahaha. Maaf maaf. Aku tersandung...."
"Li-Lihat kan! Ini bukan berarti saya ingin menyentuh bokong indah Aizawa atau semacamnya!!"
Mendengar kata-kataku, dalam sekejap Aizawa memegangi potongan rok belakangnya dengan kedua tangan dan menggigil.
"Bokong siapa yang indah?! Aku, keberatan lantaran kupikir ini sangat berlemak!!"
Uwahh, pelototannya mengerikan. Aizawa tak hingga begini meskipun saya menyentuh dada atau melihat celana dalamnya, tapi ia murka ketika bokongnya terlihat olehku. Tatapan gadis ini ibarat dengan Shinonome ketika di ruang audiovisual tadi. Parahnya lagi, tangannya terkepal seolah tak bisa menahan amarah.
Akupun memejamkam mata, bersiap menunggu tindakan Aizawa yang sedang terbungkus atmosfer panas. Namun, bukannya pukulan, malah terdengar bunyi hingga membuatku membingungkan.
"Hei, buka matamu"
"....Eh?"
Perlahan bisa melihat lagi, saya menatapnya yang sedang memasukkan tangan ke saku.
"Tentu saja, saya marah! Tapi saya mengerti kalau itu tidak disengaja....jadi mula-mula, membungkuk"
Aizawa memang marah. Matanya masih terfokus tajam padaku dengan wajah merah padam karena, sepertinua bercampur malu. Ketika saya mengalah dan melaksanakan apa yang diminta, ia mulai mengambil keluar tisu saku dan memelintirnya.
"Ya ampun, mimisan lantaran melihat pantatku, ini bukan manga, kamu tahu? Butuh banyak perjuangan untuk menghentikan pendarahannya....kau, benar-benar parah"
Dia menyumbat hidungku lagi, dukungan ini serasa tiba dari seorang istri. Tisu bekas sebelumnya telah terlepas ketika saya didorong untuk kedua kali, hingga menciptakan cairan merah mengalir kembali.
"Tentang mimisan ini, apa boleh buat lantaran kamu yaitu lelaki. Tapi, Ikuno yang menjadi mesum....entah kenapa, saya merasa tidak senang...."
Menyelesaikan perawatanku, Aizawa berbalik, tampak sedikit kesal. Wajahnya seolah mengisyaratkan kesepian.
Satu-satunya lelaki yang ia sanggup ajak bicara secara alami yaitu diriku. Meski tidak tahu apakah itu lantaran penampilan yang terkesan tak berbahaya, mungkin saya sudah dipercayai. Oleh karenanya, melihat pandangan murniku yang ibarat racun mungkin menciptakan Aizawa merasa tak senang.
Hal-hal yang membuatnya percaya padaku, ada banyak yang perlu dipertanyakan.
"Maaf Aizawa. Anu, mimisan ini tidak sepenuhnya lantaran saya laki-laki, ada alasan yang berbeda....pokoknya, yang barusan memang tidak sengaja. Aku mungkin harus berterima kasih lantaran kamu sangat mempercayaiku"
Meskipun pelacur yang tidak diketahui (sementara), insiden ini malah menciptakan keyakinanku melenceng ke arah 'Aizawa yaitu seorang gadis murni'. Yah, saya menyesal menciptakan wanita tampaknya merasa tidak nyaman dan dengan sopan meminta maaf.
"Un. Kau seorang lelaki sehingga lebih atau kurang, apa boleh buat....ini cuma kecelakaan, jangan terlalu dipikirkan"
Dia mengampuniku meskipun telah diperlakukan hingga ibarat ini? Aku memang tak pernah berjumpa dengan seorang gadis anggun yang sangat baik, jujur dan lembut selain Aizawa. Mungkin saya perlu menyingkirkan kecurigaanku. Tapi, di sisi lain, hanya menjadi seorang gadis yang baik tak sanggup sepenuhnya menghapus keraguan di kedalaman hatiku.
"Hahaha. Kalau begitu, Ikuno. Sepertinya seragam itu tidak ada di sini, haruskah kita pergi sekarang?"
Tertawa canggung untuk mengganti topik, Aizawa pun memperbaiki rambutnya yang sudah rapi.
"Kau benar. Shinonome sedang menunggu di luar. Urusan kita di ruang klub sudah selesai"
Dengan senyum keakraban, kami kemudian meninggalkan kawasan itu.
"Tsk"
Gendang telingaku tampaknya telah menangkap bunyi decak pengecap dari belakang. Akupun eksklusif berbalik ke arah sana.
"....Hmm? Takatora-san, kenapa ekspresimu jadi menakutkan?"
"Heh? O-Ouh! Ini, tidak apa-apa! Na-Nahahahahaha"
"Seragammu niscaya ketemu, jadi kamu jangan terlalu tertekan, Takatora-san! Aku juga akan melaksanakan yang terbaik!"
"U-Un. Terimakasih"
Setelah melaksanakan pemeriksaan dari kelas, ruang audiovisual, dan klubnya, barang itu masih belum ditemukan. Kemana lagi kami harus mencari? Sementara tiga gadis meninggalkan ruang klub, saya memeras isi otakku. Di depan sana, Shinonome berjongkok sambil menatap lembut hamparan taman bunga.
"Kalau begitu, kita pergi"
"Pergi....Oi Shinonome, kamu tampaknya sangat percaya diri, tapi kita harus pergi kemana?"
"Lokasi seragam tersebut. Sudah waktunya untuk mengakhiri Farce* ini. Aku mengetahui pelaku yang orisinil ketika mencari di ruang klub"
[Sandiwara atau pertunjukan yang umumnya bergenre humor dgn plot dongeng yg bisa dinilai sebagai 'mustahil terjadi'. Lengkapnya, cek Wiki]
Mengejutkan, saya hendak menyanggah kata-katanya untuk memverifikasi fakta tersebut, tapi Aizawa bereaksi lebih cepat.
"Bagaimana kamu menemukan pelakunya, Ibuki? Setahuku tidak ada petunjuk apapun di ruang klub"
"Benar. Bagaimana kalau kujelaskan sambil kita menuju kawasan tujuan?"
☆☆☆
Kami kemudian mulai berjalan di potongan yang menghubungkan gimnasium dan gedung sekolah.
Memimpin di depan barisan, langkah yang begitu anggun itu diiringi oleh kibaran rambut hitamnya. Shinonome pun mulai berbicara.
"Di kasus ini, tujuan awal pelakunya bukanlah untuk menyembunyikan seragam"
"Eh....Apa yang kamu maksud dengan itu. Lalu kenapa si pelaku mengambil pakaiannya?"
Suatu hal yang tak terduga sudah dikatakan, saya pun mempercepat langkahku dengan dua lainnya dan bertanya.
"Menyembunyikan seragam hanyalah sarana untuk mencapai tujuan si pelaku. Coba pikirkan hal ini, situasi macam apa yang akan timbul jikalau ada kasus 'Penyembunyian seragam'? Itulah tujuan aslinya"
Sementara saya kebingungan, 'pon' Aizawa yang berjalan di sisi lain dari Takatora-san menepukkan tangannya.
"Ouh. Aku mengerti!"
"Benarkah? Hei Aizawa, boleh saya mendengarnya?"
"Un! Jadi, situasi dimana 'Takatora-san mengunjungi kantor konsultasi' akan tercipta jikalau seragamnya disembunyikan, kan? Oleh lantaran itu, tujuan si pelaku yaitu untuk menciptakan Takatora-san mengunjungi ruang klub sastra. Ah, hanya saja saya tidak tahu alasannya. Ahahaha"
Gadis ini kemudian memutar-mutar saidoteru-nya sambil tersenyum masam.
"Persis ibarat yang diucapkan Aizawa-san. Sesuai dugaan dari siswa rangking dua terpintar di seluruh tingkatan kita"
Ya, maaf saja jikalau saya di peringkat ke-100....
"Tapi Shinonome, dari pernyataanmu barusan, apa yang akan pelakunya dapatkan dengan menciptakan Takatora-san mengunjungi klub sastra?"
Shinonome melihat kearahku kemudian mengangkat jari telunjuknya sambil tersenyum mempesona.
"Tujuannya yaitu untuk menciptakan Takatora-san mengunjungi klub sastra. Sebelum berbicara wacana alasan, bagaimana kalau kujelaskan lebih dulu caraku mengetahui si pelaku di ruang klub?"
Kami mengikuti Shinonome memasuki gedung sekolah dari jembatan penghubung. Melewati UKS dan ruang staf, menulusuri koridor yang kemudian mengarah ke jalur masuk gedung*, potongan terdalamnya bersinar putih.
[Agak galau dengan kalimat disini. Intinya, mereka sedang berjalan menuju pintu masuk gedung sekolah]
"Ikuno-kun tidak mengusut loker, jadi kamu tidak tahu. Kelihatannya semua anggota klub cheerleader menggunakan tas tangan putih yang dibordir dengan nama sekolah dan klub dalam goresan pena karakter latin*. Mungkin mereka menggunakannya untuk menempatkan pakaian klub"
[Romaji]
"Aku melihatnya juga....Tapi, bagaimana Ibuki bisa tahu pelakunya hanya dengan itu?"
"Ya.Tas tangan sudah umum digunakan oleh semua orang yang mengikuti klub. Wajar juga kalau dimanfaatkan sebagai kawasan menaruh seragam khusus, kan? Meletakkannya di tas sekolah niscaya akan berkerut"
"Eh, Ibuki, itu berarti...."
Aizawa dan saya tersadar akan suatu hal pada dikala yang sama. Kami berdua kemudian menatap canggung pada seorang gadis yang berjalan di samping.
"Tidak membawa tas tangan meski merupakan anggota. Seragamnya tidak di dalam kelas maupun ruangan klub....Intinya, tak ada kawasan lain bagi seseorang untuk menaruh barang bersifat pribadi dengan tenang kecuali didalam tas tangan, kan?"
Shinonome menuju ke dekat pintu masuk sekolah, kemudian mengambil sesuatu dari dalam loker sepatu seseorang.
"Ngomong-ngomong. Topik ini sudah hingga ke tujuan si pelaku ya?"
Shinonome memperlihatkan isi dari hal yang ia ambil keluar dan tersenyum lembut. Aku dan Aizawa hanya bisa membuka mata lebar-lebar pada barang yang muncul dibalik loker sepatu.
"Aku telah berpikir dari awal kalau kasus ini aneh. Daripada cemas mencari seragamnya, si pelaku malah mengobrol secara berlebihan pada Ikuno-kun dengan nada seolah-olah sudah mengenal semenjak lama. Dengan kata lain, tujuan utamanya yaitu berbicara dengan Ikuno-kun"
Perkataan itu terhenti sebentar.
Menyisir rambutnya ke samping, kelopak mata Shinonome yang terpejam kemudian mulai terangkat perlahan.
"Benar begitu, kan? Teman masa kecil yang menyukai Ikuno-kun, Takatora Tenko-san?"
Muncul di dalam loker yaitu tas tangan berisi hal yang kami cari. Tapi daripada itu, saya galau disaat mendengar sebuah nama yang tak asing.
"Teman masa kecil? Dan, Tenko...."
Tatapanku kemudian beralih ke seorang gadis, dimana kepalanya menunduk dengan badan yang tampak menggigil.
Selama TK, saya hanya bisa mengingat nama pertama dari teman-temanku. Namun, entah bagaimana kepalaku mulai berhasil mengingat nama keluarga dari seseorang yang pernah bertetangga dengan keluarga kami.
"Takatora....Jangan-jangan, Takatora-san yaitu Ten-nee?!"
"...."
Tak ada jawaban, hanya bunyi tangan yang terkepal. Dalam kasus ini, itu sudah cukup sebagai jawaban.
Aku mengingat seorang anak yang muncul dalam mimpi pagi ini. Dia mempunyai postur tertinggi diantara bawah umur TK. Tapi gadis di sebelah kini mungkin yaitu yang terkecil di antara gadis-gadis tahun kedua SMA....Kalau dipikir-pikir lagi, rambutnya yang pendek berwarna madu, gigi taring yang mengesankan, dan nada suaranya sama dengan Ten-nee di kenanganku.
Kebenaran ini membuatku tercengang.
Entah kenapa Aizawa mengintip atmosfer semua orang dengan ekspresi bermasalah. Sedangkan Shinonome yang tampaknya telah memperoleh bukti dari melihat reaksiku, melanjutkan dengan tenang.
"Seseorang yang mendorong punggung Ikuno-kun di ruang audiovisual yaitu kau, kan? Walaupun saya sudah melihatnya di pintu masuk ruang klub, kamu mendorong Ikuno-kun dengan sengaja, ya kan Takatora-san?"
"Ruang audiovisual, ti-tidak...."
Mencengkram roknya erat, gadis mungil ini berusaha menciptakan alasan.
"Begitu kah? Sementara asumsi itu benar, tapi fakta bahwa kamu ingin mendorong perselisihan diantara aku, Aizawa-san dan Ikuno-kun takkan berubah"
"A-Aku memang tidak menyangkalnya. Karena Kousuke....dia akan menikahiku...."
....Pernikahan....
Selama masa kanak-kanak, itulah kesepakatan yang Ten-nee gunakan sebagai alasan mengikutiku. Jadi, gadis ini benar-benar Ten-nee?
Mendadak, Aizawa dengan keadaan yang tampak agak murka mendekatiku.
"Tunggu, Ikuno yaitu tunangan Takatora-san?! Jika begitu, kamu dilarang dekat-dekat dengan gadis lain! Jika saya ada di posisinya, saya juga takkan senang!*"
[Apa yg dikatakan Aizawa disini ambigu. Yg ia maksud adalah, konsultasinya wacana "untuk mengetahui perasaan ketika mempunyai seorang pacar". Dia murka lantaran seharusnya Ikuno menolak usul itu kalau ia benar2 sudah mempunyai kekerabatan dengan Takatora]
Aizawa yang percaya dengan gampangnya pada dongeng itu menempatkan kedua tangan di pinggang sambil menatapku tajam dengan alis melengkung.
Tidak, kepolosan juga harus ada batasnya. Mula-mula, abad apa kini yang menggunakan pertunangan segala??
"Aizawa-san, itu mungkin hanya lelucon. Kau tidak perlu menganggapnya serius"
"E-Eh?! A-Apa begitu....maaf, kupikir itu benar"
Mengacuhkan Aizawa yang memerah dengan tangan 'watawata'*, Shinonome bertanya untuk terakhir kalinya.
[Kedua tangan yg melambai-lambai kesekitar]
"Singkat kata, kamu ingin menikahi Ikuno-kun lantaran menyukainya semenjak masih bawah umur dan tidak ingin kami berdua berada di sisinya. Namun, kalau memang begitu masalahnya, kamu hanya harus membicarakan itu baik-baik, kan?"
Tepat seuasai ucapan Shinonome berakhir, Ten-nee yang awalnya diam mulai menggigit bibirnya dan eksklusif mengangkat kepala.
"Diam diam diam diam!! Kau takkan mengerti perasaanku ini!!!"
"Ah, tu-tunggu, Ten-nee!"
Takatora-san, tidak, Ten-nee menepis tanganku dan melarikan diri.
"....Ikuno-kun, saya dan Aizawa-san mungkin hanya bisa hingga disini. Kau, cepat kejar dia. Ini masalah antara kalian berdua kan?"
"A-Anu, Ikuno....meskipun saya tidak terlalu mengerti, lakukanlah yang terbaik!"
Tangan kecil Aizawa melambai dengan cemas.
Akupun mulai berlari diiringi kebingungan akhir pertemuan kembali yang mendadak dengan sobat masa kecil.
☆☆☆☆
Setelah berlari sebentar, saya melihat punggungnya. Dia yang dulu mempunyai kaki cepat dan selalu menerima kawasan pertama dalam lomba lari. Tapi meskipun demikian, itu yaitu dongeng masa lalu. Diriku kini bisa menyusul Ten-nee ketika gadis itu tiba di tengah tangga ke lantai dua.
"Ten-nee!! Haa, haa....tunggu!"
"Kousuke"
Aku berteriak pada gadis yang berada di potongan paling atas tangga. Dia menghentikan kakinya dan berbalik.
"Ke-Kenapa kamu lari....Sudah usang semenjak pertemuan terakhir kita. Maksudku, kalau kamu memang sudah tahu aku, kenapa tidak menyampaikan sesuatu?"
"Itu, karena....uuu"
Dia membalik punggungnya lagi, kali ini bahunya mulai gemetar.
"....Ten-nee....kau menangis?"
"Tidak, ini berbeda! Aku tidak menangis, diriku tidak selemah itu! Karena orang yang akan melindungi Kousuke yaitu aku!!"
Sambil menyampaikan itu, ia berusaha menyeka air matanya.
'Aku akan melindungimu' ya?....Diingat-ingat lagi, seorang gadis memang sering menyampaikan hal semacam itu di masa lalu. Aku yaitu anak yang ceroboh, pernah jatuh dari tangga seluncuran dan hampir mengalami ditabrak mobil. Namun, berkat dirinya yang selalu di sisi, itu semua tidak menjadi kecelakaan serius.
"Ten-nee....terima kasih banyak untuk segala sesuatunya. Karena adanya dirimu, saya tidak mempunyai cedera hebat. Tapi sekarang, semuanya akan baik-baik saja, kamu bisa merasa lega. Yah, saya telah tumbuh. Menjadi pribadi yang tidak bandel ibarat di masa lalu, apalagi melaksanakan sesuatu yang berbahaya"
"....Masih. Kousuke masih melaksanakan hal-hal berbahaya! Karena itulah, hari ini saya mencoba menemuimu. Meski kukira harus menunggu hingga saya benar-benar tumbuh lebih tinggi...."
Sampai tumbuh lebih tinggi? Seperti yang diharapkan, ia khawatir wacana ukuran tubuh, kan? Yah, benar juga, bahkan jikalau ia berkata dirinya yaitu Ten-nee, saya masih sulit mempercayai itu....
Dengan tetap memunggungiku, Ten-nee melanjutkan.
"Kousuke, berhentilah dari kegiatan klub itu. Shinonome Ibuki yang berbicara dengan baik padamu di kelas, yaitu gadis yang benar-benar licik, jahat, dan mengerikan"
Hahaha, menurutku kamu jugalah seorang pelacur. Pelacur pertama yang saya temui dalam hidup. Yah, dirinya mungkin benar justru lantaran mereka ada di jenis yang sama. Ten-nee itu menakjubkan. Semua orang yang ada didekatnya bisa dengan simpel ditipu, ini menjadi hal yang hebat.
"Juga, gadis itu bahkan lebih berbahaya"
"Eh, 'gadis itu'?"
"Hm, Aizawa Manaha"
Aku menelan ludah mendengar Ten-nee yang rambutnya telah memanjang hingga ke pinggul, membuatnya lebih ibarat seorang gadis sekarang.
"Aizawa? Ten-nee pikir ia berbahaya?"
Gadis didepanku ini sudah menebak wajah orisinil Shinonome. Itu saja membuatku khawatir wacana jawabannya. Meski diriku tetapkan Aizawa sebagai pelacur yang tidak diketahui (sementara), jujur saja saya masih bingung. Maksudku, jikalau perlu di katakan, baru-baru ini saya berpikir bahwa ia memang gadis baik.
"Gadis itu semakin dekat dengan Kousuke, jadi saya juga mengamati dia"
Kata-katanya menggema di gedung sekolah yang sunyi.
Sementara detak jantungku terdengar semakin keras, telingaku mencoba dengan cermat menangkap bunyi Ten-nee.
"Aizawa Manaha yaitu gadis berbahaya, entah itu bagiku maupun bagi Kousuke. Aku mengucapkan ini untuk kebaikanmu sendiri. Secepatnya, berhentilah terlibat dengan dia. Jika tidak, 3 tahun masa SMAmu akan berantakan....bahkan mungkin hidupmu akan hancur lantaran harus menderita pengalaman yang mengerikan. 'Intuisi gadis'ku mencicipi hal semacam itu. Ini tak sanggup diragukan lagi"
Seluruh hidupku... benarkah?
Memoriku memutar ulang tawa manis bagaikan malaikat ala Aizawa. Kemudian, tubuhku terkaku.
Jika benar ia yaitu pelacur yang menggunakan topeng gadis polos, mungkin dirinya bahkan lebih jelek dari Shinonome. Karena masa-masa TK, SD, dan juga SMPku telah dipermainkan oleh para pelacur, saya sanggup dengan simpel membayangkan hal yang sama terjadi pada 3 tahun kehidupan SMA.
Namun, untuk seluruh hidup....asumsi kerusakannya sangat jauh melampaui imajinasiku....
"Kalau itu benar, darimana kamu bisa tahu?"
Mendapat pertanyaan dariku, ia yang sosoknya memerah lantaran cahaya senja, menjawab.
"Aku juga tidak begitu tahu. Aku hanya merasa kalau ia yaitu gadis berbahaya. Itulah sebabnya Kousuke, tolong berhentilah mengikuti kegiatan klub. Aku bisa cemas dan tak bisa berkonsentrasi pada klub cheerleader jikalau kamu tidak melakukannya...."
Yah, saya memang paham bahwa Aizawa yaitu eksistensi berbahaya. Walaupun setengah yakin lantaran belum ada gejala kalau dirinya berada di tingkatan itu, kewaspadaan masihlah diperlukan.
Tapi, daripada itu....
"Ten-nee....tentang menghentikan kegiatan klub segera, saya tidak bisa melakukannya. Itu merupakan tempatku yang penting. Jadi, bahkan jikalau berbahaya, saya tidak mau meninggalkannya"
Ketika ucapan seriusku terlontar pada gadis di depan, bunyi Ten-nee bergetar dalam kemarahan.
"Ke-Kenapa?! Ini sungguh berbahaya!!"
"Kau memang benar. Tapi saya tidak lagi ibarat di masa lalu. Aku yang kini tahu bagaimana melindungi diri"
Aku telah menyaksikan banyak sekali jenis pelacur. Menghadapinya bukanlah mustahil, bahkan tanpa harus mendapatkan dukungan Ten-nee.
....Hanya saja, gadis ini tampaknya tidak mengerti, ia mulai merengek ibarat anak kecil.
"Tidak, tidak, tidak!! Kousuke takkan bisa tanpa diriku! Bukankah kamu sudah berjanji menjadi milikku?! Itu sebabnya, saya akan melindungi....d-dan menikah denganmu!!
Ketika ia mengungkapkan kesepakatan yang kami buat semasa kecil, ujung bibirku melengkung ke atas.
Ten-nee masih sama ibarat dulu. Apa yang ia katakan tidaklah serius. Gadis ini mempunyai keinginan berpengaruh untuk memonopoli suatu hal semenjak kecil. Menyaksikan diriku bersama Shinonome dan Aizawa, mungkin terasa ibarat mainannya telah diambil dan membuatnya menjadi tidak sabaran.
"Lagipula, Ten-nee. Jika kamu sudah tahu kita satu sekolah, kenapa tidak menyapaku?"
"I-Itu....Kousuke, kamu tidak mengingatnya?"
Tampak seolah rambut nekomimi-nya menjuntai perlahan. Sementara diriku bermasalah dihadapan pertanyaan yang kurang jelas, ia melanjutkan dengan nada kesepian.
"Dulu, kamu sekeluarga pernah pergi ke festival sekolah Sekolah Menengan Atas terdekat, kan? Pada dikala itu, kamu menonton pertunjukan klub cheerleader dan berkata. 'Ten-nee nantinya niscaya akan menjadi tinggi, langsing dan anggun ibarat semua onee-san itu. Ketika waktunya tiba, saya niscaya akan menikahimu'"
....Hah, saya pernah menyampaikan hal semacam itu?
Jujur saja, saya tidak bisa sepenuhnya mengingat kenangan masa lalu. Hanya saja, pagi ini Sharte juga membahas wacana festival sekolah. Mungkin apa yang diceritakan Ten-nee....
"Ta-Tapi itu tidak ada hubungannya kan dengan kamu yang tidak menyapaku?"
"Ada! Pastinya ada! Karena, aku....aku....!"
Wajah itu terselimuti sisa-sisa mentari senja, segala kemilaunya menyebar bersamaan ketika ia menoleh ke belakang.
"Karena, aku....tidak bisa menjadi ibarat yang kamu harapkan"
Air mata itupun mengalir diwajah seseorang yang biasanya pemberani, berpengaruh dan tomboy. Tanpa peduli seberapa banyak diseka, seolah-seolah ingin terus mengganggu. Mungkin lantaran tidak menginginkan saya menyaksikan diri rapuhnya, Ten-nee yang pernah berkata akan melindungiku, kini berusaha keras menutupi semua kelemahan dengan menjaga biar matanya tetap tajam.
"Tinggi, panjang kaki, bahkan dada, semuanya lebih kecil dibanding wanita seumuran....aku hanya yang paling besar dikala di TK, selebih itu, tidak sama sekali. Pada akhirnya, saya tidak bisa menikah dengan Kousuke...."
Namun, tanpa bisa bertahan lagi, ekspresi kerasnya runtuh dan beralih menjadi sedih.
"Meski sudah minum susu setiap hari semenjak tahun-tahun awal SD, itu sia-sia....Tapi saya tidak menyerah. Sambil berusaha di kegiatan klub, saya juga terus mencoba yang terbaik untuk tumbuh. Karena mendengar dari mama kalau Kousuke memasuki sekolah ini, aku, aku....hiks...."
Ten-nee yang mencapai batasnya hanya bisa menangis tanpa bisa menyampaikan apapun.
Dia telah mempercayai sebuah kesepakatan denganku dan melaksanakan yang terbaik hingga sejauh ini....
....Dan, diriku, yang tidak mengingatnya, yaitu orang terburuk.
Jika ini yaitu situasi di galge, menghibur heroin untuk menaikkan kesan yang baik yaitu hal standar. Tapi inilah kenyataan. Takkan ada opsi kalimat yang muncul biar situasi menjadi mudah.
Akupun terdiam, bersama waktu yang terus berputar. Kesunyianku tertutupi oleh isak sedih seseorang....Ketika bunyi tangisan itu lenyap, diapun menatapku dengan mata yang terisi banyak sekali emosi.
"....Kousuke masih sama ibarat sebelumnya, benar-benar payah....Bahkan pada dikala ibarat sekarang, kamu tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada seorang gadis"
Setelah menyeka butiran air di sudut matanya sambil menggerutu, ekspresinya berubah serius. Kalimat yang ia lontarkan kemudian keluar dengan lebih kuat.
"Seperti yang diharapkan, Kousuke masih tidak cukup dikatakan sebagai seorang pria. Kau payah tanpa perlindunganku! Kau belum boleh membantu seorang gadis dengan sembarangan, saya yang akan menjaga tindakanmu! Se-Selain itu, kamu dan keduanya berada ruang klub yang sama, dan itu membuatku merasa tidak nyaman---eh....?"
Dia melangkah maju dimana kakinya masih di tangga. Sebagai hasil dari dirinya yang begitu bersemangat untuk membujukku, pijakanya pun terlepas. Tubuh mungil seorang gadis jatuh sempurna di depan mata hingga membuatku panik.
"Uguh?!....Kuuuuuh!!"
Aku hanya nyaris menangkap Ten-nee di posisi gendongan putri. Meskipun ia kecil dan ringan, bobot akhir jatuh dari atas tangga menciptakan kedua kakiku kaku dan mati rasa.
"Eh, Kousuke....?"
Gadis yang tertahan di kedua lenganku mengangkat wajah terkejut. Entah bagaimana, sambil menahan suatu beban, saya berhasil berbicara.
"....Lihat....aku bukan anak kecil lagi. Aku....sudah bisa melindungimu, ya kan?"
"....Uhhhh...."
Setelah membuka matanya yang besar, wajah merahnya yang seolah terbakar, berpaling. Aku dengan lembut membiarkannya turun.
Diriku mungkin bisa menjadi keren jikalau menyampaikan kalimat ibarat 'Apa kamu baik-baik saja?'. Sayangnya, saya tidak mempunyai keterampilan Ikemen semacam itu. Bahkan sekarang, hal terbaik yang bisa di lakukan yaitu menyembunyikan fakta bahwa kakiku telah mati rasa.
"U-Untuk yang barusan, saya hanya bisa menyampaikan ini....te-terimakasih, Kousuke"
"Ha-Hahaha....tidak apa-apa. Itu bukan masalah besar"
Dimasa lalu, posisi orang yang digendong terbalik dengan sekarang. Jika ingatan ini benar, itu terjadi ketika saya secara ceroboh terpleset dari tangga seluncuran....Menyebalkan, sungguh menyebalkan.
Yah, memikirkan hal itu benar-benar tidak bagus.
"Ten-nee, saya yang kini bisa mengurusi banyak sekali macam masalah sendirian. Bahkan ketika ada dua gadis itu, saya sudah bisa tetapkan sesuatu dengan baik dan benar. Itu sebabnya, percayalah....Atau kah, diriku ini masih belum bisa dipercaya?"
Orang yang mendapatkan pertanyaanku, mengalihkan pandangan ke arah jendela seolah-olah berusaha menghindar. Ekspresi wajahnya terlihat merupakan adonan antara kebahagiaan dan kesedihan.
"Se-Sebelum saya menyadarinya, kamu telah menjadi seorang pria, ya...."
"Aku masih jauh dari itu. Lagipula, saya tidak bisa menghiburmu tadi"
"Uun, saya tidak keberatan....Da-Daripada itu, rasa terimakasih. Aku harus memperlihatkan Kousuke rasa terima kasihku"
"Hm, rasa terima kasih?"
....Tatapan gelisahku masih memperhatikan Ten-nee yang mulai meletakkan kedua tangan di ujung roknya.
"Kau menyukai hal ini semenjak kecil. O-Oleh lantaran itu....Uuu"
Sambil menggigit bibir untuk menahan malu, ia perlahan-lahan mengangkat roknya dengan tangan gemetar. Sama ibarat ketika tirai panggung terangkat, adegan dari belakang layarpun secara sedikit demi sedikit terkuak. Pahanya yang ramping dan hal berbentuk V juga muncul.
"Tu-Tunggu Ten-nee! Apa yang kamu lakukan!!"
"Ja-Jangan khawatirkan itu. Lihatlah dengan benar....nnn"
Memerah dan frustasi mencoba untuk berpaling, ia menghindari kontak mata denganku yang ada di depannya. Itu bukan celana dalam berpola strawberry imut yang kadang kala saya lihat di TK, itu yaitu apa yang akan orang cukup umur pakai. Mengingatkanku pada bikini bersisi tipis.
"Uuuu, bagaimana Kousuke....apa yang ingin saya katakan, kamu mengerti?"
"Eh, apa yang ingin kamu katakan....?"
Aku termangu melihat pakaian dalam gadis itu, bunyi keras jantungku takkan disadari oleh sekitar.
"Seperti yang diharapkan, Kousuke masih payah. Ta-Tapi...."
Akhirnya, Ten-nee menurunkan roknya. Tangannya saling menggenggam di belakang dengan tatapan yang menyapu lantai.
"Lelaki ibarat Kousuke, saya tidak membencinya"
"....Ten-nee"
Bahkan di masa lalu, ia selalu mendapatkan segala sesuatu wacana diriku. Sampai sekarangpun itu tidak berubah, dan menciptakan hatiku memanas.
"....Meskipun kamu mungkin sedih lantaran tidak tumbuh besar, tapi dalam dirimu masihlah Ten-nee yang saya sukai. Tak ada hal dari dirimu yang saya tidak suka"
"Kousuke?"
Dia kemudian menatapku dengan ekspresi bingung. Selama TK, teman-temanku menjauh lantaran perbuatan Ten-nee. Tapi dirinya selalu berada disisiku dan Sharte, dua anak yang sering ditinggalkan orangtuanya pergi ke luar negeri. Tidak ibarat pelacur lain, tak ada alasan untuk membencinya, apa yang ku rasakan hanyalah kenyamana lantaran kepedulian gadis ini. Bahkan sekarangpun tidak berubah. Oleh lantaran itu, saya tidak ingin melihat air mata menutupi wajah sobat masa kecil berhargaku lagi.
"Hal ibarat pernikahan, saya masih tidak tahu. Tapi, saya sudah menyampaikan ini tadi
....yah. Menurutku, gadis berpostur kecil itu imut. Ja-Jadi, kamu tidak perlu mempermasalahkannya"
Dalam karya-karya ibarat LN, ketika heroin mengungkapkan perasaannya, kebanyakan protagonis akan menderita gangguan pendengaran, atau menjadi terbelakang tanpa sadar dan menepis perasaan si lawan bicara. Namun, saya yaitu seorang insan tiga dimensi yang takkan seceroboh itu....Ah, kurasa tidak juga. Mengenai perasaan gadis di depanku sekarang, jawabanku masihlah kurang bagus. Ya, mungkin saya kurang lebih sama.
Setelah mendapatkan kalimat itu, matanya mulai berkaca-kaca seolah telah mendengar hal yang mengharukan.
"....Baiklah. Aku akan percaya pada Kousuke. Tapi, kamu juga harus melaksanakan yang terbaik"
Masih sama. Dirinya selalu mendapatkan segala sesuatunya wacana diriku*.
[Kalimat ini memang muncul lagi]
Aku kemudian mengambil tangannya, yang sudah sering kugenggam di masa lalu.
"Terimakasih Ten-nee....Jadi, bagaimana kalau kita kembali sekarang? Kurasa, keduanya mulai khawatir"
Dengan anggukannya, langkah kamipun bergerak lagi. Walau posisi yang kini berbanding terbalik dengan masa lalu, tampaknya ia tetap nyaman dengan kekerabatan ini.
Genggaman yang meraih tanganku menjadi lebih erat.
☆☆☆☆
"Nahahahaha! Itu sebabnya, saya akan meninggalkan Kousuke untuk kalian!"
Setelah kembali ke klub sastra, Ten-nee yang duduk di sofa berperilaku besar kepala di depan kedua gadis.
Dia sebelumnya dengan garang meminta maaf dikarenakan telah memanfaatkan kantor konsultasi hanya biar bisa berbicara denganku. Yah, ia terlihat sangat senang dikarenakan telah memperbaharui persahabatan lama. Sangat terang kalau dirinya terlalu gembira.
"Fufu, kukira kamu benar-benar memperburuk masalahmu sendiri. Yah, biarkan saja ibarat ini, kita sudah 'berpura-pura' membantu seorang gadis canggung dan sangat pemalu"
Duduk berlawanan dengan kami, Shinonome menikmati teh yang dibentuk Aizawa. Dari luar, wajahnya tersenyum, tapi kamu bisa mencicipi kedengkian dalam kata-katanya. Ya apa boleh buat, Ten-nee telah membesar-besarkan kasus ini hingga masuk akal saja jikalau mereka marah....kecuali Aizawa yang duduk di sebelah, mungkin.
"Syukurlah ! Ketika Takatora-san terpojok dan menghilang, saya benar-benar khawatir! Tapi itu benar-benar bagus lantaran kamu tampaknya sanggup berdamai dengan Ikuno♪"
Gadis itu tersenyum gembira seolah-olah masalahnya sendiri. Apa ia tipe wanita yang akan merasa senang melihat orang lain bahagia? Bagaikan malaikat tanpa noda, dirinya terlihat mempesona....Hanya jikalau kamu tidak melupakan sesuatu wacana 'akting'. Ten-nee juga berkata bahwa ia berbahaya....
"Guuhh....Aizawa Manaha. Sesuai dugaan, kamu mempunyai wangi seorang gadis yang sangat berbahaya! Bahkan lebih berbahaya dari Shinonome Ibuki. Uuuu "
Dan gadis kecil ini hingga memperlihatkan taring sekaligus erangan seolah anak anjing. Ditambah lagi, lantaran model rambut Nekomimi, membuatnya makin ibarat dengan binatang.
"Ba-Bau?! Tidak mungkin! Apa saya mempunyai wangi yang aneh?!"
Bingung dengan kata 'bau', Aizawa eksklusif mengendus lengan ramping dan kerah di belahan dada putihnya nya.
"Bukan! Bukan itu yang saya maksud! Aizawa Manaha, saya mendengar bahwa kamu yaitu pelacur yang mempunyai segudang pengalaman dengan banyak sekali pria!!"
"Eh? A-Ah? Segudang pengalaman? Te-Tentu saja saya telah bekerjasama dengan banyak pria! Ini, ini bahkan tidak bisa dihitung dengan kedua tangan!"
....Haahh, kenapa malah berbohong? Aku tahu kalau kamu tidak mau ketahuan, tapi tidak perlu hingga terus-terusan mengulanginya, kan?
"Ternyata benar! Uuu, wanita yang keterlaluan....A-Apalagi, dari luar kamu mempunyai karakter yang baik dan senyum yang manis....itu semua niscaya hanya jebakan untuk memikat para lelaki. Dengar, akan berbeda jikalau kamu menipu orang lain. Namun, kalau kamu hingga mencoba menipu Kousuke, saya tidak akan memaafkanmu!!"
Seolah tak mau memperlihatkan miliknya, Ten-nee memelukku yang duduk di samping. Aroma harum sampo yang melayang, dan dua gundukan mungil yang menekan, membuatku merasa malu.
Sama ibarat abang sesungguhnya, gadis ini sangat peduli dan terlalu khawatir. Kalau ini dulu, saya sudah terbiasa. Tapi, lantaran kini tubuhnya begitu kecil, ia lebih ibarat adik yang manja.
"Me-Menipu?! Aku tidak akan melaksanakan hal semacam itu!"
"Hmm, begitu kah? Yah, menyampaikan sebanyak ini sudah cukup. Lagipula, saya sudah mendengar sesuatu yang bagus*, jadi saya tidak perlu cemas lagi"
[Perkataan Ikuno pas ditangga, mungkin. Tentang ia yang sudah bisa menjaga diri sendiri]
Ten-nee mengirim lirikan ke arahku dan tertawa lebar hingga memperlihatkan taring nya. Dia kemudian minum teh dalam satu tegukan dan meninggalkan kawasan duduk sambil membawa tas klubnya.
"Ah, Ten-nee, kamu sudah mau pergi?"
"Un, meski terlihat ibarat ini, saya yaitu andalan klub cheerleader!"
Dia terlihat masih punya banyak sekali hal untuk dibicarakan, namun kegiatan klub juga tidak bisa ditinggalkan. Kamipun berdiri dan mengantar Ten-nee pergi.
Berhenti di pintu masuk, gadis itu berjalan kembali ke sisiku.
"A-Aku gres saja ingat....Kousuke, cepat turunkan kepalamu"
"Eh, ada apa?"
"Ja-Jangan khawatir. Uuu, cepatlah"
Wajahnya memerah diiringi ekspresi khawatir dihadapan tatapan Shinonome dan Aizawa. Akupun menuruti apa yang ia minta. Setelah mengkonfirmasi bahwa kepalaku telah turun di ketinggian yang sama, Ten-nee sekilas melirik ke arah Aizawa.
"Aizawa Manaha. Ketika saya tiba di ruang klub, kamu dikala itu bertanya bagaimana rasanya berciuman, kan?"
"Ah? Ya, memang. La-Lalu, ada apa dengan hal itu?"
Mengingat adegan di waktu tersebut, Aizawa pun mulai merona ibarat Ten-nee.
"Ka-Kalau begitu, lihatlah ini baik-baik. Sesuatu yang disebut ciuman....adalah ibarat ini"
Tubuh kecil gadis didepanku bersandar lebih dekat dan perlahan meregangkan dirinya, kemudian....
"....Chu"
Sesuatu yang lembut nan berkilau menyentuh pipiku. Kejadian mengejutkan ini membuatku mundur satu milimeter*.
[Kenapa sampe nyebutin hal detail kayak 'satu milimeter'?....intinya, Ikuno kaget sampe tubuhnya secara reflek bergetar/melonjak sekali dan sedikit ke arah belakang. Yah, satu milimeter cuma kata kiasan]
Menyaksikan pemandangan ini, Aizawa menutup lisan dengan tangan, sedangkan Shinonome tiba-tiba berkedut.
"Ci-Ciuman yaitu sesuatu ibarat ini....namun, kamu dilarang melakukannya dengan orang lain selain seseorang yang kamu cintai. Ini bukanlah hal yang perlu dilakukan hanya lantaran alasan lemah ibarat ingin tahu rasanya. Ka-Kau mengerti?"
Ten-nee kemudian berbalik dan bergerak lagi menuju pintu.
Disisi lain, Aizawa mengangguk pelan sesudah mendengar itu.
"Me-Memang benar. Aku juga ingin mempunyai ciuman pertama dengan seseorang yang ku cintai. Ikuno....maaf. saya salah dikarenakan telah meminta sebuah hal keterlaluan....Maaf untuk kalian berdua"
"Ba-Baguslah jikalau kamu mengerti. Karena kamu sudah tahu....uuu, a-aku harus pergi!"
....Tapi sialnya, Shinonome akan menembakkan panah terakhir pada lawan yang telah merebut mangsanya.
"Fu-Fufufufufu. Rantai insiden yang sangat mendadak, bahkan saya hingga terkejut. Ini menjadi hari yang sungguh mengerikan lantaran dirimu....Takatora-san, tolong jawab pertanyaan terakhirku. Ketika kamu mendapatkan pemikiranku wacana kasus ini, ada satu hal yang belum kamu akui. Jika itu mungkin, saya sangat tertarik untuk mendengarnya"
Apa ini wacana insiden di ruang audiovisual?.
Ten-nee dengan tenang mendengarkan secara menyeluruh apa yang dikatakan Shinonome. Satu-satunya hal yang ia bantah yaitu dikala dimana 'Seseorang mendorongku di ruang audiovisual'....Mungkinkah, itu hanya dalih?
Dia hanya menggeleng dengan wajah heran.
"Tidak, saya tidak melaksanakan apapun di ruang Audiovisual. Aku sudah bilang, kan?"
Dari nada suaranya, tak terasa kebohongan disana. Aku dan Shinonome hanya bisa bergumam 'Eh?', sambil melihat satu sama lain dengan badan kaku.
Berbicara wacana Aizawa, ia eksklusif memeluk erat Shinonome dengan mata berkaca-kaca sambil gemetaran.
Setelahnya, setiap pulang sekolah, saya tak pernah mencoba masuk ke ruangan itu lagi.
∆∆∆Chapter 6 berakhir disini∆∆∆
Catatan Penerjemah : sulit juga nerjemahin chapter ini.... banyak potongan yg ambigu.... -_-
Untuk kalian yg merasa bingung. Knapa Shinonome murka pas kluar dari ruang Audiovisual. Kalo menurutku itu karna Ikuno tidak sempat dirawat oleh Shinonome dengan saputangannya untuk dibersihkan dari mimisan, dan malah menggunakan tisu dari Aizawa yang mendadak datang.
Ke Halaman utama Bokubitch
Ke Chapter selanjutnya
Sumber http://ifunnovel.blogspot.com/